Manuver SBY di Tengah Prahara Jiwasraya
Melalui tulisan panjang di Facebook, SBY menjawab dan memberi pandangannya untuk masalah di perusahaan pelat merah ini.
JAKARTA, NusaBali
Sejumlah skandal perusahaan asuransi pelat merah mulai terungkap di masa periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya PT Asuransi Jiwasraya. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turut muncul dalam pusaran prahara ini.
Saat proses penyelesaian kasus itu berjalan, mendadak SBY turut angkat bicara dan mengusulkan pembentukan pansus hak angket Jiwasraya agar kasus ini diusut sampai tuntas. Pakar politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai wajar kemunculan SBY di tengah prahara Jiwasraya karena namanya sempat disebut beberapa kali dalam kasus ini.
"Dia terusik karena namanya sempat disebut beberapa kali. Di era dia jadi presiden, kasus Jiwasraya ini bermula. Wajar SBY bereaksi, sebab ini tentang masalah nama baik dirinya dan nama baik pejabat pada masa pemerintahannya," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (30/1), seperti dilansir detikcom.
Menurut Hendri, justru kemunculan SBY ini memberikan sedikit titik terang agar Jiwasraya terbongkar sedikit demi sedikit. Malah, menurutnya, Jokowi seharusnya melirik isu yang dilempar SBY. "Salah satu hal yang cukup tepat adalah memberikan sedikit celah petunjuk agar konspirasi Jiwasraya terbongkar," katanya. "Sebaiknya Presiden Jokowi juga bereaksi terhadap respons SBY ini, minimal dengan mengklarifikasi bahwa masalah Jiwasraya akan selesai dan terbuka di era pemerintahannya," lanjut Hendri.
Lagi pula, menurut Hendri, jika kasus Jiwasraya selesai di masa pemerintahannya, bukan nama Jokowi saja yang dibanggakan. Hal ini dapat menjadi catatan sejarah bagi masa pemerintahan dalam penyelesaian konflik yang tak kunjung selesai hingga satu dekade. "Bila terang benderang di era Jokowi, bukan hanya nama baik yang didapat Presiden Jokowi, tapi juga catatan positif sejarah Indonesia," tuturnya.
Untuk diketahui, penanganan kasus Jiwasraya sudah dilakukan dalam kurun satu dekade. Kasus itu kembali ramai dibicarakan sejak Desember 2019 ketika diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung mencatat ada indikasi korupsi direksi lama serta 13 manajer investasi dan mafia pasar modal dengan kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun. Pemerintah hingga kini masih mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ramai-ramai partai politik di parlemen pun membahas pembentukan panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) untuk mengusut tuntas kasus ini. Sempat ada perbedaan pendapat soal pembentukan panja atau pansus, tapi akhirnya diputuskanlah untuk membentuk panja di Komisi III, VI, dan XI DPR.
Sebelumnya, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara mengenai skandal di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Melalui tulisan panjang di Facebook, SBY menjawab dan memberi pandangannya untuk masalah di perusahaan pelat merah ini.
Dalam bagian tulisan 'Ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan', SBY bercerita soal isu Jiwasraya yang makin ramai dibicarakan di awal Januari 2020, ditambah isu Asabri. Bisik-bisik, sejumlah lembaga asuransi dan BUMN lain konon juga memiliki permasalahan keuangan yang serius.
SBY menilai niat membentuk Pansus Jiwasraya ini menarik. Belakangan, kata SBY, koalisi pendukung pemerintah lebih memilih panja, bukan pansus.
Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku menelisik lebih dalam alasan orang-orang yang semula menginginkan pansus untuk menyelidiki masalah Jiwasraya. Dia amat kaget mendengar alasan tersebut. "Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada Pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya 'geleng kepala'. Katanya... untuk menjatuhkan sejumlah tokoh," ucap SBY, Senin (27/1) seperti dilansir detikcom. "Ada yang 'dibidik dan harus jatuh' dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Soemarno harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan," imbuh dia.
SBY menegaskan nama-nama yang sering disebut di arena publik dan seolah pasti terlibat dan bersalah belum tentu bersalah. Termasuk tiga nama tadi. *
Sejumlah skandal perusahaan asuransi pelat merah mulai terungkap di masa periode kedua Presiden Joko Widodo (Jokowi), salah satunya PT Asuransi Jiwasraya. Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun turut muncul dalam pusaran prahara ini.
