DPRD Bali Minta Audit Kerjasama Perusda-PT CIPL di Kebun Pulukan
Inilah hasil rapat gabungan Komisi I dan Komisi II DPRD Bali dengan PT Citra Indah Prayasa Lestari (CIPL) dan PT Perusda Bali dalam rangka menyelesaikan pembayaran tunggakan gaji karyawan Perkebunan Pulukan, Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Jembrana, yang digelar di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Kamis (30/1).
DENPASAR, NusaBali
DPRD Bali minta dilakukan audit terhadap perjanjian kerjasama PT Perusda Bali dengan PT CIPL, karena terdapat banyak kejanggalan.
Rapat gabungan Komisi I dan Komisi II DPRD Bali, Kamis kemarin, sebenarnya membahas masalah kisruh pembayaran gaji karyawan PT CIPL dan kasus perusakan oleh karyawan sebagaimana dilaporkan PT CIPL, yang tak kunjung kelar karena tidak ada titik temu antara PT CIPL dengan PT Perusda Bali. Padahal, penyelesaian masalah ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi I dan Komisi II DPRD Bali dengan turun ke lapangan.
Rapat gabungan kemarin dipimpin Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana (dari Fraksi PDIP). Nyoman Adnyana didampingi Ketua Komisi II DPRD Bali, Ida Gede Komang Kresna Budi (dari Fraksi Golkar). Hadir pula anggota Komisi II DPRD Bali Ni Kadek Darmini (dari Fraksi PDIP), I Gede Kusuma Putra (Fraksi PDIP), AA Ngurah Adi Ardhana (Fraksi PDIP), I Ketut Sugiasa (Fraksi PDIP), Tjokorda Gde Agung (Fraksi PDIP), I Ketut Rochineng (Fraksi PDIP), dan I Made Rai Warsa (Fraksi PDIP). Sedangkan Direktur Keuangan PT Perusda Bali, Ida Bagus Purnama Bawa, hadir mewakili Direktur Utama. Sementara dari PT CIPL, hadir langsung sang Dirut Tjokorda Alit Darmaputra.
Adalah anggota Komisi II DPRD Bali dari Fraksi PDIP, AA Ngurah Adi Ardhana, yang gencar mendesak supaya pimpinan rapat merekomendasikan audit terhadap kerjasama pengelolaan lahan Perkebunan Pulukan milik PT Perusda Bali dengan PT CIPL. Alasannya, banyak terdapat keganjilan dalam kerjasama yang telah berlangsung sejak tahun 2016 tersebut.
Saat sesi pembahasan pembayaran gaji 140 karyawan PT CIPL yang berlangsung alot, Adi Ardhana mengungkap ada banyak masalah dalam kerjasama PT Perusda dan PT CIPL sejak 2006. Adi Ardhana mengatakan ketika terpilih sebagai anggota DPRD Bali 2014-2019, dirinya pernah mengungkap pengelolaan hasil penjualan Perkebunan Pulukan di lahan Pemprov Bali seluas 700 hektare dari total 1.200 hektare tersebut banyak yang tidak jelas.
"Tahun 2016 lalu, saya sudah pernah ungkap banyak yang tidak beres dalam kerjasama Perusda Bali dengan PT CIPL. Saat itu, saya minta dilakukan audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kalau sekarang PT CIPL kembali plin-plan memberikan penjelasan tentang kondisi kerjasama di Perkebunan Pulukan, ya sudah saya desak Pimpinan Dewan merekomendasikan audit saja itu. Dulu itu jual cengkih, jual kakao, berapa hasilnya, nggak jelas," tegas Adi Ardhana.
Adi Ardhana juga menjelaskan ketidakpuasan terhadap Perusda Bali yang kesannya kurang tegas. "Kalau sudah ada perusahaan yang diajak kerjasama tidak mengikuti aturan kerjasama, ya sudah audit saja. Sekarang PT CIPL lagi ada masalah belum bayar karyawan, kok petantang petenteng lagi,” katanya geram.
