Sembilan Tahun Revolusi Industri 4.0 dan Agitasi Society 5.0 di Pulau Bali
“2011, para ahli bidang teknologi di Jerman berkumpul di acara Hannover Trade Fair dan memaparkan bahwa industri saat ini telah memasuki inovasi baru, dimana proses produksi mulai berubah pesat. Pemerintah Jerman menganggap serius gagasan ini dan di tahun 2015 Angella Markel (Kanselir Jerman) mengenalkan gagasan Revolusi Industri 4.0 di acara World Economic Forum”.
Pemerhati Teknologi dan Budaya
Sembilan tahun telah berlalu, fenomena revolusi industri 4.0 merupakan kolaborasi teknologi siber dan teknologi otomatisasi dimana konsep otomatisasi merupakan teknologi tanpa tenaga manusia dalam pengaplikasiannya dengan harapan instrumen dari revolusi industri 4.0 dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Bagi sebagian orang, istilah revolusi industri 4.0 masih sangat awam dan tidak mafhum seperti, Internet of things, Big Data, Augmented Reality, Cyber Security, Artificial Intelligence, Additive Manufacturing.
Dari namanya saja revolusi industri 4.0 dimana perubahan yang terjadi sangat cepat khususnya dalam dunia industri yang tentunya akan sangat berdampak pada manusia dan lingkungannya. Inovasi dari Revolusi industri 4.0 menciptakan usaha baru yang tentu saja konsekuensinya adalah para tenaga kerja/buruh yang akan menjadi korban (PHK) pertamanya, sumber daya manusia tersebut akan tereliminasi oleh otomatisasi.
Kenyataannya revolusi industri hanya diketahui oleh kalangan tertentu saja, dan dipahami oleh segelintir orang. walaupun begitu, apa yang dilakukan dan instrumen yang digunakan sebagian orang sebenarnya sudah dalam siklus revolusi industri 4.0 dan dampaknya nyata dan menerobos budaya lama. Potensi degradasi umat manusia atas superiornya revolusi industri 4.0 memberikan dampak yang cukup serius. menyadari hal tersebut, lahirlah konsep Society 5.0 yang digagas Jepang sebagai solusi dalam menyikapi revolusi industri 4.0 yang dimana teknologi dan internet terintegrasi dalam ruang maya secara otomatisasi menyikapi respon manusia. Konsep revolusi industri 4.0 dan society 5.0 sebenarnya tidaklah berbeda jauh, yang dimana revolusi industri 4.0 lebih menekankan kepada kecerdasan buatan sedangkan society 5.0 lebih menekankan kepada komponen manusia sebagai pengguna.
Inovasi dan gagasan yang lahir dari negara maju menjadi tugas berat bagi negara berkembang walaupun begitu bukan berarti tidak bisa terealisasikan. sembilan tahun dari dikenalkannya revolusi industri 4.0 sedikit banyaknya merubah wajah tatanan ekonomi sosial dan budaya. Menurut J.S Guy Pesatnya inovasi teknologi telah merubah perilaku dan gaya hidup individu yang kemudian terakumulasi menjadi budaya digital. Indonesia masuk dalam jajaran kedua di dunia atas Kejahatan digital (cybercrime) yang terus meningkat seperti cyberbullying, cyberporn, dan maraknya akun palsu. Bali sebagai destinasi wisata perlu adanya pemahaman bagaimana kejahatan digital itu terjadi dan bagaimana caranya dalam mengantisipasi hal tersebut. Semakin diminatinya e-wallet oleh kaum milenial dalam berbagai transaksi, selain praktis terdapat juga promo/diskon menarik yang tidak bisa ditemukan dalam transaksi tradisional.
Penerapan teknologi juga merambah ke ranah budaya bali salah satunya penggunaan aplikasi pengiriman pesan lintas platform pada teknologi gawai cerdas memberikan kemudahan dalam berinteraksi menyampaikan informasi terkait adat yang biasanya pemberitahuan segala informasi terkait adat istiadat setempat lebih cepat disalurkan melalui media tersebut. teknologi menjadi solusi awal dalam penyebaran informasi tetapi tugas dan fungsi manusia bali yang terikat akan adat dan budayanya terus berlanjut, itu berarti Bali sudah menerapkan siklus revolusi industri 4.0 dan siap menerima agitasi dari society 5.0. Anehnya banyak pejabat yang latah menggunakan istilah revolusi industri 4.0 hanya sebagai ajang pamer padahal bukti konkrit penerapan dalam kebijakannya masih tradisional. *
1
Komentar