Senator Gde Agung Diminta Berjuang Batalkan RUU Cika
Saat Omnibus Law Ancam Pekerja Indonesia
DENPASAR, NusaBali
Omnibus Law (penggabungan beberapa Undang-Undang) yang terfokus pada persoalan ekonomi, pemberdayaan UMKM dan urusan cipta lapangan kerja (Cika) membuat pekerja pariwisata di Bali resah.
Pekerja yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Pariwisata-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP Par-SPSI) Provinsi Bali mengadu kepada Senator atau Anggota DPD RI Dapil Bali, Anak Agung Gde Agung, di Sekretariat SPSI Provinsi Bali, Jalan Gurita, Denpasar Selatan, Rabu (4/3) siang.
Para pentolan FSP Par ini meminta anggota Komite III DPD RI, Anak Agung Gde Agung, yang membidangi tenaga kerja supaya mendorong DPR RI menarik kembali (membatalkan) Omnibus Law dalam bentuk RUU Cipta Lapangan Kerja tersebut.
Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Kabupaten Badung, Putu Satyawira Marhaendra, Sekretaris SPSI Provinsi Bali, Suranto, Bendahara SPSI Provinsi Bali, Gusti Ayu Ketut Budiasih dan pengurus SPSI lainnya.
Pentolan SPSI Badung, Satyawira, di hadapan Anak Agung Gde Agung terang-terangan mengkritik pemerintah yang menyodorkan RUU Cipta Kerja (Cika) yang sempat disebut Cilaka (Cipta Lapangan Kerja). RUU yang akhirnya dianggap benar-benar mencelakai pekerja. "Karena sebenarnya RUU ini melalui proses Menteri Perekonomian. Namun malah merembet kepada kami. Artinya kok malah para pekerja kena sayat," beber Satyawira.
Sebab dalam RUU Cika ini beberapa ketentuan pasal yang diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dihapus dan dinyatakan tidak berlaku.
Diubah dan diganti dengan norma baru. Menurut Satyawira semangat Omnibus Law ini tidak dengan semangat Tri Partit (pemerintah, serikat pekerja, pengusaha). "Kalau melibatkan Tri Partit tidak akan ada kelemahan dan tambal sulam kayak sekarang. Kalau pemerintah beralasan Omnibus Law ini untuk mempermudah investasi ya bukan tenaga kerjanya yang kena sayat. Judul RUU nya jadi Cilaka," sindir Satya Wira.
Salah satu misalnya soal penggunaan tenaga kerja outsourcing yang akan berlaku bagi semua jenis pekerjaan (tidak dibatasi). Kemudian terkait dengan upah, norma RUU Cika menghapus ketentuan perihal pembayaran upah, tahapan bagi pekerja yang tidak masuk kerja selama 1 tahun karena sakit. "Outsourcing itu bertentangan dengan Pancasila, kami menganggap itu sama dengan budak," ujar pria yang dikenal sebagai aktivis buruh ini.
Ditegaskan Satyawira buruh di Bali belum berpikir untuk demo-demo menolak Omnibus Law ini. Makanya dengan kehadiran Anggota DPD RI, Anak Agung Gde Agung, cara-cara aspiratif digunakan dulu. "Walaupun kawan-kawan para serikat pekerja di luar Bali mengajak kami untuk aksi ke Jakarta, kami belum mengarah dengan cara itu," ujar Satyawira.
Sementara Anak Agung Gde Agung mengatakan jemput bola menyerap aspirasi ke pekerja karena adanya isu RUU Cika yang ditolak pekerja. "Saya pilih datangi pekerja ke sekretariatnya. Ketika saya jadi Bupati Badung, Sekretariat SPSI ini seperti rumah saya sendiri. Hari ini saya serap aspirasi. Pola ini lebih baik ketimbang demo-demo ke Jakarta. Nanti yang akan menerima juga belum tentu yang berwenang dan membidangi," ujar Bupati Badung periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini.
Ditegaskan Gde Agung aspirasi para serikat pekerja akan digeber dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komite III DPD RI. Selanjutnya nanti akan ditindaklanjuti ke paripurna DPD RI. Hasil paripurna ini kemudian akan dilanjutkan dibawa ke DPR RI. "Kami akan menyampaikan aspirasi ini dalam RDP di DPD RI nanti," tegas Gde Agung.
Ketika ditanya sejauh mana daya dobrak aspirasi Serikat Pekerja Bali untuk membatalkan RUU Cika ini kata Gde Agung tergantung dengan personel yang menyampaikan. "Tergantung caranya menyampaikan dan siapa yang menyampaikan. Jadi saya sepakat menggunakan cara aspiratif ketimbang yang ekstrim. Saya akan berusaha maksimal," tegas Panglingsir Puri Ageng Mengwi, Kecamatan Mengwi, Badung ini. *nat
Komentar