Warga Desa Lebih Gugat Perbekel
Buat Proyek Senderan dan Taman di Luar Desa
Lokasi proyek senderan dan taman desa ini di lahan pribadi.
GIANYAR, NusaBali
Warga Desa Lebih, Kecamatan/Kabupaten Gianyar memprotes perbekelnya, Ni Wayan Griya Wahyuni. Protes dalam bentuk tulisan pada spanduk berjudul ‘Rakyat Menggugat’ itu, karena Perbekel Griya membuat senderan di tanah keluarganya. Dia juga dituduh menggarap proyek ini secara KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Informasi di lapangan, Minggu (29/3), ada tiga lembar spanduk bernada hampir sama masing-masing ukuran 2 meter dipasang untuk memrotes perbekel. Masing-masing di depan Kantor Desa Lebih, di lokasi proyek senderan di ujung selatan Desa Serongga, Gianyar, (utara Desa Lebih), dan di bagian selatan desa. Semua spanduk mengatasnamakan warga desa, tanpa nama penulisnya. Salah satu spanduk berjudul ‘Rakyat Menggugat’. Di bawahnya bertulis kata-kata berpesan cadas, yakni ‘Ganti perbekel tamak/rakus curang. Lebih baik untuk beli disinfektan untuk basmi Corona. Di bagian tengah lembaran spanduk bertulis ‘Hentikan Proyek Ini’ dan bagian bawah terdapat empat poin. 1.Dana desa bukan untuk kepala desa, tapi untuk rakyat. 2.Kami warga Desa Lebih tidak setuju proyek senderan ini. Proyek nepotisme menguntungkan pribadi prebekel. 3.Tanah ini milik keluarga prebekel dan bukan di wilayah Desa Lebih. 4.Dana desa disalahgunakan penuh KKN keponakan, ipar, misan, kakak prebekel semua dijadikan TPK (tim pelaksana kegiatan). Keberadaan spanduk tersebut mengejutkan warga setempat.
Beberapa warga desa setempat meyakini bahwa warga menulis spanduk gugatan itu karena terpicu proyek senderan bernilai ratusan juta di utara Banjar Kesian, Desa Lebih, atau ujung selatan Desa Serogga, Gianyar. Warga menduga proyek senderan itu sebagai taktik perbekel untuk menyelamatkan tanah hak milik keluarga agar tak dihanyutkan air irigasi sawah. Lokasi senderan juga kerap dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga.
Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Lebih I Wayan Wijaya mengaku terkejut dengan keberadaan spanduk tersebut. Dia meyakini spanduk itu muncul karena proyek senderan yang didanai dari APBDes masih ada persoalan, namun belum sepenuhnya dibicarakan oleh perbekel. ‘’Proyeknya malah sudah dijalankan,’’ jelasnya.
Dia mengakui, BPD Lebih telah menyetujui proyek itu sebagaimana tercantum dalam APBDes Lebih, namun dengan catatan berupa dasar hukum yang kuat. Karena lokasi proyek senderan dan taman desa ini di lahan pribadi. Dia pun mengaku telah mewanti-wanti dengan perbekel agar ada perjanjian penggunaan lahan itu. Apalagi, lokasi proyek ada di luar desa dan lahan milik pribadi. Rapat di kantor desa, sebelum Nyepi, perbekel sempat menyatakan ada 5 meter sepanjang senderan itu tanah milik warga yang disumbangkan ke desa.
Namun hingga kini BPD belum menerima perjanjian hak atas tanah itu melalui notaris ‘’Yang kami perlukan bukan hanya pernyataan dari pemilik lahan, tapi perjanjian pemakaian tanah. Perbekel bilang ke saya akan ada pertemuan lagi untuk membahas itu, tapi sampai sekarang belum ada. Malah proyeknya sudah dijalankan,’’ terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Perbekel Ni Wayan Griya Wahyuni mengaku terkejut melihat tiga spanduk itu. Dia mengatakan proyek senderan yang memicu protes melalui spanduk itu sudah sesuai prosedur. Dia keberatan dengan tudingan tentang TPK dari kalangan keluarga. ‘’Itu kan bahasa warga,’’ jelas perbekel perempuan satu-satunya dari 64 desa di Kabupaten Gianyar ini.
Dia mengakui berita acara pelaksanaan kegiatan proyek itu belum dapat tanda tangan dari Ketua BPD Lebih. Karena BPD masih minta perjanjian pengakuan tanah dimaksud. Untuk proyek itu sudah melalui tiga kali rapat, di antaranya melibatkan pihak Desa Serongga. Dia mengakui di lokasi proyek akan dibuat senderan dan taman desa. Jelas dia, RAB (rencana anggaran biaya) proyek senderan sekitar Rp 230 dan taman sekitar Rp 87 juta. Pihak keluarganya memberikan pemakaian tanah di lokasi proyek itu selama tiga tahun. ‘’Keluarga kami juga sumbangkan tanah lima meter sepanjang senderan. Ini untuk ikon desa.
