'Bukan Soal Diskriminasi, Tapi Penghormatan Terhadap Kearifan Lokal'
Wisman Menstruasi Komplain karena tak Bisa Masuk Pura
DENPASAR, NusaBali
Adanya wisman perempuan yang komplin dan merasa terdiskriminasi tak diperbolehkan masuk ke pura karena yang bersangkutan sedang menstruasi mendapat tanggapan dari pihak terkait di Bali.
Intinya larangan perempuan sedang menstruasi masuk ke pura, bukan persoalan diskriminasi atau tidak diskriminasi. Tetapi adalah penghormatan terhadap kearifan lokal dalam pariwisata Bali yang berlandaskan falsafah Tri Hita Karana. Lebih spesifik pada menjaga kesucian pura sebagai tempat ibadah agama Hindu.
“Karena dalam perda kita juga mengatur tentang wisatawan harus menghormati budaya lokal,” ujar Kepala Dinas Pariwisata (Kadiparda) Bali I Putu Astawa saat diminta tanggapannya, Jumat (13/3). Dia menunjuk Perda Standarisasi Penyelenggaraan Pariwisata Budaya Bali yang kini sedang dalam proses pembahasan. Bahkan, kata Astawa, ada sanksi apabila terjadi kelakuan yang tidak menghormati kearifkan lokal.
Penghormatan terhadap kearifan lokal atau budaya setempat, kata Astawa, tidak saja di tataran lokal, tetapi juga di tingkatan global. Pejabat asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar ini menunjuk konsep sustainable tourism yang menjadi kesepakatan 189 negara di dunia. “Intinya semua pihak, dalam hal ini wisatawan harus menghormati kearifan lokal yakni Pariwisata Budaya Bali yang berlandaskan Tri Hita Karana,” tegas Astawa.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Pramuwisata Indonesia (DPD HPI) Bali I Nyoman Nuarta, menegaskan hal senada.“Ini bukan soal diskriminatif atau tidak diskriminatif. Namun adalah aturan yang memang wajib dipatuhi siapapun. Bukan hanya wisatawan, tetapi juga oleh warga dan masyarakat lokal. Karena ini menyangkut aspek kesucian,” ujar Nuarta saat diminta tanggapannya secara terpisah, kemarin.
Kata Nuarta, Bali memang butuh wisatawan. Namun untuk persoalan yang menyangkut kearifan lokal, khususnya aspek kesucian tempat ibadah dalam hal ini pura, Bali harus tegas.“Untuk hal-hal seperti ini kita tidak boleh permisif,” tegas Ketua HPI yang juga seorang lawyer ini. Justru kearifan lokal itulah, kata dia, letak keunikan dan kekhasan Bali.
Persoalannya adalah tidak sedikit belakangan ini wisatawan nyelonong langsung atau berkunjung ke kawasan wisata sendiri-sendiri. Nuarta tidak tahu apakah wisatawan yang komplain itu didampingi pemandu atau tidak.
Walau demikian, Nuarta meyakini tidak akan ada komplain jika wisatawan dihandel pramuwisata atau guide khususnya anggota HPI Bali. “ Kami yakin itu,” ujarnya. Alasannya tentu karena guide anggota HPI sudah ‘digembleng’ bagaimana menghandel wisatawan, berkomunikasi atau memberi penjelasan berbagai aspek secara profesional. “Lebih-lebih aspek -aspek agama, adat budaya Bali yang menjadi roh dari pariwisata Bali,” ujar Nuarta. *k17
Komentar