Millennials, Harapan Pemutus COVID-19
Penyebaran virus COVID-19 masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia dengan intensifitas yang tinggi.
Penulis : Gerry Katon Mahendra
Dosen UNISA Yogyakarta
Berdasarkan data yang dihimpun dari pusat informasi COVID19.GO.ID per tanggal 22 Maret 2020, data pasien positif COVID-19 mencapai 519 orang, dengan rincian pasien sembuh mencapai 29 orang, dan pasien meninggal sebanyak 48 orang. Dampak yang dirasakan dari situasi ini juga semakin meluas.
Bidang kesehatan / medis tentu yang paling terdampak, baik dari segi korban yang meninggal maupun paramedis yang berjuang tanpa henti ditengah keterbatasan fasilitas alat kesehatan yang digunakan. Bidang ekonomi, baik industri hingga pariwisata menjadi yang turut terdampak secara signifikan. Hal ini terjadi karena proses penyebaran virus yang begitu cepat memaksa negara memberlakukan kebijakan social distancing, sehingga mempengaruhi proses kegaiatan ekonomi, baik skala mikro maupun makro. Kenaikan kurs dollar terhadap rupiah yang mencapai Rp. 16.000-Rp. 17.000 per 1 dollar menjadi bukti nyata dampak ekonomi yang terjadi akibat imbas virus COVID-19. Selanjutnya, yang juga turut terdampak adalah bidang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi.
Berfokus pada pendidikan perguruan tinggi, dampak terasa signifikan terutama dalam tiga aspek utama. Pertama, dalam aspek tridharma perguruan tinggi yang meliputi pengajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Khusus untuk bidang penelitian dan pengabdian masyarakat banyak kampus di Indonesia yang akhirnya menunda kegiatan tersebut karena turut berpotensi terjadinya penularan sebagai akibat dari interaksi antara dosen dan objek penelitian/pengabdian masyarakat.
Berlanjut pada bidang pengajaran, hampir seluruh kampus di Indonesia memilih untuk menerapkan kebijakan study from home melalui berbagai aplikasi daring yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa. Penerapan study from home melalui aplikasi yang digunakan diharapkan dapat tetap memenuhi capaian-capaian mata kuliah meskipun dalam keadaan darurat. Kedua, dalam aspek penerapan kebijakan work from home bagi seluruh dosen dan karyawan yang dirasa cukup memberikan dampak, terutama dalam hal komunikasi, koordinasi, dan capaian kinerja masing-masing unit. Meskipun disinyalir dapat menurunkan kinerja karena lemahnya kontrol, namun secara umum hal tersebut masih dapat diupayakan maksimal melalui berbagai kemudahan teknologi yang dapat dimanfaatkan.
Perlunya Kesadaran
Ketiga, mengenai budaya social distancing bagi para mahasiswa (golongan usia muda, 20-30 tahun) yang sedang menimba ilmu di perguruan tinggi masing-masing. Budaya ini dianggap masih sangat lemah, meskipun tiap perguruan tinggi sudah mengeluarkan kebijakan untuk tetap menahan diri di tempat tinggal (rumah, kos, maupun rumah kontrak) masing-masing, namun pada kenyataannya hal ini masih belum berjalan maksimal. Dampak lanjutan jika hal ini tetap tidak mampu dilakukan secara maksimal tentu saja akan berdampak pada kemungkinan semakin meluasnya rantai penyebaran virus COVID-19. Terdapat analisa mengenai lemahnya penerapan budaya social distancing pada golongan usia muda, diantaranya adalah lemahnya pengawasan, kurangnya sense of crisis, dan kurangnya pemahaman menyeluruh mengenai COVID-19.
Lemahnya pengawasan biasanya terjadi pada mahasiswa perantauan yang tentu saja jauh dari orang tua. Umumnya pengawasan hanya melalui alat komunikasi, sehingga orang tua maupun dosen pembimbing akademik tidak benar-benar mampu mengawasi mereka untuk tetap stay di tempat tinggal masing-masing. Hal ini yang kemudian membuat mereka beraktivitas seperti biasa ditengah krisis. Situasi ini akan semakin memburuk jika mereka tidak cukup memiliki sense of crisis terkait kondisi saat ini. Harus dipahami bahwa saat ini mengurangi interaksi dalam masa krisis saat ini adalah salah satu untuk membantu semua pihak dalam memutus rantai penyebaran virus.
Kondisi ini akan semakin tambah memburuk ketika mereka tidak memahami secara menyeluruh mengenai COVID-19. Secara medis, virus ini mampu menjangkiti siapa saja tanpa memandang usia seseorang. Tetapi, bagi mereka yang berada dalam rentang usia 20-30 dengan kondisi badan yang fit memang relatif tidak menunjukkan gejala yang signifikan, hal ini senada dengan pernyataan Achmad Yurianto (juru bicara penanganan COVID-19). Fakta ini masih ditambah bahwa golongan usia muda termasuk resiko kematian dengan persentase cukup rendah.
Sebagai contoh, mengutip dari The Guardian yang menyebutkan bahwa rata-rata korban jiwa virus Corona di Italia saat ini adalah penduduk dengan usia 80,3 tahun dan umumnya disertai riwayat penyakit bawaan. Namun, disinilah letak kesalahpahaman dan bahaya terselubung. Akumulasi dari lemahnya pengawasan, kurangnya sense of crisis, dan pemahaman yang tidak menyeluruh mengenai COVID-19 justru akan berpotensi menjadi golongan usia muda sebagai carrier (pembawa virus tanpa gejala) dan semakin memperluas rantai penyebaran virus ke seluruh penjuru.
Di Jogjakarta misalnya, gelombang yang menyuarakan keinginan mudik ke kampung halaman masing-masing semakin menggeliat dari hari kehari. Kembali ke kampung halaman bukan menjadi solusi efektif dan justru akan menjadi potensi penyebaran baru karena harus menempuh perjalanan panjang yang notabene juga akan banyak bertemu dan berkerumun dengan orang lain dalam jangka waktu yang cukup lama. Secara medis, golongan usia muda juga menjadi kelompok yang relatif tanpa gejala ketika terpapar, namun beresiko tinggi menularkan kepada orang yang berusia lebih tua atau dengan riwayat kesehatan yang kurang baik. Hal ini tentu berbahaya bagi keluarga mereka yang berada di kampung halaman.
Pada akhirnya, perlu dipahami bahwa menetap sementara di tempat tinggal masing-masing sampai keadaaan membaik disertai dengan rasa kesadaran dan kesabaran menjadi langkah paling efektif. Golongan usia muda, baik mahasiswa, pekerja, maupun yang lainnya menjadi salah satu aktor paling penting dalam rangka memutus rantai penyebaran virus COVID-19. Sembari menunggu perkembangan situasi dan update kebijakan pemerintah, alangkah lebih baik kita semua sebagai golongan usia muda turut berpartisipasi membantu seluruh pihak dengan gerakan stay at home dan social distancing. Yakinlah bahwa situasi ini akan segera berlalu, jika kita sadar, kompak, dan paham mengenai tindakan yang kita lakukan. Indonesia menang melawan COVID-19 !.*
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar