DPR Janji Percepat Bahas RUU Bali
Yakinkan Baleg DPR RI, Koster Tegaskan RUU Provinsi Bali Bukan Otsus
Versi Baleg DPR RI, RUU Provinsi Bali masuk dalam daftar Kumulatif Terbuka, yang artinya bisa dibahas setiap saat
JAKARTA, NusaBali
Gubernur Wayan Koster terus menggedor Senayan untuk perjuangkan Rancangan Undang-undang (RUU) Provinsi Bali agar secepatnya dibahas DPR RI. Gubernur Koster presentasikan materi RUU Provinsi Bali di Ruang Baleg DPR RI, Gedung Nusantara I Senayan, Jakarta, Jumat (7/2). Komisi II DPR RI pun janjikan proses cepat untuk pembahasan RUU Provinsi Bali, dengan memasukkannya dalam daftar Komulatif Terbuka.
Saat presentasikan RUU Provinsi Bali di Baleg DPR RI, Jumat kemarin, Gubernur Koster didampingi Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP), Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry (Fraksi Golkar), Wakil Ketua DPRD Bali Tjokorda Asmara Putra Sukawati (Fraksi Demokrat), Wakil DPRD Bali I Nyoman Suyasa (Fraksi Gerindra), Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana.
Anggota DPD RI Dapil Bali, AA Gde Agung, juga hadir untuk memperkuat dukungan RUU Provinsi Bali. Sementara pejabat eksekutif dari Bali yang hadir, antara lain, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Wakil Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra, Wakil Bupati Klungkung Ma-de Kasta, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa, Wakil Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, dan Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa.
Rombongan Gubernur Koster diterima oleh Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas (Fraksi Gerindra), anggota Baleg DPR RI Ketut Kariyasa Adnyana (Fraksi PDIP Dapil Bali), anggota Baleg DPR RI Putra Nababan (Fraksi PDIP), dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI (yang membidangi pemerintahan daerah) Arief Wibowo (Fraksi PDIP). Dalam paparannya selama 1 jam sejak pukul 11.00 hingga 12.00 WIB, Gubernur Koster dengan lugas menjelaskan ‘bentuk barang’ yang bernama RUU Provinsi Bali.
Gubernur Koster menerangkan RUU Provinsi Bali diajukan dengan alasan sebuah ketatanegaraan yang mengikuti konstitusi. Pasalnya, Provinsi Bali saat ini masih menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT, yang mengacu UUD Sementara Tahun 1950 ketika negara masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Sementara saat ini kita sudah dalam bentuk NKRI, dengan UUD 1945. Jadi, dari sisi hukum ketatanegaraan, kita posisinya seperti negara bagian kalau mengacu UUD Sementara Tahun 1950 dengan negara berbentuk RIS. Selain itu, tidak ada lagi substansi dari UUD Sementara Tahun 1950 yang dipakai acuan bagi Bali dalam menjalankan pemerintahan saat ini," papar Koster.
Karena itu, kata Koster, Provinsi Bali memerlukan regulasi yang berada dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Maka, konstitusinya harus jelas," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Disebutkan, Bali memerlukan manajemen pengelolaan satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola dengan kearifan lokalnya dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945. Pengajuan RUU Provinsi Bali ini bukan untuk Otonomi Khusus (Otsus), melainkan terkait dengan pengelolaan alam dan manusia Bali.
"Jadi, kami tidak minta apa-apa. Kami ajukan RUU Provinsi Bali tidak dalam rangka meminta porsi anggaran. Kami tidak mau membebani APBN. Namun, kami berharap Bali diberikan mengelola bantuan pusat secara maksimal dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) seperti yang sudah berjalan selama ini," katanya.
Koster juga tegaskan RUU Provinsi Bali tetap mengacu UU Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemda, sehingga tidak akan ada pengambilan kewenangan ke bawah. “Tak akan ada pemindahan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi. Kami tidak ikut campur kewenangan pengatur pajak hotel dan restoran (PHR) yang dihasilkan di kabupaten/kota," beber mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP tiga kali periode ini.
