Bertema 'Mengelola Akal Sehat' Pelajar-Mahasiswa Pun Antusias
Diskusi Sastra Dalam Rangkaian Bulan Bahasa Bali 2020
Pelaksanaan Bulan Bahasa Bali Tahun 2020 tidak hanya sebatas diisi dengan lomba dan pameran bernuansa bahasa, aksara, dan sastra Bali.
DENPASAR, NusaBali
Salah satu kegiatan baru yang dirancang adalah diskusi sastra melibatkan generasi muda dan masyarakat umum. Diskusi sastra pertama bertema ‘Citta Wredhi Niroda: Mengelola Akal Sehat’ di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Senin (3/2) petang, ternyata antusias diikuti siswa.
Diskusi sastra menghadirkan dua narasumber, yakni dosen UNHI Denpasar, IK Satria dan dosen IHDN Denpasar, I Made Adi Surya Pradnya. Awalnya, kedua narasumber mengaku kaget karena peserta diskusi kebanyakan pelajar SMP. Sedangkan tema yang dibawakan cukup berat: mengelola akal sehat. Keduanya pun harus menurunkan grade dalam memaparkan diskusi agar nyambung dengan generasi muda yang menjadi audience-nya, sehingga paham dengan materi yang diberikan.
Adapun peserta diskusi adalah siswa SMP Negeri 2 Denpasar, dan beberapa mahasiswa dari IHDN Denpasar, UNHI Denpasar, dan STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Belakangan, ada juga segerombol siswa dari SMK Negeri 2 Denpasar yang ikut mendengarkan di pertengahan acara. Meski materinya tergolong berat, namun pemaparannya tidak membosankan. Justru dalam diskusi tersebut, salah satu narasumber mengajak para peserta untuk praktek doa dan tertawa bahagia.
Alhasil, diskusi sastra jadi menyenangkan. Dalam mengelola akal sehat, narasumber Surya Pradnya mengatakan, dalam filosofi Hindu, cara mengelola akal sehat adalah melalui pikiran dan emosi yang tenang. Menurutnya, perlu sebuah inovasi baru dalam memasyarakatkan cara mengelola akal sehat. Setelah dia mengumpulkan berbagai lontar, kitab, dan buku lainnya, Surya Pradnya mencetuskan konsep 5R.
“Saya terus berpikir bagaimana konsep mengelola akal sehat bisa diterima oleh kalangan anak muda. Saya kumpulkan bahan seperti teks Sutra Patanjali, Upanisad-upanisad, tatwa-tatwa lokal Bali dan sebagainya. Kemudian ini saya kompress, ambil sari-sarinya, dan saya ciptakan konsep 5R itu,” ujar dosen mata kuliah tattwa di IHDN Denpasar ini.
Adapun konsep 5R, yakni Remove, Reinstall, Refresh, Reatret, dan Restart. Remove berarti menghapus pikiran-pikiran buruk dan negatif. Kedua, reinstall berarti manusia harus mereinstall pikiran masa lalu untuk memiliki pikiran baru dan muncul kesadaran dalam diri. Ketiga, refresh berarti manusia memerlukan penyegaran untuk pikiran agar tetap stabil. Keempat, reatret berarti manusia pengendalian diri melalui tapa dan brata. Terakhir, restart berarti memulai untuk membuka pikiran agar memiliki pikiran positif yang baru.
Sementara narasumber lainnya, IK Satria lebih menyoroti cara mengelola akal sehat dalam sudut pandang beragama. Mengelola akal sehat adalah menjaga keseimbangan pikiran. Akal sehat mengubah suatu pemikiran yang dianggap lumrah padahal salah, menjadi pemikiran yang masuk akal dan lebih mengena pada ajaran agama.
“Contoh saja otonan. Bukan hanya dengan otonan saja kita mencintai mahluk ciptaan Tuhan. Tetapi memuliakan manusia dengan cara merawatnya, menyekolahkannya, memberikan kasih sayang, itu yang utama. Bukan lagi korban suci, melainkan persembahan suci. Bukan lagi hari raya, tetapi hari suci. Jadi beragama jauh lebih dalam, dan menggunakan akal sehat,” ujar dosen UNHI Denpasar yang juga penyuluh Agama Hindu ini. Selain itu, mengelola akal sehat bisa dilakukan dengan cara yakin dengan cara diri sendiri dalam beragama, dalam arti tidak mengikuti orang lain dan tidak menuruti gengsi.
