Perjuangan Revisi UU Perimbangan Keuangan Mentah Lagi
Perjuangan Pemprov Bali dan DPRD Bali untuk merevisi UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, kembali mentah.
Pastika juga menyatakan UU 33/2004 sangat konstruktif, karena pada intinya semua pihak menginginkan Bali mendapatkan haknya yang lebih adil. “Tanpa bermaksud mengecilkan, daerah Bali memiliki tanggung jawab besar terhadap adat dan budaya yang selama ini menjadi daya tarik wisata, sebagai jendelanya Indonesia. Untuk memelihara adat dan budaya itu, kita perlu anggaran dari pusat,” tegas Pastika.
Seusai rapat kerja kemarin, Pastika kembali menegaskan pihaknya sangat setuju pe-rjuangan dana perimbangan melalui revisi UU 33/2004. “UU 33/2004 itu sudah ada perubahan dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Mumpung ada perubahan, ya kita ada celah untuk perjuangkan anggaran pusat guna membenahi pariwisata kita. Istilahnya, biaya kosmetik bagi Bali-lah,” papar mantan Kapolda Bali ini.
Pastika berharap, dengan revisi UU 33/2004, Bali akan dapat memperoleh haknya untuk digunakan membangun, menjaga, dan melestarikan budayanya. Revisi UU 33/2004 tersebut agar lebih adil, dielaborasi lebih jauh dengan sumber daya lainnya, bukan hanya sumber daya alam (SDA).
Pastika mencontohkan Provinsi Kalimantan Timur yang kaya SDA, dengan jumlah penduduk yang sama seperti Bali sekitar 4 juta jiwa, tapi mempunyai APBD sebesar Rp 15 triliun. Sedangkan Bali yang menghasilkan devisa dari sektor pariwisata, hanya memiliki APBD sebesar Rp 5 triliun. Meskipun secara moral Bali masih mampu membiayai, namun pembangunan infrastruktur menjadi agak sulit dengan terbatasnya APBD. Soalnya, biaya banyak tersedot ke sektor pelestarian budaya dan lingkungan.
Sementara itu, dalam rapat kerja kemarin, anggota DPD RI Dapil Bali, Gede Pasek Suardika, mengatakan ada perubahan nomenklatur UU 33/2004 dari semula ‘Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah’ menjadi ‘Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah’. Tapi, te-tap terdapat celah masuk bagi Bali dalam mendapatkan dana perimbangan pusat.
Celah yang dimaksud Pasek Suardika adalah memasukkan pendapatan pariwisata sebagai sumber pendapatan lainnya di luar sumber daya alam. Pasek pun berharap para Bupati/Walikota se-Bali agar lebih aktif untuk mengeksplor wilayahnya dalam upaya menemukan inovasi baru, guna menambah sumber pendapatan daerah Bali umumnya.
Pendapat hampir senada disampaikan anggota Komisi XI DPR RI Dapoil Bali, IGA Rai Wirajaya. Menurut Rai, Komisi XI DPR RI telah memasukkan pendapatan dari sektor pariwisata sebagai ‘Pendapatan Negara Bukan Pajak’. Maka, pihaknya berharap dengan adanya perubahan nomenklatur, pendapatan dari sektor pariwisata dapat masuk ke dalamnya.
Sebaliknya, anggota Komisi X DPR RI (membidangi pariwisata, pendidikan, pemuda, dan olahraga), I Wayan Koster mengatakan sulit bagi Bali mendapatkan dana perimbangan melalui revisi UU 33/2004. Menurut Koster, dari Visa on Arrival (VoA), Bali hanya menyetorkan Rp 1,4 triliun ke pusat. Dana itu pun dikembalikan kepada Imigrasian untuk pengembangan dan peningkatan keimigrasian.
Selanjutnya...
Komentar