Corona Melanda, Investasi Terancam Tertunda
JAKARTA, NusaBali
Tidak sedikit pihak yang harus merasakan dampak dari wabah virus Corona baru atau COVID-19.Tidak terkecuali Indonesia, yang menjadi salah satu negara yang cukup banyak menerima aliran investasi dari China, negeri asal COVID-19.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang 2019 China menempati posisi kedua dalam daftar negara yang paling banyak menanamkan modal di Indonesia dengan 4,74 miliar dolar AS yang terdiri atas 2.130 proyek investasi.
Dari sisi perdagangan, Indonesia masih defisit dengan China senilai 16,9 miliar dolar AS dari total perdagangan 72,8 miliar dolar AS sepanjang 2019. Dengan kondisi investasi dan perdagangan itu, dampak COVID-19 terhadap Indonesia akan cukup signifikan, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi. Kendati demikian, dampak virus tersebut terhadap perekonomian dunia dinilai banyak pihak akan lebih besar ketimbang SARS dan MERS yang mewabah pada 2003 dan 2014 silam.
Penutupan pabrik-pabrik di China menyebabkan rantai pasok global terganggu. Di Indonesia, dunia usaha pun khawatir karena pasokan bahan baku dari China yang terganggu karena wabah corona itu.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani menyebutkan selain terkendala masalah administrasi, banyak pula pabrik yang ditutup karena dampak COVID-19.
"Itu otomatis dari segi produksi juga bermasalah. Lalu kita mau ekspor ke sana juga bermasalah karena tidak ada pesawat," imbuhnya.
Meski Indonesia masih lebih banyak mengimpor dari China, Hariyadi mengakui pengusaha dalam negeri kelimpungan untuk mencari pasokan suku cadang, terutama untuk kegiatan produksi. Dengan demikian, pengusaha harus mencari alternatif pemasok lain meski harganya lebih mahal.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan dampak COVID-19 telah membuat investasi dari China tertunda. Wabah COVID-19 membuat mobilisasi penduduk China terhambat sehingga banyak investor kesulitan untuk melanjutkan investasinya.
"Kalau investasi tetap jalan, tetapi tertunda karena banyak orang, terutama dari Tiongkok, yang tidak bisa datang. Yang sudah ada di sini sedikit ada penyesuaian schedule (jadwal)," katanya.
Luhut mengaku belum bisa memprediksi potensi kerugian dari tertundanya investasi asal China. Namun, investasi asal negara lain seperti Amerika Serikat disebutnya masih berjalan lancar. "Kami belum bisa (prediksi nilainya). Kami berharap tidak terlalu banyak, mungkin beberapa ratus juta dolar karena ada proyek-proyek yang sekarang 5 miliar dolar AS, misalnya di Indonesia timur. Kami harap bisa kami percepat lagi prosesnya," katanya.
Terkait tertundanya investasi China, Luhut juga bercerita soal investasi perusahaan tambang Vale yang 1,5 tahun terus berkutat dengan masalah izin Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Perusahaan itu berinvestasi dalam rantai pasok litium baterai. Namun, setelah masalah perizinan rampung dan bersiap untuk melakukan konstruksi, muncul masalah COVID-19. yang menyebabkan pegawai China tertunda datang ke Indonesia dan melanjutnya realisasi investasi.
"Penundaan yang makin lama datang dari Tiongkok ini berdampak kepada jalannya investasi di kita. Sekarang ini ada on going investasi di Sulawesi sekira 5 miliar dolar AS. Kalau tertunda dua bulan akan kehilangan kira-kira 500 juta dolar AS. Dampak ini besar ke ekonomi Indonesia. Kita exercise (lihat) apakah pegawai Tiongkok yang level manajer yang dibolehkan datang setelah karantina. Karena dari WHO tidak ada larangan orang Tiongkok datang kecuali dari Wuhan. Malaysia juga berlakukan hal semacam ini," terangnya.
Tidak hanya proyek di Indonesia timur, kelanjutan proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung pun diprediksi bisa terhambat karena COVID-19. Alasannya pun sama, yakni lantaran sekitar 300 karyawan asal China mulai dari staf hingga level manajerial yang belum bisa kembali ke Indonesia karena tak bisa keluar dari negeri panda.
Ratusan tenaga kerja asal China itu sebelumnya kembali ke Tanah Air mereka untuk merayakan liburan tahun baru China atau imlek--yang ternyata harus diperpanjang untuk mencegah penyebaran virus tersebut.
Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memastikan realisasi investasi China di Indonesia turun di awal tahun ini karena dampak wabah COVID-19. "Di semester pertama kami sedang hitung berapa penurunan dari realisasi investasi dari Tiongkok, tapi dalam simulasi data yang sekarang sampai data Februari kemungkinan besar menurun untuk khusus Tiongkok," katanya.
Meski turun, Bahlil tak mengungkap besaran penurunan investasi China. Pasalnya, BKPM baru akan merilis capaian realisasi investasi per tiga bulan yang baru akan diumumkan awal April mendatang.
Realisasi investasi yang turun terutama di bidang hilirisasi atau fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter) yang masih didominasi tenaga kerja asing asal China. "Salah satunya realisasi investasi di hilirisasi karena gak bisa, mesinnya dikirim, tetapi orang-orangnya tidak dikirim. Maka mau tidak mau dia akan terjadi stuck.Saya tidak terlalu khawatir kalau seandainya bulan Maret April corona ini selesai, bisa kami pacu mengejar ketertinggalan (sebelumnya) di Januari dan Februari," katanya.
Namun, bagi investasi yang sudah berjalan, Bahlil mengatakan virus corona tidak mengganggu operasional karena tenaga kerja dan mesin sudah beroperasi. "Yang terganggu itu yang lagi running. Timnya masih di China, kalau dia pakai China, tenaganya dari China, itu terganggu," katanya.
Bahlil menuturkan COVID-19 sejatinya tidak hanya berdampak kepada Indonesia tetapi juga hampir seluruh dunia karena kontribusi pertumbuhan dunia dari China mencapai 16-17 persen.
Kendati investasi dari negeri tirai bambu dipastikan menurun, Bahlil mengatakan investasi dari negara lain dan dalam negeri justru meningkat. "Untuk negara-negara lain dan investasi dalam negeri dibandingkan pada periode yang sama di tahun 2019 itu meningkat," kata mantan Ketua Umum Hipmi itu.
Oleh karena itu, Indonesia akan menyasar investasi dari sejumlah negara lain guna mengantisipasi penurunan investasi China yang terdampak COVID-19. Sejumlah negara yang disasar yakni Eropa, Timur Tengah, Korea Selatan, Jepang, dan Singapura. Investasi domestik juga akan digenjot. "Dalam negeri sekarang lagi bagus, trust sudah mulai muncul. Jadi yang selama ini kredit-kredit yang sudah oke dari bank tapi belum direalisasikan, sekarang sudah mulai direalisasikan. Jadi menggairah," kata Bahlil.
Dengan segala upaya tersebut, Bahlil pun optimistis target realisasi investasi tahun 2020 sebesar Rp886 triliun dapat tercapai.*ant
Komentar