'Jual' Anak-anak, Bos dan Mami Kafe Diciduk
Dit Reskrimum Polda Bali mengamankan GP, 44, yang merupakan bos Kafe Mahoni yang berada di Banjar Dinas Bugbugan, Desa Senangan, Kecamatan Penebel, Tabanan pada Rabu (15/1) karena memperkerjakan anak dibawah umur sebagai aitres kafe.
DENPASAR, NusaBali
GP ditangkap bersama mami kafe yaitu IY, 22, (pengelola kafe) dan PR, 28, (perekrut waitres). Dalam hal ini korbannya adalah seorang anak berinisial EN, 15. Korban asal Cianjur, Jawa Barat itu dipekerjakan oleh para tersangka sebagai waitress. Korban dipekerjakan melayani tamu minum alkohol dan ngobrol dewasa pada tempat hiburan tersebut. Padahal pekerjaan itu belum layak untuk anak seusia korban.
Wadir Reskrimum Polda Bali, AKBP Suratno saat gelar rilis perkara di Mapolda Bali, pada Selasa (28/1) membeberkan korban direkrut melalui media sosial Facebook (FB). Tersangka PR yang bertugas sebagai perekrut tenaga kerja memosting lowongan kerja pada grup loker terbaru Sukabuni, Jawa Barat, pada Sabtu 28 Desember 2019.
Dalam postingannya tersangka PR bertuliskan ‘YANG MINAT KERJA CAFÉ, MERANTAU, CHAT ME’. Mendapat informasi lowongan itu korban yang ditinggal orang tuanya menjadi TKI ini memilih komunikasi personal lewat messenger. Dalam percakapan itu korban menanyakan perihal pekerjaan dalam informasi tersebut.
“Kerjanya santai yaitu menerima tamu ngobrol dan karaoke. Meski kerja santai tapi kamu bisa dapat gaji Rp 2 juta sampai Rp 4 juta. Kalau kamu mau uang tiket pesawat kamu datang ke Bali ditanggung. Selain itu tempat tinggal ditanggung,” tutur tersangka PR ditirukan AKBP Suratno.
Mendengar tawaran menggiurkan itu EN mengatakan mau bekerja bersama tersangka. Keesokan harinya, yakni pada Minggu 29 Desember 2019 tersangka PR belikan tiket pesawat untuk korban datang ke Bali melalui Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng menuju ke Bandara Internasional, I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kuta, Badung. Setibanya di Ngurah Rai korban dijemput PR dan langsung di bawa ke Penebel, Tabanan.
Selanjutnya 30 Desember 2019 korban mulai bekerja pada kafe yang setelah digerebek polisi diketahui tak berizin itu. Korban melayani para tamu minum alkohol dan ngobrol yang belum layak dikonsumsinya. “Korban kerja dari pukul 19.00 Wita sampai pukul 02.00 Wita. Korban datang ke Bali tidak diketahui orang tuanya. Kata korban orang tuanya bekerja di luar negeri,” beber AKBP Suratno.
Belum seminggu bekerja korban mulai ditekan para tersangka. Korban disodorkan surat kontrak kerja yang berlaku selama 6 bulan. Salah satu poin dalam kontrak kerja itu jika korban berhenti kerja sebelum kontrak habis maka korban harus ganti rugi sebesar Rp 10 juta. Selain itu disodorkan surat pernyataan kesediaan korban. Selain itu saat jam kerja korban wajib pakai baju seksi untuk menarik lelaki.
“Kenyataan yang dialami berbeda dengan pembicaraan saat direkrut. Uang Rp 10 juta itu sebagai ganti rugi uang tiket pesawat dan lainnya. Korban kan tak mengerti apa. Dia iyakan saja dan tanda tangan pada kontrak dan surat pernyataan itu,” lanjut AKBP Suratno.
Kejadian ini terbongkar setelah korban ditelepon ibunya dari luar negeri menanyakan apa pekerjaannya di Bali. Korban dengan polos bilang kerja sebagai waitress. “Saat itu ibunya marah dan menyuruh kakak ipar korban untuk menjemputnya di Bali. Kakak ipar korban datang pada, Minggu (12/1). Ternyata korban tak bisa keluar sebelum bayar ganti rugi Rp 10 juta,” ungkapnya.
Mengetahui hal itu kakak ipar memohon perlindungan polisi ke Polda Bali untuk mengamankan korban. Merespons permintaan itu pihak kepolisian melakukan penyelidikan. Hingga akhrinya, pada Rabu (15/1) para tersangka diamankan untuk mempertanggunjawabkan perbuatan keduanya.
