Dinsos Bali Sebut Pengawasan Panti Asuhan Tidak Bagus
Pasca Kasus Pencabulan oleh Pengelola terhadap Anak Asuhnya
Dinas Sosial Bali bersama Komisi Perlindungan Perempuan dan Anak (KPPAD) Provinsi Bali turun ke panti asuhan di wilayah Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Kamis (13/2), menyusul kasus pengelola panti, RS, 37, mencabuli anak asuhnya, CDL, 17.
TABANAN, NusaBali
Dari hasil pengecekan itu, Dinas Sosial Bali menilai pengawasan dan pengelolaan tidak bagus. Di samping itu panti asuhan yang cabangnya juga ada di Jembrana dan berpusat di Cianjur, Jawa Barat, ini baru berkomunikasi intens dengan Dinas Sosial Tabanan terkait keberadaan panti tersebut setelah kejadian.
“Kesimpulannya, pengawasan dan pengelolaan tidak bagus. Dalam artian mengatur anak asuh belum bagus. Minimal kayak asrama, diawasi jam tidur dan lain-lain sehingga tidak terjadi hal begini (pencabulan),” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Made Mahendra.
Selain itu, menurut Dewa Mahendra, dari hasil pengecekan ke lapangan, izin yang dimiliki panti asuhan tersebut akan dikaji. Apalagi dari yayasan berencana mengganti struktur organisasi panti asuhan, lantaran pengelola sebelumnya adalah pelaku pencabulan, RS.
“Kita akan kaji lagi ulang. Selama proses pengkajian izin operasional, panti asuhan tetap jalan. Kita tunggu pengajuannya,” tegas Dewa Mahendra.
Dewa Mahendra menyebutkan berdasarkan hasil komunikasi dengan pengelola panti asuhan, saat ini mengasuh anak asuh sebanyak 12 orang, kemudian di luar panti 9 orang, karena ada anak asuh yang diasuh di luar panti namun tinggal dengan orangtuanya.
Bahkan dilihat dari izinnya, panti asuhan baru berdiri tahun 2019. Sedangkan korban CDL sudah tingal di panti asuhan itu sejak 2014. “Ini berdirinya kapan, mengajukan (izin) kapan. Makanya (izin) akan saya tinjau. Dan dalam pengkajian ini pasti lihat ada pertimbangan-pertimbangan lain. Pertimbangan bukan dari saya saja, tetapi dari kabupaten juga. Saya juga akan sampaikan kepada Dinas Sosial Tabanan,” tutur Dewa Mahendra.
Dia berharap kejadian serupa tak terulang kembali. Kalau memang niatnya membantu orang yang sifatnya kemanusiaan, harusnya betul-betul dilakukan. “Ini pagar makan tanaman. Harapan kita jangan sampai terjadi seperti ini, sampai menimbulkan kerugian kepada korban. Dan pemerintah, kami (di Provinsi Bali, Red) dan pemerintah Tabanan harus tetap mengawasi secara intensif,” tegas Dewa Mahendra.
Sementara itu, Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali Anak Agung Sagung Ani Asmoro, mengatakan korban sudah diberikan pendampingan. Anak ini juga perlu didampingi psikolog. “Kita sifatnya melakukan pengawasan bagaimana proses di pengadilan apa sudah sesuai prosedur,” imbuhnya. Sementara itu petugas panti saat dimintai konfirmasi menolak untuk diwawancara.
Dari sisi kepolisian, pelaku RS sudah dinyatakan sebagai tersangka. Sementara korban sudah dititip di Yayasan Gayatri. “Pelaku sudah menjadi tersangka, namun kami masih terus dalami kasus,” ujar Kasat Reskrim Polres Tabanan AKP I Made Prama Setia.
Menurutnya dari hasil pengembangan kasus, sesuai keterangan korban memang ada indikasi sebelumnya korban hamil. Namun karena masih anak-anak, informasi itu masih perlu pelan-pelan digali terkait dengan fakta sesungguhnya.
