8 Tahun Beroperasi, Yayasan Sayangi Bali Rawat 30 Bayi Telantar
Dewa Wirata, Pekerja Pariwisata yang Tergerak Bikin Yayasan Khusus untuk Bayi Telantar
Dewa Wirata tergerak mendirikan Yayasan Sayangi Bali, setelah dikejutkan oleh sebuah peristiwa dalam sehari ada 3 bayi ditelantarkan orangtuanya. Ada di antara bayi itu dibuang di tumpukan sampah
DENPASAR,NusaBali
Anak adalah anugerah sekaligus titipan Tuhan. Setiap pasangan muda yang baru saja menikah, tentunya ingin segera punya momongan. Anehnya, ada pasangan yang langsung diberikan momongan oleh Tuhan, namun buah hatinya justru ditelantarkan. Inilah yang membuat Dewa Wirata SH, 57, tergerak membentuk Yayasan Sayangi Bali, yang khusus untuk menangani bayi telantar. Selama 8 tahun beroperasi, Yayasan Sayangi Bali sudah merawat 30 anak telantar.
Dewa Wirata adalah seorang pelaku pariwisata asal Banjar Buana, Desa Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat yang kesehariannya bekerja sebagai guide (pemandu wisata). Dia mendirikan Yayasan Sayangi Bali tahun 2012, dengan markas di Jalan Subak Dalem V (masuk lewat Jalan Gatot Subroto Tengah Denpasar).
Sejak didirikan 8 tahun silam, yayasan yang khusus merawat bayi-bayi ‘terbuang’ ini sudah merawat lebih dari 30 anak yang ditelantarkan orangtuanya. Dari 30 lebih anak itu, ada yang sudah diadopsi, ada yang dikembalikan kepada orangtua kandungnya, dan ada pula yang masih dirawat di Yayasan Sayangi Bali. Saat ini, tercatat ada 5 anak telantar masih dirawat di yayasan yang dipimpin Dewa Wirata.
Menurut Dewa Wirata, semula dia tidak pernah terpikir akan membentuk yayasan khusus menangani bayi-bayi telantar. Apalagi, dirinya adalah seorang pekerja pariwisata. “Dulu tiang sempat tinggal di Jepang dan Korea dalam waktu lama, karena sebagai pemandu wisata. Saya baru pulang ke Bali setelah tragedi Bom Bali II (1 Oktober 2005, Red),” kenang Dewa Wirata saat dihubungi NusaBali di Kantor Yayasan Sayangi Bali, Selasa (24/3) lalu.
Nah, setelah balik ke Bali pasca Bom Bali II 2005, Dewa Wirata yang saat itu membawa tamu keliling, sering melihat anak-anak di pedesaan yang dalam kondisi memprihatinkan. “Ada anak yang hidrocefalus, itu yang kita up alamatnya, nomor teleponnya, dan unggah ke media sosial. Begitu awalnya,” papar Dewa Wirata.
Setelah sekian lama melakukan aksi sosial kemanusiaan seperti itu, tiba-tiba marak muncul kasus pembuangan bayi di Bali. Bahkan, pernah terjadi peristiwa dalam sehari ada tiga kasus pembuangan bayi sekaligus. Hal inilah yang membuat Dewa Wirata tergerak untuk membentuk yayasan yang khusus merawat bayi-bayi yang ditelantarkan orangtuanya, yakni Yayasan Sayangi Bali pada 2012.
Dewa Wirata menyebutkan, anak adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan baik, bukan malah disia-siakan hidupnya. “Nah, seiring berjalannya waktu, akhirnya terpikir saat itu bahwa di Bali belum ada satu pun yayasan khusus yang merawat bayi-bayi yang dibuang orangtuanya. Maka, lewat kerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Bali, terbentuklah Yayasan Sayangi Bali ini tahun 2012,” cerita putra Bali kelahiran Lampung, 31 Desember 1963 ini.
Menurut Dewa Wirata, dia ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Sebab, dia merasa sudah mendapatkan rezeki yang cukup dari Tuhan. Dewa Wirata kadang merasa miris melihat anak-anak yang ditelantarkan oleh orangtua yang tidak bertanggung jawab. Sementara di luar sana, banyak pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.
“Kadang sedih juga melihat, kenapa anak disia-siakan seperti itu? Saya bahagia melihat anak-anak bisa dirawat dengan baik dan mereka tersenyum,” tandas ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Dra Desak Ketut Manik SH ini.
