Setahun, Ratusan Pasien Kanker Baru Berobat di RSUP Sanglah
RSUP Sanglah Ingatkan Pentingnya Deteksi Dini Cegah Kanker
Kepala Instalasi Kanker Terpadu RSUP Sanglah, Dr dr I Wayan Sudarsa SpB (K) Onk, mengatakan, dalam satu tahun, ada 200 sampai 300 pasien kanker baru menjalani pengobatan di RSUP Sanglah.
DENPASAR, NusaBali
Untuk mengingatkan kembali pentingnya deteksi dini dan pola hidup sehat, RSUP Sanglah menyelenggarakan senam kanker, talkshow dan musik serangkaian memperingati Hari Kanker Sedunia, di Lapangan RSUP Sanglah.
“Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk mengingatkan kembali baik tenaga kesehatan, dokter, perawat, rumah sakit, pasien dan masyarakat umum, agar kita selalu ingat bahwa kanker itu tetap menjadi masalah kesehatan dunia. Setiap tahun angka kejadiannya selalu meningkat. Walaupun dengan pengobatan yang sudah canggih, angka kematian kanker tetap masih tinggi,” ungkapnya di sela acara.
Hingga saat ini, kanker yang angka kasusnya masih tinggi di RSUP Sanglah antara lain kanker payudara, kanker mulut rahim, kanker nasofaring, kanker paru, dan kanker usus. Cara yang paling efektif untuk menekan pertumbuhan kanker dalam tubuh adalah dengan deteksi dini. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari hal tersebut. Kebanyakan datang ke rumah sakit saat sudah dalam keadaan stadium lanjut, bahkan kanker sudah menyebar ke bagian organ tubuh yang lain. Jika sudah dalam keadaan demikian, pembiayaan pengobatannya menjadi lebih mahal, dan dana BPJS Kesehatan banyak dihabiskan untuk pembiayaan pengobatan kanker.
“Sebenarnya kanker bisa dicegah. Kalau kita bisa temukan sejak awal, pasti bisa disembuhkan. Pengobatannya pasti lebih mudah, lebih murah, dan hasilnya pasti bagus. Sedangkan kalau kankernya kita temukan sudah tingkatan penyakit yang lanjut. Pengobatannya jadi susah, mahal, dan hasilnya tidak ada,” ucapnya.
Menariknya, dr Sudarsa mendapatkan temuan bahwa sebanyak 67 sampai persen penderita kanker terlambat datang ke rumah sakit setelah melakukan pengobatan di luar medis dan semacamnya tidak membuahkan hasil. “Pasien padahal setahun lalu sudah tahu menderita kanker. Stadiumnya mungkin masih awal waktu itu. Tapi karena melakukan berbagai pengobatan di luar medis, dan ternyata tidak mendapat hasil apapun, akhirnya satu tahun kemudian baru datang ke rumah sakit dengan kondisi kanker sudah stadium lanjut. Ini data yang saya dapatkan selama menangani pasien kanker di RSUP Sanglah. Dari 10 penderita, mungkin yang bilang sembuh (setelah pengobatan di luar medis) hanya satu orang. Sedangkan 9 orangnya bilang gak sembuh,” katanya.
dr Sudarsa menambahkan, pemicu kanker sangat banyak. Misalnya faktor gaya hidup, pola makan, infeksi, paparan, polusi, dan lain-lain. Kanker bisa muncul dari bagian tubuh manapun. Berawal dari satu sel normal, kemudian dipicu beberapa faktor, maka sel tersebut bisa berubah menjadi sel kanker. Umumnya kanker dialami pasien berusia lebih tua. Namun saat ini, kata dr Sudarsa, ada kecenderungan kanker dialami oleh manusia bergeser ke usia produktif. Banyak faktor, termasuk perubahan gaya hidup.