Terkait devisa pariwisata Bali yang jumlahnya triliunan rupiah, menurut Koster, Bali tidak dalam konteks berebut uang tersebut. Namun, Bali ingin diberikan kewenangan pengelolaan secara maksimal. Termasuk membangun pusat-pusat ekonomi baru, supaya kesejahteraan masyarakat meningkat dan merata. "Selama ini, kita tidak memiliki sumber daya alam selain pariwisata. Ya, kami berharap bisa memak-simalkan pengelolaan hasil pariwisata. Kami tidak meminta uang disini," tegas Koster disambut tepuk tangan hadirin.
Koster juga kembali meyakinkan Baleg DPR RI bahwa Bali punya keunikan dengan keberadaan 1.493 desa adat, yang menjadi benteng adat dan budaya Bali guna menjaga tata kehidupan masyarakat Bali. Dengan keberadaan 1.493 desa adat inilah, Bali jadi unik.
Sementara, Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Atgas, mengatakan RUU Provinsi Bali yang dipaparkan Gubernur Koster sudah sempat didiskusikan dengan Pimpinan Komisi II DPR RI, Arief Wibowo. "Saat ini masih didiskusikan. Tetapi yang paling penting bagi saya adalah dalam upaya mengatasi ketimpangan di Bali, perlu ada regulasi. Pembagian dana perimbangan keuangan daerah juga tidak adil bagi da-erah-daerah yang tak punya sumber daya alam, termasuk Bali,” tandas Supratman.
Supratman menambahkan, RUU Provinsi Bali bisa segera masuk pembahasan, karena sudah masuk daftar RUU Kumulatif Terbuka. "Saya perlu sampaikan Prolegnas itu bisa direvisi setiap tahun. Kalau tidak masuk dalam Prolegnas, bisa masuk RUU Kumulatif Terbuka yang artinya bisa dibahas setiap saat," tegas Supratman.
Sedangkan anggota Baleg DPR RI, Putra Nababan, menyatakan mendukung usulan RUU Provinsi Bali. Alasannya, Bali dengan keunikannya memerlukan sebuah regulasi dalam menjaga daerah ini ke depan. "Bali punya keunikan tersendiri. Keunikan ini mesti dijaga dengan regulasi. Jangan sampai Bali dalam perkembangan pariwisatanya sampa terancam," terang Putra Nababan.
Menurut Putra Nababan, dirinya sudah beberapa kali datang ke Bali. Memang Bali tidak ada duanya di dunia. "Namun, jangan sampai dengan kemajuan pariwisata dan kejar devisa, kearifan lokal Bali malah hilang karena perkembangan global," pintanya.
Sementara itu, Komisi II DPR RI menjanjikan proses cepat untuk membahas RUU Provinsi Bali. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arief Wibowo, mengatakan dalam ketatanegaraan, suatu daerah memamg harus diatur dengan Undang-undang. Nah, RUU Provinsi Bali bisa disegerakan pembahasannya dengan pendekatan Kumulatif Terbuka, di mana bisa dibahas dan diselesaikan setiap saat, walaupun tidak termak-tub dalam Prolegnas. "Kami akan upayakan secepatnya dibahas RUU Bali ini," janji Arief Wibowo.
Arief Wibowo menyebutkan, RUU dengan kategori Kumulatif Terbuka bisa dibahas dengan beberapa alasan. Pertama, karena kepentingan nasional. Kedua, karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan ada pembentukan Undang-undang baru. Ketiga, adanya pembentukan daerah otonom baru. "Itu bisa masuk kategori RUU Kumulatif Terbuka. Jadi, (RUU Bali) nggak usah nunggu Prolegnas," tegas Arief Wibowo.