“Saya sekarang tegaskan kalau PT CIPL tidak mau selesaikan masalah pembayaran karyawan, ya sudah, Pimpinan Dewan saya harapkan audit saja itu. Kita sudah dikelabui ini. Gubernur Bali juga dikelabui oleh PT CIPL," lanjut politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Keganjilan kerjasama Perusda Bali dengan PT CIPL juga diungkapkan anggota Komisi II DPRD Bali lainnya, Gede Kusuma Putra. Menurut Kusuma Putra, sejak Perkebunan Pulukan pengelolaannya dikerjasamakan dengan pola menanam pohon karet tahun 2006 silam, dirinya selaku anggota DPRD Bali 2004-2009 sudah tidak setuju saat itu.
"Penebangan pohon kelapa di atas lahan seluas 1.200 hektare, kemudian beralih dengan penanaman pohon karet saja sudah masalah. Pohon kelapa dijual ke mana, itu nggak jelas. Kemudian, karet ditanam di Bali sudah nggak cocok, masih saja dipaksakan," sindir politisi senior PDIP asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Sementara itu, Direktur Keuangan Perusda Bali, Ida Bagus Purnama Bawa, mengatakan mendukung sikap DPRD Bali yang minta dilakukan audit. "Kami tahun 2006 belum bertugas di Perusda Bali. Tapi, saya mendukung kalau memang akan dilak-sanakan audit oleh BPK," jelas Purnama Bawa.
Menurut Purnama Bawa, pihaknya sangat terbuka kalau memang proses audit itu akan dilaksanakan. "Tidak masalah diaudit, karena ini untuk transparansi," tandas pria asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Sebaliknya, Dirut PT CIPL, Tjokorda Alit Darmaputra, mengatakan kalau memang nanti akan dilaksanakan audit, maka auditnya harus dari auditor independen. "Biarkan saja tim independen melaksanakan," pinta Tjok Darmaputra.
Menurut Tjok Darmaputra, PT CIPL mengelola lahan Perkebunan Pulukan seluas 750 hektare dari total luas 1.200 hektare, sejak tahun 2006. Pada 2017, saat Dirut Perusda Bali dipimpin I Nyoman Baskara, PT CIPL mengelola lahan Perusda Bali seluas 500 hektare. Dari pengelolaan itu, kata dia, PT CIPL mengeluarkan modal Rp 25 miliar. Sampai sekarang, ini belum balik modal. "Belum balik modal, malahan rugi kita," tandas Tjok Darmaputra. *nat
Rapat gabungan Komisi I dan Komisi II DPRD Bali, Kamis kemarin, sebenarnya membahas masalah kisruh pembayaran gaji karyawan PT CIPL dan kasus perusakan oleh karyawan sebagaimana dilaporkan PT CIPL, yang tak kunjung kelar karena tidak ada titik temu antara PT CIPL dengan PT Perusda Bali. Padahal, penyelesaian masalah ini sudah pernah difasilitasi oleh Komisi I dan Komisi II DPRD Bali dengan turun ke lapangan.
Rapat gabungan kemarin dipimpin Ketua Komisi I DPRD Bali, I Nyoman Adnyana (dari Fraksi PDIP). Nyoman Adnyana didampingi Ketua Komisi II DPRD Bali, Ida Gede Komang Kresna Budi (dari Fraksi Golkar). Hadir pula anggota Komisi II DPRD Bali Ni Kadek Darmini (dari Fraksi PDIP), I Gede Kusuma Putra (Fraksi PDIP), AA Ngurah Adi Ardhana (Fraksi PDIP), I Ketut Sugiasa (Fraksi PDIP), Tjokorda Gde Agung (Fraksi PDIP), I Ketut Rochineng (Fraksi PDIP), dan I Made Rai Warsa (Fraksi PDIP). Sedangkan Direktur Keuangan PT Perusda Bali, Ida Bagus Purnama Bawa, hadir mewakili Direktur Utama. Sementara dari PT CIPL, hadir langsung sang Dirut Tjokorda Alit Darmaputra.
Adalah anggota Komisi II DPRD Bali dari Fraksi PDIP, AA Ngurah Adi Ardhana, yang gencar mendesak supaya pimpinan rapat merekomendasikan audit terhadap kerjasama pengelolaan lahan Perkebunan Pulukan milik PT Perusda Bali dengan PT CIPL. Alasannya, banyak terdapat keganjilan dalam kerjasama yang telah berlangsung sejak tahun 2016 tersebut.
