Nasib Eks Perbekel di ‘Ujung Tanduk’
Sidang Perdana Korupsi APBDes Dauh Puri Kelod
Gusti Namiartha yang kini menjabat Anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi PDIP dianggap turut bertanggungjawab karena merupakan pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan desa.
DENPASAR, NusaBali
Nasib anggota DPRD Kota Denpasar dari Fraksi PDIP, I Gusti Made Wira Namiartha yang merupakan mantan Perbekel Dauh Puri Kelod kini berada di ujung tanduk. Dalam sidang perdana kasus dugaan korupsi APBDes Desa Dauh Puri Klod dengan terdakwa Bendahara Desa Ni Putu Ariyaningsih, 33, nama Gusti Namiartha terus disebut sebagai pihak yang paling bertanggungjawab.
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/1). Astawa yang juga Kasi Pidsus Kejari Denpasar menyatakan Gusti Namiartha dianggap turut bertanggungjawab karena merupakan pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan desa. “Sementara terdakwa sebagai bendahara dianggap bertanggungjawab karena mencairkan dana melebihi kegiatan yang ditentukan,” ujar Astawa dalam dakwaan.
Selain Gusti Namiartha sebagai Perbekel, JPU juga mengungkap nama lain sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab. Diantaranya, Luh Made China Kembar Dewi (Sekretaris Desa) dan I Putu Wirawan (Kaur Keuangan). Disebutkan, dalam pengelolaan keuangan desa, terdakwa, Perbekel, Sekdes dan Kaur Keuangan disebut telah mengabaikan asas-asas pengelolaan keuangan desa yang akuntabel, tertib, dan disiplin.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Perwali Nomor 17/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Desa. Perbuatan terdakwa dkk menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 988.457.608 berdasar hasil perhitungan BPKP Provinsi Bali.
Dalam dakwaan juga dibeberkan beragam modus terdakwa dan perbekel untuk meraup uang negara. Salah satunya dalam pencairan dana pada 2015 -2016 untuk paket kegiatan yang telah ditetapkan, namun sebagian paket kegiatan tidak terlaksana. Sehingga ada efisiensi anggaran yang semestinya dikembalikan sebesar Rp 988.457.608, tapi tidak dikembalikan ke kas negara.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam dakwaan subsider perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan, dakwaan lebih subsider terdakwa melanggar Pasal 8 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, terdakwa Ariyaningsih yang didampingi kuasa hukumnya menyatakan tidak melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). Sehingga majelis hakim pimpinan Wayan Gede Rumega mengangendakan pemeriksaan saksi dalam sidang berikutnya pekan depan. *rez
Hal ini terungkap dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Nengah Astawa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Denpasar, Selasa (28/1). Astawa yang juga Kasi Pidsus Kejari Denpasar menyatakan Gusti Namiartha dianggap turut bertanggungjawab karena merupakan pemegang kekuasaan atas pengelolaan keuangan desa. “Sementara terdakwa sebagai bendahara dianggap bertanggungjawab karena mencairkan dana melebihi kegiatan yang ditentukan,” ujar Astawa dalam dakwaan.
Selain Gusti Namiartha sebagai Perbekel, JPU juga mengungkap nama lain sebagai pihak yang ikut bertanggungjawab. Diantaranya, Luh Made China Kembar Dewi (Sekretaris Desa) dan I Putu Wirawan (Kaur Keuangan). Disebutkan, dalam pengelolaan keuangan desa, terdakwa, Perbekel, Sekdes dan Kaur Keuangan disebut telah mengabaikan asas-asas pengelolaan keuangan desa yang akuntabel, tertib, dan disiplin.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) Permendagri Nomor 113/2014 tentang Pengelolaan Keuangan Desa dan Perwali Nomor 17/2017 tentang Pedoman Pengelolaan Desa. Perbuatan terdakwa dkk menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 988.457.608 berdasar hasil perhitungan BPKP Provinsi Bali.
Dalam dakwaan juga dibeberkan beragam modus terdakwa dan perbekel untuk meraup uang negara. Salah satunya dalam pencairan dana pada 2015 -2016 untuk paket kegiatan yang telah ditetapkan, namun sebagian paket kegiatan tidak terlaksana. Sehingga ada efisiensi anggaran yang semestinya dikembalikan sebesar Rp 988.457.608, tapi tidak dikembalikan ke kas negara.
Atas perbuatannya, terdakwa dijerat Pasal 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan dalam dakwaan subsider perbuatan terdakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan, dakwaan lebih subsider terdakwa melanggar Pasal 8 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, terdakwa Ariyaningsih yang didampingi kuasa hukumnya menyatakan tidak melakukan eksepsi (keberatan atas dakwaan). Sehingga majelis hakim pimpinan Wayan Gede Rumega mengangendakan pemeriksaan saksi dalam sidang berikutnya pekan depan. *rez
Komentar