Menurut Arif Wibowo, secara legal formil Komisi II DPR RI akan siapkan naskah akademik jika ada pembahasan RUU kategori Kumulatif Terbuka. "Meskipun itu usulan daerah, naskah akademik yang ada dari daerah nanti bisa kami sinkronisasi dengan naskah akademik di DPR RI. Setelah proses pembahasan selesai dan mekanismenya lengkap, maka lanjut dimintakan penomoran ke Presiden," jelas Ketua Badan Saksi Nasional DPP PDIP ini.
Sementara, anggota Baleg DPR RI, Ketut Kariyasa Adnyana, menyebutkan RUU Bali sudah resmi masuk Prolegnas Tahun 2020. Baleg dan Komisi II DPR RI yang menyampaikan usulan dan naskah akademik RUU Bali.
"Jadi, hampir seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang punya kewenangan sudah mengusulkan. Apalagi, RUU Provinsi Bali ini sudah lengkap dengan naskah akademik. Jadi, tidak ada alasan RUU ini nggak masuk skala prioritas. Apalagi, RUU Bali sudah masuk dalam RUU Kumulatif Terbuka di Komisi II DPR RI," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Di sisi lain, penyampaian RUU Provinsi Bali di Baleg DPR RI, Jumat kemarin, mendapatkan penguatan dukungan dari anggota DPD RI Dapil bali, AA Gde Agung. Kemarin, Gde Agung yang merupakan satu dari empat anggota DPD RI Dapil Bali datang dan berbicara untuk memperkuat argumentasi dan pemaparan Gubernur Koster.
Gde Agung menyatakan, DPD RI mendukung dan mendesak DPR RI untuk prioritaskan RUU Provinsi Bali. "RUU Provinsi Bali sangat diperlukan Bali dalam upaya menjaga kearifan lokal Bali. Kami bawa dukungan DPD RI yang ditandatangani Pimpinan DPD RI," jelas tokoh Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung yang notabene mantan Bupati Badung dua periode (2005-2010, 2010-2015) ini. *nat
Saat presentasikan RUU Provinsi Bali di Baleg DPR RI, Jumat kemarin, Gubernur Koster didampingi Ketua DPRD Bali Nyoman Adi Wiryatama (Fraksi PDIP), Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Korry (Fraksi Golkar), Wakil Ketua DPRD Bali Tjokorda Asmara Putra Sukawati (Fraksi Demokrat), Wakil DPRD Bali I Nyoman Suyasa (Fraksi Gerindra), Bendesa Agung Majelis Desa Adat Provinsi Bali Ida Panglingsir Agung Putra Sukahet, dan Ketua PHDI Bali I Gusti Ngurah Sudiana.
Anggota DPD RI Dapil Bali, AA Gde Agung, juga hadir untuk memperkuat dukungan RUU Provinsi Bali. Sementara pejabat eksekutif dari Bali yang hadir, antara lain, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Bupati Karangasem IGA Mas Sumatri, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Wakil Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Arta, Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra, Wakil Bupati Klungkung Ma-de Kasta, Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa, Wakil Walikota Denpasar I Gusti Ngurah Jaya Negara, dan Wakil Bupati Badung I Ketut Suiasa.
Rombongan Gubernur Koster diterima oleh Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas (Fraksi Gerindra), anggota Baleg DPR RI Ketut Kariyasa Adnyana (Fraksi PDIP Dapil Bali), anggota Baleg DPR RI Putra Nababan (Fraksi PDIP), dan Wakil Ketua Komisi II DPR RI (yang membidangi pemerintahan daerah) Arief Wibowo (Fraksi PDIP). Dalam paparannya selama 1 jam sejak pukul 11.00 hingga 12.00 WIB, Gubernur Koster dengan lugas menjelaskan ‘bentuk barang’ yang bernama RUU Provinsi Bali.
