nusabali

Jatuh Saat Nyepi, Karya Pujawali Pura Kahyangan Silayukti Tetap Jalan

  • www.nusabali.com-jatuh-saat-nyepi-karya-pujawali-pura-kahyangan-silayukti-tetap-jalan

AMLAPURA, NusaBali
Puncak karya pujawali Pura Dang Kahyangan Silayukti di Banjar Segara, Desa Pa-dangbai, Kecamatan Manggis, Karangasem akan jatuh pada Buda Kliwon Pahang, Rabu, 25 Maret 2020 mendatang, bertepatan dengan Nyepi Tahun Baru Saka 1942.

Meski bersamaan dengan Nyepi, namun karya pujawali tetap akan dilaksanakan krama pangempon.  Menurut Bendesa Adat Padangbai, I Komang Nuriada, ini untuk kali pertama karya pujawali di Pura Dang Kahyangan Silayukti jatuh bersamaan dengan Hari Raya Nyepi. Maka, pelaksanaan karya pujawali dan Nyepi Tahun Baru Saka 1942 nanti akan diatur sedemikian rupa, tanpa mengganggu satu sama lainnya.

Nantinya, prosesi ritual puncak karya pujawali di Pura Silayukti akan diatur agar berakhir sebelum dimulainya Catur Brata Penyepian. Yang terlibat dalam ritual puncak karya pujawali saat itu hanya prajuru desa, prajuru banjar, pamangku, dan pecalang.

Komang Nuriada menyebutkan, nantinya seluruh persiapan rangkaian puncak karya pujawali di Pura Silayukti ditarget ditarget tuntas, 25 Maret 2020 dinihari pukul 03.00 Wita. Kemuidian, upacara dimulai subuh sekitar pukul 05.00 Wita dan berakhir pagi pukul 06.00 Wita.

“Sipeng (Catur Brata Penyepuan) kan dimulai pagi tepat pukul 06.00 Wita. Jadi, saat sipeng dimulai, upacara puncak karya pujawali di pura Silayukti sudah berakhir,” ungkap Komang Nuriada saat dikonfirmasi NusaBali di kediamannya kawasan Desa Padangbai, Kecamatan Manggis, Jumat (6/3).

Menurut Nuriada, mereka yang terlibat menuntaskan jalannya upacara terakhir puncak karya pujawali di Pura Silayukti nantinya dibatasi hanya 141 orang. Mereka terdiri dari prajuru desa adat, kerta desa, prajuru banjar adat. Pecalang, dan para pamangku.

Saat pelaksanaan Catur Brata Penyepian berlangsung selama 24 jam mulai 25 Maret 2020 pagi pukul 06.00 Wita hingga 26 Maret 2020 pagi pukul 06.00 Wita, kata Nuriada, karya pujawali di Pura Silayakti belum kasineb. Sebab, Ida Batara masih nyejer.

"Karya pujawali tetap dilangsungkan, bahkan malamnya ada pakemitan di pura. Tapi, pakemitan tanpa lampu penerang. Hanya satu lampu yang dihidupkan yakni di Palinggih Ida Batara Mpu Kuturan," papar Nuriada.

Mereka yang kebagian tugas makemit di Pura Silayukti saat sipeng hanya pamangku dan pecalang. Selain itu, pecalang juga berjaga-jaga di wawidangan Desa Adat Padangbai, yang mewilayahi 4 banjar adat, yakni Banjar Luhur, Banjar Melanting, Banjar Mimba, dan Banjar Segara. Setelah ngembak gni (usai sipeng), kata Nuriada, barulah pamedek dari Desa Adat Padangbai dan seluruh Bali bisa tangkil melakukan persembahyangan ke Pura Dang Kahyangan Silayukti.

Disebutkan, Bendesa Adat Padangbai telah mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 01/DAP/08/II/2020 terkait rangkaian upacara yang akan digelar, sesuai paruman desa. Jalannya upacara tanpa diputuskan diiringi suara gamelen gong. Sehari sebelum puncak karya pujawali, digelar prosesi Ida Batara katuran masucian di Pura Mumbul pada Anggara Wage Pahang, Selasa, 24 Maret 2020.

Sementara itu, Pamangku Pura dang Kahyangan Silayukti, Jro Mangku Gede Antara, juga mengakui puncak karya pujawali nanti akan digelar sebelum dimulainya Catur Brata Penyepian. "Memang telah dirancang karya pujawali digelar mulai pukul 05.00 Wita dan harus berakhir pukul 06.00 Wita. Sebab, Nyepi kan dimulai pukul 06.00 Wita," jelas Jro Mangku Antara saat dihubungi NusaBali terpisah, Jumat kemarin.

Karya pujawali Pura Silayukti sendiri digelar 6 bulan sekali (210 hari sistem penanggalan Bali) pada Buda Klion Pahang. Pura Silayukti merupakan linggih Ida Batara Mpu Kuturan.

Jro Mangku Antara menyebutkan, sesuai sejarahnya, kedatangan Mpu Kuturan ke Bali menyeberang dari Jawa menggunakan perahu yang terbuat dari daun kapu-kapu, dengan bidak daun bende. Mpu Kuturan tiba di Pantai Padang (Bai) tahun Saka 923 (tahun 1.001 Masehi).

Kedatangan Mpu Kuturan ke Bali didorong oleh tiga faktor. Pertama, memenuhi undangan Raja Sri Guna Prya Dharma Patni Udayana Warmadewa. Kedua, karena bertentangan dengan istrinya, Walu Nateng Dirah, yang terkenal penganut ilmu sihir. Ketiga, karena melihat isyarat perpecahan Kerajaan Deha, Kediri, Jawa Timur.

Setibanya di Pantai Desa Padangbai, Mpu Kuturan melakukan semadi secara khusyuk di sebuah bukit sebelah timur. Guna mengenang jasa-jasa Mpu Kuturan, para pengikutnya kemudian mendirikan pura diberi nama Pura Dang Kahyangan Silayukti.

Kuturan merupakan salah satu dari Panca Tirtha. Empat (4) saudaranya masing-masing Mpu Gni Jaya (yang berstana di Pura Lempuyang Madya), Mpu Semeru (berstana di Pura Pedharman Pasek Besakih), Mpu Gana (berstana di Pura Penataran Agung Catur Parahyangan Ratu Pasek Pundukdawa), dan Mpu Bradah (berstana di Pura Merajan Kanginan Besakih). *k16

Komentar