Pantauan di lokasi, panti asuhan tersebut di bagian pintu rumah tertempel izin operasional dan IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) yang dikeluarkan Dinas Sosial Tabanan tertanggal 28 Maret 2019.
Lalu tertempel juga Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Panti Asuhan yang bersangkutan.
Dan terakhir tertempel juga surat keterangan domisili dari Perbekel Desa Banjar Anyar terkait keberadaan panti asuhan itu tertanggal 23 November 2018. *des
“Kesimpulannya, pengawasan dan pengelolaan tidak bagus. Dalam artian mengatur anak asuh belum bagus. Minimal kayak asrama, diawasi jam tidur dan lain-lain sehingga tidak terjadi hal begini (pencabulan),” kata Kepala Dinas Sosial Provinsi Bali Dewa Made Mahendra.
Selain itu, menurut Dewa Mahendra, dari hasil pengecekan ke lapangan, izin yang dimiliki panti asuhan tersebut akan dikaji. Apalagi dari yayasan berencana mengganti struktur organisasi panti asuhan, lantaran pengelola sebelumnya adalah pelaku pencabulan, RS.
“Kita akan kaji lagi ulang. Selama proses pengkajian izin operasional, panti asuhan tetap jalan. Kita tunggu pengajuannya,” tegas Dewa Mahendra.
Dewa Mahendra menyebutkan berdasarkan hasil komunikasi dengan pengelola panti asuhan, saat ini mengasuh anak asuh sebanyak 12 orang, kemudian di luar panti 9 orang, karena ada anak asuh yang diasuh di luar panti namun tinggal dengan orangtuanya.
Bahkan dilihat dari izinnya, panti asuhan baru berdiri tahun 2019. Sedangkan korban CDL sudah tingal di panti asuhan itu sejak 2014. “Ini berdirinya kapan, mengajukan (izin) kapan. Makanya (izin) akan saya tinjau. Dan dalam pengkajian ini pasti lihat ada pertimbangan-pertimbangan lain. Pertimbangan bukan dari saya saja, tetapi dari kabupaten juga. Saya juga akan sampaikan kepada Dinas Sosial Tabanan,” tutur Dewa Mahendra.
Dia berharap kejadian serupa tak terulang kembali. Kalau memang niatnya membantu orang yang sifatnya kemanusiaan, harusnya betul-betul dilakukan. “Ini pagar makan tanaman. Harapan kita jangan sampai terjadi seperti ini, sampai menimbulkan kerugian kepada korban. Dan pemerintah, kami (di Provinsi Bali, Red) dan pemerintah Tabanan harus tetap mengawasi secara intensif,” tegas Dewa Mahendra.
Sementara itu, Ketua Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali Anak Agung Sagung Ani Asmoro, mengatakan korban sudah diberikan pendampingan. Anak ini juga perlu didampingi psikolog. “Kita sifatnya melakukan pengawasan bagaimana proses di pengadilan apa sudah sesuai prosedur,” imbuhnya. Sementara itu petugas panti saat dimintai konfirmasi menolak untuk diwawancara.
Dari sisi kepolisian, pelaku RS sudah dinyatakan sebagai tersangka. Sementara korban sudah dititip di Yayasan Gayatri. “Pelaku sudah menjadi tersangka, namun kami masih terus dalami kasus,” ujar Kasat Reskrim Polres Tabanan AKP I Made Prama Setia.
Menurutnya dari hasil pengembangan kasus, sesuai keterangan korban memang ada indikasi sebelumnya korban hamil. Namun karena masih anak-anak, informasi itu masih perlu pelan-pelan digali terkait dengan fakta sesungguhnya.
Pantauan di lokasi, panti asuhan tersebut di bagian pintu rumah tertempel izin operasional dan IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor) yang dikeluarkan Dinas Sosial Tabanan tertanggal 28 Maret 2019.
Lalu tertempel juga Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Panti Asuhan yang bersangkutan.
Dan terakhir tertempel juga surat keterangan domisili dari Perbekel Desa Banjar Anyar terkait keberadaan panti asuhan itu tertanggal 23 November 2018. *des
1
Komentar