Desa Adat Kubutambahan Dibackup Pemprov
Selesaikan Persoalan Pelik Lahan Bandara Baru Bali Utara
Desa Adat Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Buleleng akhirnya sepakat menyelesaikan persoalan tanah druen Pura Desa untuk kepentingan pembangunan Bandara Baru Bali Utara.
SINGARAJA, NusaBali
Langkah Desa Adat Kubutambahan ini diambil setelah Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng berjanji membackup penuh upaya penyelesa¬ian masalah tanah tersebut.
Kesepakatan ini menjadi salah satu keputusan dalam Paruman Desa Adat di Pura Desa Adat Kubutambahan, Senin (10/2) sore. Paruman berlangsung tertutup sejak sore pukul 15.30 Wita hingga malam pukul 19.00 Wita. Selama paruman berlang¬sung, pecalang berjaga di pintu jaba Pura Desa Adat Kubutambahan. Kalangan media tidak diizinkan masuk.
Paruman kemarin sore menghadirkan Prajuru Adat Kubutambahan, Desa Linggih yang berjumlah seki¬tar 40 orang, serta jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Dari Pemprov Bali, hadir Kepala UPTD Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) Badan Penge¬lola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Ketut Nayaka. Sedangkan dari Pemkab Buleleng, hadir Wakil Bupati Nyoman Sutjidra dan Kepala Dinas Per¬hubungan, Ge¬de Gunawan AP. Pihak konsorsium juga hadir dalam paruman di Pu¬ra Desa Adat Kubutambahan tersebut.
Bocoran yang diperoleh NusaBali, tanah druen Pura Desa Adat Kubutambahan yang bakal dijadikan lokasi pembangunan Bandara Baru Bali Utara memang me¬nyi¬mpan persoalan pelik. Ternyata, tanah seluas 370 hektare tersebut tidak hanya disewakan kepada PT Pinang Propertindo selama 90 tahun, dengan hak perpanja¬ng¬an tanpa ba¬tas. Namun, sudah ada yang dijaminkan di bank, termasuk dipindah¬tangkan ke¬pada pihak lain.
Desa Adat Kubutambahan sendiri memiliki tanah druen pura sekitar 370 hektare, yang berlokasi di dua banjar, yakni Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel. Tanah tersebut telah disewakan kepada PT Pinang Propertindo yang bera¬la¬mat di Jakarta dengan status hak guna bangunan (HGB) sejak tahun 1991 silam. Konon, PT Pinang Propertindo mengontrak dengan sewa sebesar Rp 300 meter per¬segi selama 90 tahun, dengan hak perpanjangan tanpa batas.
Peliknya lagi, dari 370 hektare itu, sekitar 198 hektare sudah dibebani hak tanggu¬ng¬an di Bank Tabungan Negara (BTN). Dari jumlah itu, 67 hektare sudah dijamin¬kan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) BUMN dan 25,45 hektare su¬dah beralih kepemilikan kepada pihak lain.
Bukan hanya itu. Menurut sumber NusaBali, seluas 144 hektare kini sedang dimo¬hon¬kan hak tanggungan oleh PT Pinang Propertindo kepada Kantor Pertanahan Ne¬gara (BPN) Buleleng dan Kanwil BPN Bali. “Persoalan inilah yang kini harus dise¬lesaikan,” sumber tersebut.
Sementara itu, dalam Paruman Desa Adat Kubutambahan kemarin sore, diputuskan persoalan tanah druen pura tersebut akan diselesaikan oleh Desa Adat Kubutam¬ba¬h¬an. Langkah Desa Adat Kubutambahan ini akan dibackup penuh oleh Pemprov Ba¬li dan Pemkab Buleleng.
Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, mengatakan pada inti¬nya krama adat sudah bulat mendukung terwujudnya Bandara Baru Bali Utara de¬ngan memanfaatkan tanah druen pura. Nah, karena ini terkait kemung¬ki¬nan proses hukum dengan pihak ketiga (menyewa tanah), maka perlu ada mediator dalam pe¬nye¬lesaian legalitas yang ada.
“Langkah apa yang kami ambil nanti, kami serahkan kepada tim yang difasilitasi oleh provinsi dan kabupaten. Artinya, kami menunggu, kami akan mengikuti arah¬an dari provinsi dan kabupaten,” terang Jero Pasek Warkadea saat dicegat NusaBali seusai paruman adat, tadi malam.
Sayangnya, Kepala UPTD Pengelolaan BMD, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali, Ketut Nayaka, enggan berkomentar saat di¬ce¬gat NusaBali. “Saya no comment dulu,” elak Ketut Nyaka sembari bergegas me¬nu¬ju mobil dinas¬nya.
Sedangkan Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, menyatakan sikap Desa Adat Kubutambahan dalam penyelesaian tanah druen pura nantinya akan didukung oleh Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Hanya saja, biaya yang timbul sebagai akibat penyelesaian sewa dengan pemegang HGB PT Pinang Propertindo, sampai saat ini belum dibahas.
