Hukuman Sudikerta Turun Jadi 6 Tahun
JPU Langsung Ajukan Kasasi
Berdasarkan putusan banding Pengadilan Tinggi Denpasar, hukuman denda untuk Ketut Sudikerta juga dikurangi dari semula Rp 5 miliar menjadi Rp 500 juta
DENPASAR, NusaBali
Mantan Wakil Gubernur Bali 2013-2018, I Ketut Sudikerta, 53, terpidana 12 tahun kasus penipuan jual beli tanah dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Rp 150 miliar, bisa sedikit lega. Pasalnya, putusan banding Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar menurunkan 50 persen masa hukuman politisi Golkar asal Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Badung ini menjadi 6 tahun penjara. Dendanya yang semula Rp 5 miliar pun diturunkan jadi Rp 500 juta.
Informasi yang dihimpun NusaBali, putusan banding dengan nomor perkara: 2/PID/2020-/PT DPS yang mengurangi hukuman Ketut Sudikerta ini diputus dalam sidang di PT Denpasar, Selasa (10/3) lalu. Majelis hakim PT Denpasar yang menyidangkan perkara banding ini adalah I Nyoman Dika (ketua), H Eka Budhi Prijanta (anggota satu), dan Sutarto (anggota dua). Sedangkan panitera pengganti adalah Sang Nyoman Darmawan.
Dalam putusannya, majelis hakim PT Denpasar menyatakan terdakwa Ketut Sudikerta bersalah melakukan tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Meski pasal yang digunakan menjerat Sudikerta sama dengan putusan penmgadilan tingkat pertama (PN Denpasar) sebelumnya, namun untuk pidana penjara dan denda yang dijatuhkan, majelis hakim PT Denpasar berbeda dengan PN Denpasar.
Majelis hakim PT Denpasar memutuskan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan bagi Sudikerta. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengganjar terdakwa Sudikerta hukuman 6 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Saat dikonfirmasi NusaBali via telepon, Kamis (12/3), Humas PT Denpasar, Nyoman Sumaneja, membenarkan putusan banding 6 tahun penjara untuk Sudikerta sudah diputus majelis hakim PT Denpasar. Namun, Sumaneja tidak bisa menjelaskan secara detail putusan banding tersebut, karena belum mendapatkan salinan putusannya. “Jadi, yang kami tahu putusan PT Denpasar untuk Sudikerta sudah turun, yaitu 6 tahun penjara,” jelas Sumaneja.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Ketut Sujaya juga menyatakan hal yang sama. Jaksa senior Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali ini mengatakan hanya mendapat laporan via telepon dari PT Denpasar terkait putusan banding Sudikerta. “Ya, putusannya 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hukumannya turun dari putusan PN Denpasar sebelumnya yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar,” ungkap Ketut Sujaya yang dihubungi NusaBali terpisah, Kamis sore.
Sujaya menyebutkan, dalam putusannya, majelis hakim PT Denpasar menjerat Sudikerta menggunakan pasal yang sama dengan yang digunakan majelis hakim PN Denpasar sebelumnya. Yakni, tindak pidana penipuan Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. “Yang berbeda, hukuman pidana penjara dan dendanya,” tandas Sujaya.
Menurut Sujaya, setelah menerima laporan soal putusan banding yang menurunkan hukuman Sudikerta tersebut, Tim JPU langsung berkoordinasi dan melaporkannya kepada pimpinan. Hasil koordinasi tersebut, JPU resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding PT Denpasar ini. “Untuk kasasi sudah kami serahkan ke PN Denpasar,” papar Sujaya.
Sementara itu, Ketut Sudikerta melalui kuasa hukumnya, Warsa T Bhuwana, mengatakan sudah menerima pemberitahuan putusan banding PT Denpasar tersebut. “Saya ditelepon istri Pak Sudikerta (Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, Red) yang mengatakan putusan banding PT Denpasar sudah turun. Putusannya, hukuman Sudikerta turun menjadi 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subisder 3 bulan kurungan,” ujar Warsa T Bhuwana.
Warsa mengatakan, pihaknya menghormati putusan banding majelis hakim PT Denpasar, yang meringankan hukuman kliennya. Hanya saja, dalam memori banding yang diajukan, pihaknya meminta agar Sudikerta dilepas dari semua dakwaan. “Dalam memori kita tidak minta hukuman diringankan, tapi yang turun memperingan dan bukan lepas seperti dalam memori banding kami,” tandas advokat senior asal Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Menurut Warsa, tim kuasa hukum segera akan koordinasi dengan Sudikerta untuk menentukan langkah selanjutnya. Dalam koordinasi itu akan ditentukan, apakah menerima putusan banding tersebut atau ajukan kasasi ke MA? “Semua keputusan itu ada di tangan Pak Sudikerta. Kami akan bertemu secepatnya,” ujar advokat yang juga politisi Golkar.
Terdakwa Ketut Sudikerta sendiri sebelumnya divonis 12 tahun penjara plus denpa Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, 20 Desember 2019 lalu. Vonis 12 tahun penjara yang dibacakan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi kala itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut mantan Bupati Badung 2005-2013 ini hukuman 15 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar.
Kasus yang menjerat Ketut Sudikerta yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018)---ini, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang ber-lokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.
Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
Informasi yang dihimpun NusaBali, putusan banding dengan nomor perkara: 2/PID/2020-/PT DPS yang mengurangi hukuman Ketut Sudikerta ini diputus dalam sidang di PT Denpasar, Selasa (10/3) lalu. Majelis hakim PT Denpasar yang menyidangkan perkara banding ini adalah I Nyoman Dika (ketua), H Eka Budhi Prijanta (anggota satu), dan Sutarto (anggota dua). Sedangkan panitera pengganti adalah Sang Nyoman Darmawan.