Gubernur Koster menerangkan RUU Provinsi Bali diajukan dengan alasan sebuah ketatanegaraan yang mengikuti konstitusi. Pasalnya, Provinsi Bali saat ini masih menggunakan UU Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, NTB, dan NTT, yang mengacu UUD Sementara Tahun 1950 ketika negara masih berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
"Sementara saat ini kita sudah dalam bentuk NKRI, dengan UUD 1945. Jadi, dari sisi hukum ketatanegaraan, kita posisinya seperti negara bagian kalau mengacu UUD Sementara Tahun 1950 dengan negara berbentuk RIS. Selain itu, tidak ada lagi substansi dari UUD Sementara Tahun 1950 yang dipakai acuan bagi Bali dalam menjalankan pemerintahan saat ini," papar Koster.
Karena itu, kata Koster, Provinsi Bali memerlukan regulasi yang berada dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. "Maka, konstitusinya harus jelas," jelas Gubernur asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng yang juga Ketua DPD PDIP Bali ini.
Disebutkan, Bali memerlukan manajemen pengelolaan satu pulau, satu pola, dan satu tata kelola dengan kearifan lokalnya dalam wadah NKRI berdasarkan Pancasila 1 Juni 1945 dan UUD 1945. Pengajuan RUU Provinsi Bali ini bukan untuk Otonomi Khusus (Otsus), melainkan terkait dengan pengelolaan alam dan manusia Bali.
"Jadi, kami tidak minta apa-apa. Kami ajukan RUU Provinsi Bali tidak dalam rangka meminta porsi anggaran. Kami tidak mau membebani APBN. Namun, kami berharap Bali diberikan mengelola bantuan pusat secara maksimal dalam bentuk dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) seperti yang sudah berjalan selama ini," katanya.
Koster juga tegaskan RUU Provinsi Bali tetap mengacu UU Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pemda, sehingga tidak akan ada pengambilan kewenangan ke bawah. “Tak akan ada pemindahan kewenangan dari kabupaten/kota ke provinsi. Kami tidak ikut campur kewenangan pengatur pajak hotel dan restoran (PHR) yang dihasilkan di kabupaten/kota," beber mantan anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PDIP tiga kali periode ini.
Terkait devisa pariwisata Bali yang jumlahnya triliunan rupiah, menurut Koster, Bali tidak dalam konteks berebut uang tersebut. Namun, Bali ingin diberikan kewenangan pengelolaan secara maksimal. Termasuk membangun pusat-pusat ekonomi baru, supaya kesejahteraan masyarakat meningkat dan merata. "Selama ini, kita tidak memiliki sumber daya alam selain pariwisata. Ya, kami berharap bisa memak-simalkan pengelolaan hasil pariwisata. Kami tidak meminta uang disini," tegas Koster disambut tepuk tangan hadirin.
Koster juga kembali meyakinkan Baleg DPR RI bahwa Bali punya keunikan dengan keberadaan 1.493 desa adat, yang menjadi benteng adat dan budaya Bali guna menjaga tata kehidupan masyarakat Bali. Dengan keberadaan 1.493 desa adat inilah, Bali jadi unik.
Sementara, Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Atgas, mengatakan RUU Provinsi Bali yang dipaparkan Gubernur Koster sudah sempat didiskusikan dengan Pimpinan Komisi II DPR RI, Arief Wibowo. "Saat ini masih didiskusikan. Tetapi yang paling penting bagi saya adalah dalam upaya mengatasi ketimpangan di Bali, perlu ada regulasi. Pembagian dana perimbangan keuangan daerah juga tidak adil bagi da-erah-daerah yang tak punya sumber daya alam, termasuk Bali,” tandas Supratman.
Supratman menambahkan, RUU Provinsi Bali bisa segera masuk pembahasan, karena sudah masuk daftar RUU Kumulatif Terbuka. "Saya perlu sampaikan Prolegnas itu bisa direvisi setiap tahun. Kalau tidak masuk dalam Prolegnas, bisa masuk RUU Kumulatif Terbuka yang artinya bisa dibahas setiap saat," tegas Supratman.