Saat proses penyelesaian kasus itu berjalan, mendadak SBY turut angkat bicara dan mengusulkan pembentukan pansus hak angket Jiwasraya agar kasus ini diusut sampai tuntas. Pakar politik Universitas Paramadina Hendri Satrio menilai wajar kemunculan SBY di tengah prahara Jiwasraya karena namanya sempat disebut beberapa kali dalam kasus ini.
"Dia terusik karena namanya sempat disebut beberapa kali. Di era dia jadi presiden, kasus Jiwasraya ini bermula. Wajar SBY bereaksi, sebab ini tentang masalah nama baik dirinya dan nama baik pejabat pada masa pemerintahannya," kata Hendri kepada wartawan, Kamis (30/1), seperti dilansir detikcom.
Menurut Hendri, justru kemunculan SBY ini memberikan sedikit titik terang agar Jiwasraya terbongkar sedikit demi sedikit. Malah, menurutnya, Jokowi seharusnya melirik isu yang dilempar SBY. "Salah satu hal yang cukup tepat adalah memberikan sedikit celah petunjuk agar konspirasi Jiwasraya terbongkar," katanya. "Sebaiknya Presiden Jokowi juga bereaksi terhadap respons SBY ini, minimal dengan mengklarifikasi bahwa masalah Jiwasraya akan selesai dan terbuka di era pemerintahannya," lanjut Hendri.
Lagi pula, menurut Hendri, jika kasus Jiwasraya selesai di masa pemerintahannya, bukan nama Jokowi saja yang dibanggakan. Hal ini dapat menjadi catatan sejarah bagi masa pemerintahan dalam penyelesaian konflik yang tak kunjung selesai hingga satu dekade. "Bila terang benderang di era Jokowi, bukan hanya nama baik yang didapat Presiden Jokowi, tapi juga catatan positif sejarah Indonesia," tuturnya.
Untuk diketahui, penanganan kasus Jiwasraya sudah dilakukan dalam kurun satu dekade. Kasus itu kembali ramai dibicarakan sejak Desember 2019 ketika diambil alih oleh Kejaksaan Agung.
Kejagung mencatat ada indikasi korupsi direksi lama serta 13 manajer investasi dan mafia pasar modal dengan kerugian negara mencapai Rp 13,7 triliun. Pemerintah hingga kini masih mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan persoalan ini.
Ramai-ramai partai politik di parlemen pun membahas pembentukan panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus) untuk mengusut tuntas kasus ini. Sempat ada perbedaan pendapat soal pembentukan panja atau pansus, tapi akhirnya diputuskanlah untuk membentuk panja di Komisi III, VI, dan XI DPR.
Sebelumnya, Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) angkat bicara mengenai skandal di PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Melalui tulisan panjang di Facebook, SBY menjawab dan memberi pandangannya untuk masalah di perusahaan pelat merah ini.
Dalam bagian tulisan 'Ada yang dibidik dan hendak dijatuhkan', SBY bercerita soal isu Jiwasraya yang makin ramai dibicarakan di awal Januari 2020, ditambah isu Asabri. Bisik-bisik, sejumlah lembaga asuransi dan BUMN lain konon juga memiliki permasalahan keuangan yang serius.
SBY menilai niat membentuk Pansus Jiwasraya ini menarik. Belakangan, kata SBY, koalisi pendukung pemerintah lebih memilih panja, bukan pansus.
Ketua Umum Partai Demokrat itu mengaku menelisik lebih dalam alasan orang-orang yang semula menginginkan pansus untuk menyelidiki masalah Jiwasraya. Dia amat kaget mendengar alasan tersebut. "Ketika saya gali lebih lanjut mengapa ada pihak yang semula ingin ada Pansus, saya lebih terperanjat lagi. Alasannya sungguh membuat saya 'geleng kepala'. Katanya... untuk menjatuhkan sejumlah tokoh," ucap SBY, Senin (27/1) seperti dilansir detikcom. "Ada yang 'dibidik dan harus jatuh' dalam kasus Jiwasraya ini. Menteri BUMN yang lama, Rini Soemarno harus kena. Menteri yang sekarang Erick Thohir harus diganti. Menteri Keuangan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Presiden Jokowi juga harus dikaitkan," imbuh dia.
SBY menegaskan nama-nama yang sering disebut di arena publik dan seolah pasti terlibat dan bersalah belum tentu bersalah. Termasuk tiga nama tadi. *
Komentar