Dalam putusannya, majelis hakim PT Denpasar menyatakan terdakwa Ketut Sudikerta bersalah melakukan tindak pidana penipuan sesuai Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. Meski pasal yang digunakan menjerat Sudikerta sama dengan putusan penmgadilan tingkat pertama (PN Denpasar) sebelumnya, namun untuk pidana penjara dan denda yang dijatuhkan, majelis hakim PT Denpasar berbeda dengan PN Denpasar.
Majelis hakim PT Denpasar memutuskan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan bagi Sudikerta. Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar mengganjar terdakwa Sudikerta hukuman 6 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Saat dikonfirmasi NusaBali via telepon, Kamis (12/3), Humas PT Denpasar, Nyoman Sumaneja, membenarkan putusan banding 6 tahun penjara untuk Sudikerta sudah diputus majelis hakim PT Denpasar. Namun, Sumaneja tidak bisa menjelaskan secara detail putusan banding tersebut, karena belum mendapatkan salinan putusannya. “Jadi, yang kami tahu putusan PT Denpasar untuk Sudikerta sudah turun, yaitu 6 tahun penjara,” jelas Sumaneja.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Ketut Sujaya juga menyatakan hal yang sama. Jaksa senior Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali ini mengatakan hanya mendapat laporan via telepon dari PT Denpasar terkait putusan banding Sudikerta. “Ya, putusannya 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta. Hukumannya turun dari putusan PN Denpasar sebelumnya yaitu 12 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar,” ungkap Ketut Sujaya yang dihubungi NusaBali terpisah, Kamis sore.
Sujaya menyebutkan, dalam putusannya, majelis hakim PT Denpasar menjerat Sudikerta menggunakan pasal yang sama dengan yang digunakan majelis hakim PN Denpasar sebelumnya. Yakni, tindak pidana penipuan Pasal 378 Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP dan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. “Yang berbeda, hukuman pidana penjara dan dendanya,” tandas Sujaya.
Menurut Sujaya, setelah menerima laporan soal putusan banding yang menurunkan hukuman Sudikerta tersebut, Tim JPU langsung berkoordinasi dan melaporkannya kepada pimpinan. Hasil koordinasi tersebut, JPU resmi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan banding PT Denpasar ini. “Untuk kasasi sudah kami serahkan ke PN Denpasar,” papar Sujaya.
Sementara itu, Ketut Sudikerta melalui kuasa hukumnya, Warsa T Bhuwana, mengatakan sudah menerima pemberitahuan putusan banding PT Denpasar tersebut. “Saya ditelepon istri Pak Sudikerta (Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, Red) yang mengatakan putusan banding PT Denpasar sudah turun. Putusannya, hukuman Sudikerta turun menjadi 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subisder 3 bulan kurungan,” ujar Warsa T Bhuwana.
Warsa mengatakan, pihaknya menghormati putusan banding majelis hakim PT Denpasar, yang meringankan hukuman kliennya. Hanya saja, dalam memori banding yang diajukan, pihaknya meminta agar Sudikerta dilepas dari semua dakwaan. “Dalam memori kita tidak minta hukuman diringankan, tapi yang turun memperingan dan bukan lepas seperti dalam memori banding kami,” tandas advokat senior asal Desa Kedisan, Kecamatan Kintamani, Bangli ini.
Menurut Warsa, tim kuasa hukum segera akan koordinasi dengan Sudikerta untuk menentukan langkah selanjutnya. Dalam koordinasi itu akan ditentukan, apakah menerima putusan banding tersebut atau ajukan kasasi ke MA? “Semua keputusan itu ada di tangan Pak Sudikerta. Kami akan bertemu secepatnya,” ujar advokat yang juga politisi Golkar.
Terdakwa Ketut Sudikerta sendiri sebelumnya divonis 12 tahun penjara plus denpa Rp 5 miliar subsider 4 bulan kurungan dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, 20 Desember 2019 lalu. Vonis 12 tahun penjara yang dibacakan majelis hakim pimpinan Esthar Oktavi kala itu lebih ringan dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut mantan Bupati Badung 2005-2013 ini hukuman 15 tahun penjara plus denda Rp 5 miliar.
Kasus yang menjerat Ketut Sudikerta yang notabene mantan Ketua DPD I Golkar Bali 2010-2018)---ini, sebagaimana diberitakan, berawal tahun 2013 saat PT Maspion Group melalui anak perusahaannya, PT Marindo Investama, ditawari tanah seluas 38.650 meter persegi (SHM 5048/Jimbaran) dan 3.300 meter persegi (SHM 16249/Jimbaran), yang ber-lokasi di Pantai Balangan, Kelurahan Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Badung oleh terdakwa Sudikerta.
Tanah ini disebutkan berada di bawah perusahaan PT Pecatu Bangun Gemilang, di mana istri Sudikerta, Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, menjabat selaku Komisaris Utama. Sementara Direktur Utama PT Pecatu Bangun Gemilang dijabat Gunawan Priambodo.
Setelah melewati proses negosiasi dan pengecekan tanah, akhirnya PT Marindo Investama tertarik membeli tanah tersebut seharga Rp 150 miliar. Transaksi pun dilakukan akhir tahun 2013. Nah, beberapa bulan setelah transaksi, barulah diketahui kalau SHM 5048/Jimbaran dengan luas tanah 38.650 meter persegi merupakan sertifikat palsu. Sedangkan SHM 16249 seluas 3.300 meter persegi, sudah dijual lagi ke pihak lain. Akibat penipuan ini, PT Marindo Investama milik korban Alim Markus mengalami kerugian Rp 150 miliar. *rez
1
Komentar