Diketahui pada kafe tersebut terdapat 11 karyawan. Hanya korban sendiri yang masih dibawa umur. Sementara terkait tempat usaha itu tak berizin. Untuk masalah izin pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan dinas terkait.
“Para tersangka dijerat Pasar 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Pasal 761 JO Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara 5 tahun,” tandasnya. *pol
Wadir Reskrimum Polda Bali, AKBP Suratno saat gelar rilis perkara di Mapolda Bali, pada Selasa (28/1) membeberkan korban direkrut melalui media sosial Facebook (FB). Tersangka PR yang bertugas sebagai perekrut tenaga kerja memosting lowongan kerja pada grup loker terbaru Sukabuni, Jawa Barat, pada Sabtu 28 Desember 2019.
Dalam postingannya tersangka PR bertuliskan ‘YANG MINAT KERJA CAFÉ, MERANTAU, CHAT ME’. Mendapat informasi lowongan itu korban yang ditinggal orang tuanya menjadi TKI ini memilih komunikasi personal lewat messenger. Dalam percakapan itu korban menanyakan perihal pekerjaan dalam informasi tersebut.
“Kerjanya santai yaitu menerima tamu ngobrol dan karaoke. Meski kerja santai tapi kamu bisa dapat gaji Rp 2 juta sampai Rp 4 juta. Kalau kamu mau uang tiket pesawat kamu datang ke Bali ditanggung. Selain itu tempat tinggal ditanggung,” tutur tersangka PR ditirukan AKBP Suratno.
Mendengar tawaran menggiurkan itu EN mengatakan mau bekerja bersama tersangka. Keesokan harinya, yakni pada Minggu 29 Desember 2019 tersangka PR belikan tiket pesawat untuk korban datang ke Bali melalui Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng menuju ke Bandara Internasional, I Gusti Ngurah Rai, Tuban, Kuta, Badung. Setibanya di Ngurah Rai korban dijemput PR dan langsung di bawa ke Penebel, Tabanan.
Selanjutnya 30 Desember 2019 korban mulai bekerja pada kafe yang setelah digerebek polisi diketahui tak berizin itu. Korban melayani para tamu minum alkohol dan ngobrol yang belum layak dikonsumsinya. “Korban kerja dari pukul 19.00 Wita sampai pukul 02.00 Wita. Korban datang ke Bali tidak diketahui orang tuanya. Kata korban orang tuanya bekerja di luar negeri,” beber AKBP Suratno.
Belum seminggu bekerja korban mulai ditekan para tersangka. Korban disodorkan surat kontrak kerja yang berlaku selama 6 bulan. Salah satu poin dalam kontrak kerja itu jika korban berhenti kerja sebelum kontrak habis maka korban harus ganti rugi sebesar Rp 10 juta. Selain itu disodorkan surat pernyataan kesediaan korban. Selain itu saat jam kerja korban wajib pakai baju seksi untuk menarik lelaki.
“Kenyataan yang dialami berbeda dengan pembicaraan saat direkrut. Uang Rp 10 juta itu sebagai ganti rugi uang tiket pesawat dan lainnya. Korban kan tak mengerti apa. Dia iyakan saja dan tanda tangan pada kontrak dan surat pernyataan itu,” lanjut AKBP Suratno.
Kejadian ini terbongkar setelah korban ditelepon ibunya dari luar negeri menanyakan apa pekerjaannya di Bali. Korban dengan polos bilang kerja sebagai waitress. “Saat itu ibunya marah dan menyuruh kakak ipar korban untuk menjemputnya di Bali. Kakak ipar korban datang pada, Minggu (12/1). Ternyata korban tak bisa keluar sebelum bayar ganti rugi Rp 10 juta,” ungkapnya.
Mengetahui hal itu kakak ipar memohon perlindungan polisi ke Polda Bali untuk mengamankan korban. Merespons permintaan itu pihak kepolisian melakukan penyelidikan. Hingga akhrinya, pada Rabu (15/1) para tersangka diamankan untuk mempertanggunjawabkan perbuatan keduanya.
Diketahui pada kafe tersebut terdapat 11 karyawan. Hanya korban sendiri yang masih dibawa umur. Sementara terkait tempat usaha itu tak berizin. Untuk masalah izin pihak kepolisian akan berkoordinasi dengan dinas terkait.
“Para tersangka dijerat Pasar 2 UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau Pasal 761 JO Pasal 88 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana penjara 5 tahun,” tandasnya. *pol
Komentar