MK Tolak Tambah Durasi Penanganan Pelanggaran Pilkada
JAKARTA, NusaBali
Hakim Mahkamah Konstitusi ( MK), Arief Hidayat, menyebut pihaknya tidak berwenang untuk menambah durasi waktu penanganan dugaan pelanggaran Pilkada bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Hal ini Arief sampaikan dalam sidang pendahuluan uji materi Undang-Undang Pilkada terkait aturan tentang batasan waktu yang dimiliki Bawaslu dalam menangani dugaan pelanggaran Pilkada. Pemohon yang tidak lain adalah anggota Bawaslu daerah, salah satunya meminta supaya MK menambah waktu untuk Bawaslu menangani dugaan pelanggaran. "Anda juga meminta ditambah hari. Itu harus hati-hati karena mahkamah itu kalau yang berhubungan dengan angka-angka itu bukan judicial review biasanya," kata Arief dalam persidangan yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Arief mengatakan, penentuan durasi waktu penanganan dugaan pelanggaran Pilkada merupakan kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Hal itu menjadi kewenangan pembuat undang-undang, yaitu anggota DPR dan Presiden. "Disebut dengan open legal policy atau political review kalau itu," ujarnya. Namun begitu, Arief menjelaskan, terkait permintaan pemohon untuk mengganti aturan tentang ‘hari kalender’ menjadi ‘hari kerja’, merupakan kewenangan MK untuk memutuskan.
"Kalau Anda mintanya hari kalender menjadi hari kerja itu kewenangan kita. Masih bisa itu dilakukan," katanya dilansir kompas.com. Sebelumnya diberitakan, tiga anggota Bawaslu Kabupaten Karimun dan seorang anggota Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau mengajukan pengujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Mereka mempersoalkan Pasal 134 ayat (4), Pasal 134 ayat (5), Pasal 134 ayat (6), dan Pasal 143 ayat (2) yang mengatur tentang batasan waktu penanganan pelanggaran pilkada.
Sebagaimana bunyi Pasal 1 angka 28 UU Pilkada, Bawaslu dalam menangani dugaan pelanggaran pilkada dibatasi dengan sejumlah hari. Hari yang dimaksud adalah ‘hari kalender’, bukan ‘hari kerja’. Para pemohon menilai, ketentuan tentang hari kalender ini bertentangan dengan UUD 1945. "Untuk hari kerja tidak dihitung termasuk hari Sabtu dan hari Minggu serta hari libur nasional. Hal ini berbeda dengan tenggang waktu hari kalender yang lebih sedikit, karena hari Sabtu dan hari Minggu serta hari libur nasional termasuk bagian yang dihitung," kata salah seorang pemohon, Tiuridah Silitonga, dalam persidangan yang digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (11/3). Dalam petitumnya, pemohon juga meminta supaya MK menambah batasan waktu dugaan penanganan pelanggaran Pilkada. Penambahan batasan waktu itu dalam hal Bawaslu menindaklanjuti temuan dan laporan dugaan pelanggaran Pilkada, dari yang semula 3 hari menjadi 7 hari. Kemudian, dalam hal Bawaslu meminta keterangan tambahan dari pelapor dan penanganan pelanggaran, dari yang semula 2 hari menjadi 7 hari *.
Komentar