Ngiring Kanjeng Ratu Adil, Pusaka Berdatangan ke Rumahnya
Putu Eka Wiryastuti sudah biasa puasa dan doyan makanan putih sejak usia 23 tahun, Mulanya, seminggu sekali puasa daging hewan berkaki empat, namun sekarang sudah total tidak makan daging
Menjelang masa jabatanannya sebagai Bupati Tabanan periode pertama (2010-2015) berakhir, Agustus 2015 lalu, Eka Wiryastuti mendirikan pasamuan (kamar suci) di kampung halamannya di Banjar Tegeh, Desa Angseri. Pasamuhan itu diberi nama Pasamuan Kanjeng Ratu Adil.
“Setelah ngiring Kanjeng Ratu Adil, banyak pusaka berdatangan dengan sendirinya ke rumah. Salah satunya, Mustika Ratu Adil,” jelas Bupati Tabanan dua kali periode (2010-2015, 2016-2021) ini. Kanjeng Ratu Adil, kata Eka Wiryastuti, menuntun dirinya untuk senantiasa adil terhadap semua orang, terlebih rakyat Tabanan.
Selain mendirikan Pasamuan Ratu Adil di rumah asalnya, Bupati Eka Wiryastuti juga membuat dua unit Pasamuan di Denpasar. Bukan hanya itu, Eka Wiryatuti juga nyungsung Ratu Dalem Ped dan Ratu Ngurah di Jero Subagia (guru spiritualnya).
Sementara itu, Pasamuan Kanjeng Ratu Adil yang dibangun di kampung halamannya di Desa Angseri merupakan kombinasi adat Bali dan Jawa. Kombinasi ini dipengaruhi oleh ayahnya yang keturunan Pasek dan ibundanya yang berasal dari Keraton Solo, Jawa Tengah. Tapel (topeng) dan wayang yang dijadikan ornamen hiasan dinding pun didatangkan khusus dari Jawa. “Saya hunting langsung cari topeng dan wayang itu di Jawa,” ungkap Bupati yang telah meraih belasan penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) berkat sederet kegiatan massalnya ini.
Di tengah kesibukannya sebagai Bupati, mantan Ketua Komisi IV DPRD Tabanan 2009-2010 dari Fraksi PDIP ini selalu menyempatkan diri melakukan perjalanan spiritual untuk sembahyang ke sejumlah pura di Bali dan Jawa. Tak hanya sembahyang, Bupati Eka Wiryastuti juga mulai membantu membangun petilesan dan pura baik di Bali maupun di tanah Jawa.
Salah satunya, Eka Wiryastuti membangun Candi Mojopahit di kawasan Mojokerto, Jawa Timur. “Hal itu saya lakukan sebagai bentuk mohon tuntunan dari leluhur agar diberi sinar suci,” tandas Bupati yang juga Ketua Umum Banteng Muda Indonesia (BMI) Provinsi Bali---organisasi sayap PDIP—ini.
Dalam membangun petilesan atau candi, Eka Wiryastuti berkiblat ke sejarah. Sebab, sejarah seperti lukisan yang harus dipelajari, sehingga bisa mengambil yang bagus dan membuang yang buruk. Membangun candi juga sebagai bentuk penghormatan leluhur yang mengusung kepercayaan Siwa Budha.
Bagi Eka Wiryastuti, Siwa adalah sakti dan Budha bentuk welas asih. “Saya manfaatkan long weekend untuk sembahyang keliling ke sejumlah pura agar pekerjaan sebagai Bupati tidak terganggu,” sebut Bupati penekun spiritual yang duduk sebagai pembina Yayasan Siwa Murthi Bali ini. Sebagai pengagum Bung Karno, Eka Wiryastuti juga rajin nyekar ke makam Presiden RI pertama itu di kawasan Blitar, Jawa Timur.
Eka Wiryastuti tidak memungkiri saat mulai menekuni spiritual dan suka tangkil (menghadap) ke pura-pura di malam hari, dirinya kerap disergap rasa takut. Kadang, bulu kuduknya berdiri mendengar suara aneh hingga melihat penampakan. Tapi, seiring berjalannya waktu, Eka Wiryastuti merasa terbiasa.
Menurut dia, bulu kuduk berdiri, mendengar suara-suara aneh hingga penampakan, merupakan fase pengenalan diri terhadap makhluk-makhluk lain yang ada di bumi ini. “Kita memasuki wilayah mereka (makhluk samar), ya harus hormat dan mengenali mereka,” papar mantan Caleg Srikandi petraih suara terbanyak se-Bali untuk kursi DPRD Kabupaten/Kota di Pileg 2009 ini.