“Belum…, belum, ini baru menyamakan persepsi saja. Intinya, seluruh krama Desa Adat Kubutambahan sudah guyub dan mendukung penuh penyelesaian lahan untuk pembangunan Bandara Baru Bali Utara. Jangan ditarik-tarik lagi, ini untuk kepen¬tingan masyarakat semua,” tandas Sujidra. *k19
Kesepakatan ini menjadi salah satu keputusan dalam Paruman Desa Adat di Pura Desa Adat Kubutambahan, Senin (10/2) sore. Paruman berlangsung tertutup sejak sore pukul 15.30 Wita hingga malam pukul 19.00 Wita. Selama paruman berlang¬sung, pecalang berjaga di pintu jaba Pura Desa Adat Kubutambahan. Kalangan media tidak diizinkan masuk.
Paruman kemarin sore menghadirkan Prajuru Adat Kubutambahan, Desa Linggih yang berjumlah seki¬tar 40 orang, serta jajaran Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Dari Pemprov Bali, hadir Kepala UPTD Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) Badan Penge¬lola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Ketut Nayaka. Sedangkan dari Pemkab Buleleng, hadir Wakil Bupati Nyoman Sutjidra dan Kepala Dinas Per¬hubungan, Ge¬de Gunawan AP. Pihak konsorsium juga hadir dalam paruman di Pu¬ra Desa Adat Kubutambahan tersebut.
Bocoran yang diperoleh NusaBali, tanah druen Pura Desa Adat Kubutambahan yang bakal dijadikan lokasi pembangunan Bandara Baru Bali Utara memang me¬nyi¬mpan persoalan pelik. Ternyata, tanah seluas 370 hektare tersebut tidak hanya disewakan kepada PT Pinang Propertindo selama 90 tahun, dengan hak perpanja¬ng¬an tanpa ba¬tas. Namun, sudah ada yang dijaminkan di bank, termasuk dipindah¬tangkan ke¬pada pihak lain.
Desa Adat Kubutambahan sendiri memiliki tanah druen pura sekitar 370 hektare, yang berlokasi di dua banjar, yakni Banjar Adat Kubuanyar dan Banjar Adat Tukad Ampel. Tanah tersebut telah disewakan kepada PT Pinang Propertindo yang bera¬la¬mat di Jakarta dengan status hak guna bangunan (HGB) sejak tahun 1991 silam. Konon, PT Pinang Propertindo mengontrak dengan sewa sebesar Rp 300 meter per¬segi selama 90 tahun, dengan hak perpanjangan tanpa batas.
Peliknya lagi, dari 370 hektare itu, sekitar 198 hektare sudah dibebani hak tanggu¬ng¬an di Bank Tabungan Negara (BTN). Dari jumlah itu, 67 hektare sudah dijamin¬kan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) BUMN dan 25,45 hektare su¬dah beralih kepemilikan kepada pihak lain.
Bukan hanya itu. Menurut sumber NusaBali, seluas 144 hektare kini sedang dimo¬hon¬kan hak tanggungan oleh PT Pinang Propertindo kepada Kantor Pertanahan Ne¬gara (BPN) Buleleng dan Kanwil BPN Bali. “Persoalan inilah yang kini harus dise¬lesaikan,” sumber tersebut.
Sementara itu, dalam Paruman Desa Adat Kubutambahan kemarin sore, diputuskan persoalan tanah druen pura tersebut akan diselesaikan oleh Desa Adat Kubutam¬ba¬h¬an. Langkah Desa Adat Kubutambahan ini akan dibackup penuh oleh Pemprov Ba¬li dan Pemkab Buleleng.
Bendesa Adat Kubutambahan, Jero Pasek Ketut Warkadea, mengatakan pada inti¬nya krama adat sudah bulat mendukung terwujudnya Bandara Baru Bali Utara de¬ngan memanfaatkan tanah druen pura. Nah, karena ini terkait kemung¬ki¬nan proses hukum dengan pihak ketiga (menyewa tanah), maka perlu ada mediator dalam pe¬nye¬lesaian legalitas yang ada.
“Langkah apa yang kami ambil nanti, kami serahkan kepada tim yang difasilitasi oleh provinsi dan kabupaten. Artinya, kami menunggu, kami akan mengikuti arah¬an dari provinsi dan kabupaten,” terang Jero Pasek Warkadea saat dicegat NusaBali seusai paruman adat, tadi malam.
Sayangnya, Kepala UPTD Pengelolaan BMD, Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Bali, Ketut Nayaka, enggan berkomentar saat di¬ce¬gat NusaBali. “Saya no comment dulu,” elak Ketut Nyaka sembari bergegas me¬nu¬ju mobil dinas¬nya.
Sedangkan Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra, menyatakan sikap Desa Adat Kubutambahan dalam penyelesaian tanah druen pura nantinya akan didukung oleh Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng. Hanya saja, biaya yang timbul sebagai akibat penyelesaian sewa dengan pemegang HGB PT Pinang Propertindo, sampai saat ini belum dibahas.
“Belum…, belum, ini baru menyamakan persepsi saja. Intinya, seluruh krama Desa Adat Kubutambahan sudah guyub dan mendukung penuh penyelesaian lahan untuk pembangunan Bandara Baru Bali Utara. Jangan ditarik-tarik lagi, ini untuk kepen¬tingan masyarakat semua,” tandas Sujidra. *k19
1
Komentar