Sedangkan anggota Baleg DPR RI, Putra Nababan, menyatakan mendukung usulan RUU Provinsi Bali. Alasannya, Bali dengan keunikannya memerlukan sebuah regulasi dalam menjaga daerah ini ke depan. "Bali punya keunikan tersendiri. Keunikan ini mesti dijaga dengan regulasi. Jangan sampai Bali dalam perkembangan pariwisatanya sampa terancam," terang Putra Nababan.
Menurut Putra Nababan, dirinya sudah beberapa kali datang ke Bali. Memang Bali tidak ada duanya di dunia. "Namun, jangan sampai dengan kemajuan pariwisata dan kejar devisa, kearifan lokal Bali malah hilang karena perkembangan global," pintanya.
Sementara itu, Komisi II DPR RI menjanjikan proses cepat untuk membahas RUU Provinsi Bali. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Arief Wibowo, mengatakan dalam ketatanegaraan, suatu daerah memamg harus diatur dengan Undang-undang. Nah, RUU Provinsi Bali bisa disegerakan pembahasannya dengan pendekatan Kumulatif Terbuka, di mana bisa dibahas dan diselesaikan setiap saat, walaupun tidak termak-tub dalam Prolegnas. "Kami akan upayakan secepatnya dibahas RUU Bali ini," janji Arief Wibowo.
Arief Wibowo menyebutkan, RUU dengan kategori Kumulatif Terbuka bisa dibahas dengan beberapa alasan. Pertama, karena kepentingan nasional. Kedua, karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan ada pembentukan Undang-undang baru. Ketiga, adanya pembentukan daerah otonom baru. "Itu bisa masuk kategori RUU Kumulatif Terbuka. Jadi, (RUU Bali) nggak usah nunggu Prolegnas," tegas Arief Wibowo.
Menurut Arif Wibowo, secara legal formil Komisi II DPR RI akan siapkan naskah akademik jika ada pembahasan RUU kategori Kumulatif Terbuka. "Meskipun itu usulan daerah, naskah akademik yang ada dari daerah nanti bisa kami sinkronisasi dengan naskah akademik di DPR RI. Setelah proses pembahasan selesai dan mekanismenya lengkap, maka lanjut dimintakan penomoran ke Presiden," jelas Ketua Badan Saksi Nasional DPP PDIP ini.
Sementara, anggota Baleg DPR RI, Ketut Kariyasa Adnyana, menyebutkan RUU Bali sudah resmi masuk Prolegnas Tahun 2020. Baleg dan Komisi II DPR RI yang menyampaikan usulan dan naskah akademik RUU Bali.
"Jadi, hampir seluruh Alat Kelengkapan Dewan (AKD) yang punya kewenangan sudah mengusulkan. Apalagi, RUU Provinsi Bali ini sudah lengkap dengan naskah akademik. Jadi, tidak ada alasan RUU ini nggak masuk skala prioritas. Apalagi, RUU Bali sudah masuk dalam RUU Kumulatif Terbuka di Komisi II DPR RI," tegas politisi PDIP asal Desa/Kecamatan Busungbiu, Buleleng ini.
Di sisi lain, penyampaian RUU Provinsi Bali di Baleg DPR RI, Jumat kemarin, mendapatkan penguatan dukungan dari anggota DPD RI Dapil bali, AA Gde Agung. Kemarin, Gde Agung yang merupakan satu dari empat anggota DPD RI Dapil Bali datang dan berbicara untuk memperkuat argumentasi dan pemaparan Gubernur Koster.
Gde Agung menyatakan, DPD RI mendukung dan mendesak DPR RI untuk prioritaskan RUU Provinsi Bali. "RUU Provinsi Bali sangat diperlukan Bali dalam upaya menjaga kearifan lokal Bali. Kami bawa dukungan DPD RI yang ditandatangani Pimpinan DPD RI," jelas tokoh Puri Ageng Mengwi, Desa/Kecamatan Mengwi, Badung yang notabene mantan Bupati Badung dua periode (2005-2010, 2010-2015) ini. *nat
1
Komentar