“Sertifikat tanah ini sedang saya urus ke Bagian Aset Pemkab Gianyar. Kok saya dibilang rakus, apanya rakus. Saya malah minta Inspektorat Gianyar memeriksa ke Lebih,’’ tegas mantan petugas pemberdayan ini.*lsa
Informasi di lapangan, Minggu (29/3), ada tiga lembar spanduk bernada hampir sama masing-masing ukuran 2 meter dipasang untuk memrotes perbekel. Masing-masing di depan Kantor Desa Lebih, di lokasi proyek senderan di ujung selatan Desa Serongga, Gianyar, (utara Desa Lebih), dan di bagian selatan desa. Semua spanduk mengatasnamakan warga desa, tanpa nama penulisnya. Salah satu spanduk berjudul ‘Rakyat Menggugat’. Di bawahnya bertulis kata-kata berpesan cadas, yakni ‘Ganti perbekel tamak/rakus curang. Lebih baik untuk beli disinfektan untuk basmi Corona. Di bagian tengah lembaran spanduk bertulis ‘Hentikan Proyek Ini’ dan bagian bawah terdapat empat poin. 1.Dana desa bukan untuk kepala desa, tapi untuk rakyat. 2.Kami warga Desa Lebih tidak setuju proyek senderan ini. Proyek nepotisme menguntungkan pribadi prebekel. 3.Tanah ini milik keluarga prebekel dan bukan di wilayah Desa Lebih. 4.Dana desa disalahgunakan penuh KKN keponakan, ipar, misan, kakak prebekel semua dijadikan TPK (tim pelaksana kegiatan). Keberadaan spanduk tersebut mengejutkan warga setempat.
Beberapa warga desa setempat meyakini bahwa warga menulis spanduk gugatan itu karena terpicu proyek senderan bernilai ratusan juta di utara Banjar Kesian, Desa Lebih, atau ujung selatan Desa Serogga, Gianyar. Warga menduga proyek senderan itu sebagai taktik perbekel untuk menyelamatkan tanah hak milik keluarga agar tak dihanyutkan air irigasi sawah. Lokasi senderan juga kerap dijadikan tempat pembuangan sampah oleh warga.
Ketua BPD (Badan Permusyawaratan Desa) Lebih I Wayan Wijaya mengaku terkejut dengan keberadaan spanduk tersebut. Dia meyakini spanduk itu muncul karena proyek senderan yang didanai dari APBDes masih ada persoalan, namun belum sepenuhnya dibicarakan oleh perbekel. ‘’Proyeknya malah sudah dijalankan,’’ jelasnya.
Dia mengakui, BPD Lebih telah menyetujui proyek itu sebagaimana tercantum dalam APBDes Lebih, namun dengan catatan berupa dasar hukum yang kuat. Karena lokasi proyek senderan dan taman desa ini di lahan pribadi. Dia pun mengaku telah mewanti-wanti dengan perbekel agar ada perjanjian penggunaan lahan itu. Apalagi, lokasi proyek ada di luar desa dan lahan milik pribadi. Rapat di kantor desa, sebelum Nyepi, perbekel sempat menyatakan ada 5 meter sepanjang senderan itu tanah milik warga yang disumbangkan ke desa.
Namun hingga kini BPD belum menerima perjanjian hak atas tanah itu melalui notaris ‘’Yang kami perlukan bukan hanya pernyataan dari pemilik lahan, tapi perjanjian pemakaian tanah. Perbekel bilang ke saya akan ada pertemuan lagi untuk membahas itu, tapi sampai sekarang belum ada. Malah proyeknya sudah dijalankan,’’ terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Perbekel Ni Wayan Griya Wahyuni mengaku terkejut melihat tiga spanduk itu. Dia mengatakan proyek senderan yang memicu protes melalui spanduk itu sudah sesuai prosedur. Dia keberatan dengan tudingan tentang TPK dari kalangan keluarga. ‘’Itu kan bahasa warga,’’ jelas perbekel perempuan satu-satunya dari 64 desa di Kabupaten Gianyar ini.
Dia mengakui berita acara pelaksanaan kegiatan proyek itu belum dapat tanda tangan dari Ketua BPD Lebih. Karena BPD masih minta perjanjian pengakuan tanah dimaksud. Untuk proyek itu sudah melalui tiga kali rapat, di antaranya melibatkan pihak Desa Serongga. Dia mengakui di lokasi proyek akan dibuat senderan dan taman desa. Jelas dia, RAB (rencana anggaran biaya) proyek senderan sekitar Rp 230 dan taman sekitar Rp 87 juta. Pihak keluarganya memberikan pemakaian tanah di lokasi proyek itu selama tiga tahun. ‘’Keluarga kami juga sumbangkan tanah lima meter sepanjang senderan. Ini untuk ikon desa.
“Sertifikat tanah ini sedang saya urus ke Bagian Aset Pemkab Gianyar. Kok saya dibilang rakus, apanya rakus. Saya malah minta Inspektorat Gianyar memeriksa ke Lebih,’’ tegas mantan petugas pemberdayan ini.*lsa
Komentar