Lomba Baligrafi, Seni Merangkai Aksara Jadi Karya Lukis
Kegiatan Tim Pengabdian Masyarakat Unmas di Desa Sembung, Mengwi
Ada yang menarik dari pelaksanaan Bulan Bahasa Bali Tahun 2020. Lukisan ‘berbahan dasar’ aksara Bali atau Baligrafi dilombakan dalam kegiatan tersebut.
DENPASAR, NusaBali
Seni melukis indah itu digelar di Lantai Bawah Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, Jumat (21/2).
Di antara semua peserta masing-masing kabupaten/kota yang hadir, hanya ada satu orang peserta perempuan. Dialah Ida Ayu Putu Wulan Damayanti, 17, perwakilan dari kabupaten Badung. Remaja asal Banjar Ulapan I, Desa Blahkiuh, Abiansemal, Badung itu tampil percaya diri. Meski dirinya perempuan seorang diri, nyatanya Wulan berhasil mengalahkan para pesaingnya. Dia justru yang merebut juara I dalam perlombaan tersebut.
Adapun juara II diraih oleh Ketut Teguh Mahardika dari Buleleng, dan juara III diraih Ida Bagus Mas Putra Rahditya dari Gianyar. Wulan yang masih sangat pemula dalam hal Baligrafi, merasa tidak percaya namun juga bangga dalam hati. Padahal, dia baru menyukai Baligrafi sejak sebulan yang lalu. “Saya menyukai Baligrafi itu baru-baru ini. Itu pun karena diajak. Asyik aja sih rasanya pas menggambarnya, walau tingkat kesulitannya tinggi,” tuturnya.
Siswa SMAN 1 Abiansemal Badung itu melanjutkan, dia melatih membuat Baligrafi hampir setiap hari. Hal itu dimaksudkan untuk agar tulisannya tidak kaku dan semakin terlatih. Selain itu, agar dia bisa mengasah penjiwaan, sehingga mendapatkan penjiwaan yang bisa membuat karyanya metaksu. “Saya latihannya setiap hari, tapi cuma pas malam-malamnya saja,” ceritanya, sembari mengatakan kalau minatnya lebih dominan ke seni tari.
Wulan dilatih khusus oleh ayahnya, Ida Bagus Lawa Bergawa. Kebetulan, sang ayah ahli dalam menulis prasi. Adapun lukisan Baligrafi yang dibuat Wulan menggunakan Dwi Aksara: Ang dan Ah. Gambar tersebut menjelaskan tentang kehidupan dan kematian. Pesan yang bisa ditangkap adalah memuliakan aksara, dan tidak sembarangan menggunakan ataupun meletakannya. Menurut sang ayah, butuh kesabaran dalam melatih sang anak. Apalagi baru menyukai seni lukis jenis ini. “Memang mengajarkan karya seperti ini (Baligrafi, red) butuh kesabaran. Tidak bisa dipaksa, mengajarinya harus dengan cara yang lembut,” kata IB Bergawa.
Salah satu juri lomba Baligrafi, Drs I Wayan Gulendra MSn mengatakan, secara keseluruhan karya para peserta cukup bagus. Namun menurutnya, karya peserta malah terkesan seperti karya lukis biasa, masih belum terfokus pada aksara yang menjadi dasar dalam membuat karya Baligrafi. “Fokus anak-anak ini masih belum pada aksaranya. Ada beberapa yang bagus, tetapi bukan terfokus pada aksaranya. Malah jadi lukisan biasa karena aksaranya belum menonjol,” jelasnya.
Dosen Seni Rupa Murni ISI Denpasar ini mengungkapkan, Baligrafi menekankan pada aksara yang diekspresikan secara akustik dan artistik, namun tidak kehilangan makna dari aksara itu sendiri. Menurutnya, untuk lomba-lomba Baligrafi selanjutnya, para peserta perlu mendapatkan pembinaan intensif serta pemahaman Baligrafi secara utuh, sehingga karya yang dilombakan benar-benar mencirikan Baligrafi.
“Mungkin karena baru pertama kali. Perlu pembinaan lebih lanjut. Kalau orientasinya pelestarian, menulis aksara Bali ini harus lebih sering digalakkan. Sebab selama ini seakan-akan tulisan Bali terlupakan oleh anak-anak. Banyak anak-anak kita yang tidak bisa menulis Bali. Aksara Bali ini sebagai warisan budaya, dan sebagai sumber-sumber pengetahuan yang ada di Bali,” pungkasnya.
Kepala Seksi Inventaris dan Pemeliharaan Dokumentasi Budaya Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Made Mahesa Yuma Putra mengatakan, lomba Baligrafi yang baru pertama kali digelar ini merupakan upaya kreatif dalam ‘mengolah’ aksara menjadi suatu karya seni yang indah dan bermakna. Terbukti, seluruh karya yang ditampilkan kemarin sangat artistik dan berfilsafat. “Bali kaya akan kebudayaan, termasuk salah satunya aksara. Nah, aksara ini ternyata bisa dirangkai menjadi sesuatu yang indah dan memiliki suatu makna. Baligrafi ini adalah lukisan yang dasarnya adalah aksara dan sastra Bali,” ungkapnya.
Dari beragam sumber mengatakan, Baligrafi sendiri muncul sekitar tahun 2013. Inisiator dari istilah Baligrafi ini adalah maestro seni lukis I Nyoman Gunarsa dkk. Penekanan Baligrafi adalah keindahan penulisan Aksara Bali yang bermakna. Menurut Mahesa, di samping melestarikan aksara, lomba Baligrafi yang digelar kali ini sekaligus memberikan nilai sastra secara tidak langsung kepada generasi muda serta siapapun yang melihatnya. “Dengan Baligrafi ini kami berharap semakin tumbuh kecintaan dan niat untuk mengembangkan karya lukis berdasarkan aksara dan sastra Bali yang ada,” tandasnya. *ind
1
Komentar