Upaya Hukum Kandas, Kantor Desa Pengelatan Terancam Dieksekusi
Segala upaya hukum sudah dilakukan, kini pembahasan mencari solusi terbaik akan dilakukan selepas Hari Raya Kuningan.
SINGARAJA, NusaBali
Warga Desa Pengelatan, Kecamatan Buleleng, kini terancam tidak memiliki kantor desa. Karena upaya Peninjauan Kembali (PK), dalam sengkata lahan kantor desa ditolak oleh Mahkamah Agung (MA). Sengketa lahan Kantor Desa Pengelatan berawal dari munculnya gugatan dari keluarga Nengah Koyan ke Pengadilan Negeri (PN) Singaraja pada Februari 2017. Nengah Koyan mengklaim lahan kantor desa yang berlokasi di Banjar Dinas Kajanan, adalah lahan hak miliknya, sesuai bukti kepemilikan sertifikat No 113 yang terbit tahun 1982. Dalam sertifikat itu, luas tanah milik Nengah Koyan keseluruhan tercatat 19 are, namun sekitar 3 are dimanfaatkan sebagai areal Kantor Desa Pengelatan.
Atas penguasaan lahan itu, keluarga Nengah Koyan menggugat para pihak, mulai dari Kepala Desa Pengelatan, Camat Buleleng, Bupati Buleleng, Gubernur Bali hingga Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Nilai gugatan diajukan sebesar Rp 1.670.000.000. Dalam sengketa itu, keluarga Nengah Koyan selaku penggugat menang di tingkat PN Singaraja hingga proses hukum berlanjut ke tingkat MA. Kemudian pihak desa mengajukan PK dengan melampirkan bukti-bukti baru. Informasinya, ternyata PK yang diajukan pihak desa ditolak oleh MA. Salinan putusan MA atas PK tersebut sudah terbit bulan November 2019 lalu.
Perbekel Pengelatan, Nyoman Budarsa dikonfirmasi Minggu (23/2/2020) membenarkan bila upaya hukum yang ditempuh melalui PK tidak membuahkan hasil. Namun, pihaknya bersama para tokoh masyarakat tetap berusaha mencari jalan keluar yang terbaik demi kepentingan masyarakat luas. “Mungkin desa kami nasibnya belum beruntung, mudah-mudahan nanti ada jalan keluar, karena kami sudah berkoordinasi dengan para tokoh termasuk dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten,” katanya.
Perbekel dua periode ini menegaskan, pihak desa tetap merasa tidak mendapat keadilan dalam sengketa tersebut. Karena pensertifikatan lahan kantor desa dilakukan setelah kantor desa berdiri cukup lama. Karena itu, persoalan tersebut sudah dikoordinasikan dengan pihak kecamatan dan pemerintah kabupaten. “Kami sebagai warga tetap menghormati putusan hakim, tetapi kami tetap merasa tidak mendapat keadilan, karena lahan itu sebelum disertifikatkan di tahun 1982, sedangkan di lahan itu sudah berdiri kantor desa sejak tahun 1966,” terang Budarsa.
Sementara, Camat Buleleng, Gede Dody Sukma Aktiva Askara dikonfirmasi terpisah mengaku sudah membahas persoalan sengketa lahan Kantor Desa Pengelatan. Rencananya, pembahasan akan dilanjutkan di Pemkab Buleleng. “Setelah Hari Raya Kuningan ini, akan ada pembahasan lanjutan di Pemkab Buleleng,” katanya singkat. *k19
Atas penguasaan lahan itu, keluarga Nengah Koyan menggugat para pihak, mulai dari Kepala Desa Pengelatan, Camat Buleleng, Bupati Buleleng, Gubernur Bali hingga Menteri Dalam Negeri (Mendagri). Nilai gugatan diajukan sebesar Rp 1.670.000.000. Dalam sengketa itu, keluarga Nengah Koyan selaku penggugat menang di tingkat PN Singaraja hingga proses hukum berlanjut ke tingkat MA. Kemudian pihak desa mengajukan PK dengan melampirkan bukti-bukti baru. Informasinya, ternyata PK yang diajukan pihak desa ditolak oleh MA. Salinan putusan MA atas PK tersebut sudah terbit bulan November 2019 lalu.
Perbekel Pengelatan, Nyoman Budarsa dikonfirmasi Minggu (23/2/2020) membenarkan bila upaya hukum yang ditempuh melalui PK tidak membuahkan hasil. Namun, pihaknya bersama para tokoh masyarakat tetap berusaha mencari jalan keluar yang terbaik demi kepentingan masyarakat luas. “Mungkin desa kami nasibnya belum beruntung, mudah-mudahan nanti ada jalan keluar, karena kami sudah berkoordinasi dengan para tokoh termasuk dengan pemerintah kecamatan dan kabupaten,” katanya.
Perbekel dua periode ini menegaskan, pihak desa tetap merasa tidak mendapat keadilan dalam sengketa tersebut. Karena pensertifikatan lahan kantor desa dilakukan setelah kantor desa berdiri cukup lama. Karena itu, persoalan tersebut sudah dikoordinasikan dengan pihak kecamatan dan pemerintah kabupaten. “Kami sebagai warga tetap menghormati putusan hakim, tetapi kami tetap merasa tidak mendapat keadilan, karena lahan itu sebelum disertifikatkan di tahun 1982, sedangkan di lahan itu sudah berdiri kantor desa sejak tahun 1966,” terang Budarsa.
Sementara, Camat Buleleng, Gede Dody Sukma Aktiva Askara dikonfirmasi terpisah mengaku sudah membahas persoalan sengketa lahan Kantor Desa Pengelatan. Rencananya, pembahasan akan dilanjutkan di Pemkab Buleleng. “Setelah Hari Raya Kuningan ini, akan ada pembahasan lanjutan di Pemkab Buleleng,” katanya singkat. *k19
Komentar