Jika tidak dideteksi dini, sel kanker akan terus berkembang. Kanker bukanlah penyakit tidak menular, bukan juga penyakit keturunan. “Faktor keturunan memang ada, tapi tidak selalu. Faktor keturunan kira-kira 5 persen. Kalau ada 100 persen, mungkin 5 orang yang karena faktor keturunan. Faktor keturunan memang ada, tapi ini bukan penyakit keturunan,” tegasnya. *ind
“Tujuan utama dari peringatan ini adalah untuk mengingatkan kembali baik tenaga kesehatan, dokter, perawat, rumah sakit, pasien dan masyarakat umum, agar kita selalu ingat bahwa kanker itu tetap menjadi masalah kesehatan dunia. Setiap tahun angka kejadiannya selalu meningkat. Walaupun dengan pengobatan yang sudah canggih, angka kematian kanker tetap masih tinggi,” ungkapnya di sela acara.
Hingga saat ini, kanker yang angka kasusnya masih tinggi di RSUP Sanglah antara lain kanker payudara, kanker mulut rahim, kanker nasofaring, kanker paru, dan kanker usus. Cara yang paling efektif untuk menekan pertumbuhan kanker dalam tubuh adalah dengan deteksi dini. Sayangnya, masyarakat Indonesia masih belum sepenuhnya menyadari hal tersebut. Kebanyakan datang ke rumah sakit saat sudah dalam keadaan stadium lanjut, bahkan kanker sudah menyebar ke bagian organ tubuh yang lain. Jika sudah dalam keadaan demikian, pembiayaan pengobatannya menjadi lebih mahal, dan dana BPJS Kesehatan banyak dihabiskan untuk pembiayaan pengobatan kanker.
“Sebenarnya kanker bisa dicegah. Kalau kita bisa temukan sejak awal, pasti bisa disembuhkan. Pengobatannya pasti lebih mudah, lebih murah, dan hasilnya pasti bagus. Sedangkan kalau kankernya kita temukan sudah tingkatan penyakit yang lanjut. Pengobatannya jadi susah, mahal, dan hasilnya tidak ada,” ucapnya.
Menariknya, dr Sudarsa mendapatkan temuan bahwa sebanyak 67 sampai persen penderita kanker terlambat datang ke rumah sakit setelah melakukan pengobatan di luar medis dan semacamnya tidak membuahkan hasil. “Pasien padahal setahun lalu sudah tahu menderita kanker. Stadiumnya mungkin masih awal waktu itu. Tapi karena melakukan berbagai pengobatan di luar medis, dan ternyata tidak mendapat hasil apapun, akhirnya satu tahun kemudian baru datang ke rumah sakit dengan kondisi kanker sudah stadium lanjut. Ini data yang saya dapatkan selama menangani pasien kanker di RSUP Sanglah. Dari 10 penderita, mungkin yang bilang sembuh (setelah pengobatan di luar medis) hanya satu orang. Sedangkan 9 orangnya bilang gak sembuh,” katanya.
dr Sudarsa menambahkan, pemicu kanker sangat banyak. Misalnya faktor gaya hidup, pola makan, infeksi, paparan, polusi, dan lain-lain. Kanker bisa muncul dari bagian tubuh manapun. Berawal dari satu sel normal, kemudian dipicu beberapa faktor, maka sel tersebut bisa berubah menjadi sel kanker. Umumnya kanker dialami pasien berusia lebih tua. Namun saat ini, kata dr Sudarsa, ada kecenderungan kanker dialami oleh manusia bergeser ke usia produktif. Banyak faktor, termasuk perubahan gaya hidup.
Jika tidak dideteksi dini, sel kanker akan terus berkembang. Kanker bukanlah penyakit tidak menular, bukan juga penyakit keturunan. “Faktor keturunan memang ada, tapi tidak selalu. Faktor keturunan kira-kira 5 persen. Kalau ada 100 persen, mungkin 5 orang yang karena faktor keturunan. Faktor keturunan memang ada, tapi ini bukan penyakit keturunan,” tegasnya. *ind
1
Komentar