“Akal sehat adalah kita kembali ke jati diri. Beragama dengan cara sendiri, sesuai kemampuan diri sendiri, jangan menuruti gengsi dan ikut-ikut orang lain. Kalau diri sendiri tidak nyaman, bagaimana menemukan kedamaian seperti tujuan agama,” tandasnya. *ind
Diskusi sastra menghadirkan dua narasumber, yakni dosen UNHI Denpasar, IK Satria dan dosen IHDN Denpasar, I Made Adi Surya Pradnya. Awalnya, kedua narasumber mengaku kaget karena peserta diskusi kebanyakan pelajar SMP. Sedangkan tema yang dibawakan cukup berat: mengelola akal sehat. Keduanya pun harus menurunkan grade dalam memaparkan diskusi agar nyambung dengan generasi muda yang menjadi audience-nya, sehingga paham dengan materi yang diberikan.
Adapun peserta diskusi adalah siswa SMP Negeri 2 Denpasar, dan beberapa mahasiswa dari IHDN Denpasar, UNHI Denpasar, dan STAHN Mpu Kuturan Singaraja. Belakangan, ada juga segerombol siswa dari SMK Negeri 2 Denpasar yang ikut mendengarkan di pertengahan acara. Meski materinya tergolong berat, namun pemaparannya tidak membosankan. Justru dalam diskusi tersebut, salah satu narasumber mengajak para peserta untuk praktek doa dan tertawa bahagia.
Alhasil, diskusi sastra jadi menyenangkan. Dalam mengelola akal sehat, narasumber Surya Pradnya mengatakan, dalam filosofi Hindu, cara mengelola akal sehat adalah melalui pikiran dan emosi yang tenang. Menurutnya, perlu sebuah inovasi baru dalam memasyarakatkan cara mengelola akal sehat. Setelah dia mengumpulkan berbagai lontar, kitab, dan buku lainnya, Surya Pradnya mencetuskan konsep 5R.
“Saya terus berpikir bagaimana konsep mengelola akal sehat bisa diterima oleh kalangan anak muda. Saya kumpulkan bahan seperti teks Sutra Patanjali, Upanisad-upanisad, tatwa-tatwa lokal Bali dan sebagainya. Kemudian ini saya kompress, ambil sari-sarinya, dan saya ciptakan konsep 5R itu,” ujar dosen mata kuliah tattwa di IHDN Denpasar ini.
Adapun konsep 5R, yakni Remove, Reinstall, Refresh, Reatret, dan Restart. Remove berarti menghapus pikiran-pikiran buruk dan negatif. Kedua, reinstall berarti manusia harus mereinstall pikiran masa lalu untuk memiliki pikiran baru dan muncul kesadaran dalam diri. Ketiga, refresh berarti manusia memerlukan penyegaran untuk pikiran agar tetap stabil. Keempat, reatret berarti manusia pengendalian diri melalui tapa dan brata. Terakhir, restart berarti memulai untuk membuka pikiran agar memiliki pikiran positif yang baru.
Sementara narasumber lainnya, IK Satria lebih menyoroti cara mengelola akal sehat dalam sudut pandang beragama. Mengelola akal sehat adalah menjaga keseimbangan pikiran. Akal sehat mengubah suatu pemikiran yang dianggap lumrah padahal salah, menjadi pemikiran yang masuk akal dan lebih mengena pada ajaran agama.
“Contoh saja otonan. Bukan hanya dengan otonan saja kita mencintai mahluk ciptaan Tuhan. Tetapi memuliakan manusia dengan cara merawatnya, menyekolahkannya, memberikan kasih sayang, itu yang utama. Bukan lagi korban suci, melainkan persembahan suci. Bukan lagi hari raya, tetapi hari suci. Jadi beragama jauh lebih dalam, dan menggunakan akal sehat,” ujar dosen UNHI Denpasar yang juga penyuluh Agama Hindu ini. Selain itu, mengelola akal sehat bisa dilakukan dengan cara yakin dengan cara diri sendiri dalam beragama, dalam arti tidak mengikuti orang lain dan tidak menuruti gengsi.
“Akal sehat adalah kita kembali ke jati diri. Beragama dengan cara sendiri, sesuai kemampuan diri sendiri, jangan menuruti gengsi dan ikut-ikut orang lain. Kalau diri sendiri tidak nyaman, bagaimana menemukan kedamaian seperti tujuan agama,” tandasnya. *ind
Komentar