Saat sesi pembahasan pembayaran gaji 140 karyawan PT CIPL yang berlangsung alot, Adi Ardhana mengungkap ada banyak masalah dalam kerjasama PT Perusda dan PT CIPL sejak 2006. Adi Ardhana mengatakan ketika terpilih sebagai anggota DPRD Bali 2014-2019, dirinya pernah mengungkap pengelolaan hasil penjualan Perkebunan Pulukan di lahan Pemprov Bali seluas 700 hektare dari total 1.200 hektare tersebut banyak yang tidak jelas.
"Tahun 2016 lalu, saya sudah pernah ungkap banyak yang tidak beres dalam kerjasama Perusda Bali dengan PT CIPL. Saat itu, saya minta dilakukan audit investigasi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kalau sekarang PT CIPL kembali plin-plan memberikan penjelasan tentang kondisi kerjasama di Perkebunan Pulukan, ya sudah saya desak Pimpinan Dewan merekomendasikan audit saja itu. Dulu itu jual cengkih, jual kakao, berapa hasilnya, nggak jelas," tegas Adi Ardhana.
Adi Ardhana juga menjelaskan ketidakpuasan terhadap Perusda Bali yang kesannya kurang tegas. "Kalau sudah ada perusahaan yang diajak kerjasama tidak mengikuti aturan kerjasama, ya sudah audit saja. Sekarang PT CIPL lagi ada masalah belum bayar karyawan, kok petantang petenteng lagi,” katanya geram.
“Saya sekarang tegaskan kalau PT CIPL tidak mau selesaikan masalah pembayaran karyawan, ya sudah, Pimpinan Dewan saya harapkan audit saja itu. Kita sudah dikelabui ini. Gubernur Bali juga dikelabui oleh PT CIPL," lanjut politisi PDIP asal Puri Gerenceng, Desa Pemecutan Kaja, Kecamatan Denpasar Utara ini.
Keganjilan kerjasama Perusda Bali dengan PT CIPL juga diungkapkan anggota Komisi II DPRD Bali lainnya, Gede Kusuma Putra. Menurut Kusuma Putra, sejak Perkebunan Pulukan pengelolaannya dikerjasamakan dengan pola menanam pohon karet tahun 2006 silam, dirinya selaku anggota DPRD Bali 2004-2009 sudah tidak setuju saat itu.
"Penebangan pohon kelapa di atas lahan seluas 1.200 hektare, kemudian beralih dengan penanaman pohon karet saja sudah masalah. Pohon kelapa dijual ke mana, itu nggak jelas. Kemudian, karet ditanam di Bali sudah nggak cocok, masih saja dipaksakan," sindir politisi senior PDIP asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng ini.
Sementara itu, Direktur Keuangan Perusda Bali, Ida Bagus Purnama Bawa, mengatakan mendukung sikap DPRD Bali yang minta dilakukan audit. "Kami tahun 2006 belum bertugas di Perusda Bali. Tapi, saya mendukung kalau memang akan dilak-sanakan audit oleh BPK," jelas Purnama Bawa.
Menurut Purnama Bawa, pihaknya sangat terbuka kalau memang proses audit itu akan dilaksanakan. "Tidak masalah diaudit, karena ini untuk transparansi," tandas pria asal Desa Penarungan, Kecamatan Mengwi, Badung ini.
Sebaliknya, Dirut PT CIPL, Tjokorda Alit Darmaputra, mengatakan kalau memang nanti akan dilaksanakan audit, maka auditnya harus dari auditor independen. "Biarkan saja tim independen melaksanakan," pinta Tjok Darmaputra.
Menurut Tjok Darmaputra, PT CIPL mengelola lahan Perkebunan Pulukan seluas 750 hektare dari total luas 1.200 hektare, sejak tahun 2006. Pada 2017, saat Dirut Perusda Bali dipimpin I Nyoman Baskara, PT CIPL mengelola lahan Perusda Bali seluas 500 hektare. Dari pengelolaan itu, kata dia, PT CIPL mengeluarkan modal Rp 25 miliar. Sampai sekarang, ini belum balik modal. "Belum balik modal, malahan rugi kita," tandas Tjok Darmaputra. *nat
Komentar