Bupati Eka Wiryastuti mengakui kebiasaannya meditasi dan rajin sembahyang ke sejumlah pura, berpengaruh terhadap keluarganya. Mulai dari ayah, ibu, adik, hingga iparnya kini mulai mengikuti jejak Eka Wiryastuti meditasi dan tangkil ke pura-pura. * k21
“Setelah ngiring Kanjeng Ratu Adil, banyak pusaka berdatangan dengan sendirinya ke rumah. Salah satunya, Mustika Ratu Adil,” jelas Bupati Tabanan dua kali periode (2010-2015, 2016-2021) ini. Kanjeng Ratu Adil, kata Eka Wiryastuti, menuntun dirinya untuk senantiasa adil terhadap semua orang, terlebih rakyat Tabanan.
Selain mendirikan Pasamuan Ratu Adil di rumah asalnya, Bupati Eka Wiryastuti juga membuat dua unit Pasamuan di Denpasar. Bukan hanya itu, Eka Wiryatuti juga nyungsung Ratu Dalem Ped dan Ratu Ngurah di Jero Subagia (guru spiritualnya).
Sementara itu, Pasamuan Kanjeng Ratu Adil yang dibangun di kampung halamannya di Desa Angseri merupakan kombinasi adat Bali dan Jawa. Kombinasi ini dipengaruhi oleh ayahnya yang keturunan Pasek dan ibundanya yang berasal dari Keraton Solo, Jawa Tengah. Tapel (topeng) dan wayang yang dijadikan ornamen hiasan dinding pun didatangkan khusus dari Jawa. “Saya hunting langsung cari topeng dan wayang itu di Jawa,” ungkap Bupati yang telah meraih belasan penghargaan Muri (Museum Rekor Indonesia) berkat sederet kegiatan massalnya ini.
Di tengah kesibukannya sebagai Bupati, mantan Ketua Komisi IV DPRD Tabanan 2009-2010 dari Fraksi PDIP ini selalu menyempatkan diri melakukan perjalanan spiritual untuk sembahyang ke sejumlah pura di Bali dan Jawa. Tak hanya sembahyang, Bupati Eka Wiryastuti juga mulai membantu membangun petilesan dan pura baik di Bali maupun di tanah Jawa.
Salah satunya, Eka Wiryastuti membangun Candi Mojopahit di kawasan Mojokerto, Jawa Timur. “Hal itu saya lakukan sebagai bentuk mohon tuntunan dari leluhur agar diberi sinar suci,” tandas Bupati yang juga Ketua Umum Banteng Muda Indonesia (BMI) Provinsi Bali---organisasi sayap PDIP—ini.
Dalam membangun petilesan atau candi, Eka Wiryastuti berkiblat ke sejarah. Sebab, sejarah seperti lukisan yang harus dipelajari, sehingga bisa mengambil yang bagus dan membuang yang buruk. Membangun candi juga sebagai bentuk penghormatan leluhur yang mengusung kepercayaan Siwa Budha.
Bagi Eka Wiryastuti, Siwa adalah sakti dan Budha bentuk welas asih. “Saya manfaatkan long weekend untuk sembahyang keliling ke sejumlah pura agar pekerjaan sebagai Bupati tidak terganggu,” sebut Bupati penekun spiritual yang duduk sebagai pembina Yayasan Siwa Murthi Bali ini. Sebagai pengagum Bung Karno, Eka Wiryastuti juga rajin nyekar ke makam Presiden RI pertama itu di kawasan Blitar, Jawa Timur.
Eka Wiryastuti tidak memungkiri saat mulai menekuni spiritual dan suka tangkil (menghadap) ke pura-pura di malam hari, dirinya kerap disergap rasa takut. Kadang, bulu kuduknya berdiri mendengar suara aneh hingga melihat penampakan. Tapi, seiring berjalannya waktu, Eka Wiryastuti merasa terbiasa.
Menurut dia, bulu kuduk berdiri, mendengar suara-suara aneh hingga penampakan, merupakan fase pengenalan diri terhadap makhluk-makhluk lain yang ada di bumi ini. “Kita memasuki wilayah mereka (makhluk samar), ya harus hormat dan mengenali mereka,” papar mantan Caleg Srikandi petraih suara terbanyak se-Bali untuk kursi DPRD Kabupaten/Kota di Pileg 2009 ini.
Bupati Eka Wiryastuti mengakui kebiasaannya meditasi dan rajin sembahyang ke sejumlah pura, berpengaruh terhadap keluarganya. Mulai dari ayah, ibu, adik, hingga iparnya kini mulai mengikuti jejak Eka Wiryastuti meditasi dan tangkil ke pura-pura. * k21
1
2
Komentar