Kebanyakan bayi-bayi ‘malang’ ini, kata Dewa Wirata, ditelantarkan di rumah sakit. Bahkan, ada beberapa kasus bayi yang ditemukan di tempat sampah. Ada juga bayi yang lahir ditelantarkan karena cacat.
Jika ditelantarkan di rumah sakit, biasanya pihak RS akan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib, karena termasuk tindakan penelantaran anak. Namun, tak jarang pihak berwajib pun kesulitan mengungkap identitas orangtua bayi malang tersebut, karena alamat yang diberikan palsu.
“Yang paling tragis itu ada dulu bayi yang dibuang di tong sampah di kawasan Monang Maning, Denpasar Barat. Ditemukan warga, kemudian ditangani pihak kepolisian, lalu Dinas Sosial, baru diserahkan ke kami. Sudah proses (adopsi, Red). Anak itu saya namai Arjuna, karena ganteng sekali anaknya. Mungkin sekarang sudah TK 0 Besar,” kata Dewa wirata.
Dewa Wirata mengungkapkan, untuk proses adopsi bayi telantar, pun tidak mudah bagi orangtua. Sebab, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi calon orangtua. Mereka harus melalui proses seperti tes kejiwaan, tes jasmani, dan tes rohani. Selain itu, minimal umur pernikahannya 5 tahun, serta memiliki perkerjaan dan kompakan di keluarga.
Terlebih lagi, jika yang mengadopsi adalah krama Bali yang memiliki aturan khusus di desa adat. Maka, proses adopsi oleh calon orangtua anak telantar ini juga harus sepengetahuan desa adat di mana mereka tinggal. Untuk proses adopsi, kata Dewa Wirata, kewenangannya ada di Dinas Sosial Provinsi Bali.
“Banyak instansi yang akan meneliti tentang calon orangtua angkat ini. Ada namanya Tim Pertimbangan, Perizinan, Pengangkatan Anak di Dinas Sosial. Karena istilahnya yang kami rawat ini adalah anak negara,” papar anak sulung dari lima bersaudara pasangan Dewa Aji Wirata (almarhum) dan Dewa Biang Wirata ini.
Terkait donatur, Dewa Wirata mengaku pada masa awal membentuk Yayasan Sayangi Bali awalnya sanget seret. Dewa Wirata pernah kekurangan finansial, karena tak ada donator. Bahkan, dia pernah hanya mampu membayar perawat 50 persen gaji. Namun, saat ini sudah semakin banyak donatur yang peduli dengan anak-anak yang ada di yayasan tersebut.
“Dulu memang sempat sulit di awal-awal. Sekarang syukurnya tidak sampai begitu, karena makin banyak donatur yang peduli. Bahkan, kemarin salah satu anak di sini, namanya Amel, baru saja menjalani operasi di Singapura dan menghabiskan Rp 230 juta. Itu semua sumbangan dari donatur,” katanya. *ind
Dewa Wirata adalah seorang pelaku pariwisata asal Banjar Buana, Desa Padangsambian, Kecamatan Denpasar Barat yang kesehariannya bekerja sebagai guide (pemandu wisata). Dia mendirikan Yayasan Sayangi Bali tahun 2012, dengan markas di Jalan Subak Dalem V (masuk lewat Jalan Gatot Subroto Tengah Denpasar).
Sejak didirikan 8 tahun silam, yayasan yang khusus merawat bayi-bayi ‘terbuang’ ini sudah merawat lebih dari 30 anak yang ditelantarkan orangtuanya. Dari 30 lebih anak itu, ada yang sudah diadopsi, ada yang dikembalikan kepada orangtua kandungnya, dan ada pula yang masih dirawat di Yayasan Sayangi Bali. Saat ini, tercatat ada 5 anak telantar masih dirawat di yayasan yang dipimpin Dewa Wirata.
Menurut Dewa Wirata, semula dia tidak pernah terpikir akan membentuk yayasan khusus menangani bayi-bayi telantar. Apalagi, dirinya adalah seorang pekerja pariwisata. “Dulu tiang sempat tinggal di Jepang dan Korea dalam waktu lama, karena sebagai pemandu wisata. Saya baru pulang ke Bali setelah tragedi Bom Bali II (1 Oktober 2005, Red),” kenang Dewa Wirata saat dihubungi NusaBali di Kantor Yayasan Sayangi Bali, Selasa (24/3) lalu.
Nah, setelah balik ke Bali pasca Bom Bali II 2005, Dewa Wirata yang saat itu membawa tamu keliling, sering melihat anak-anak di pedesaan yang dalam kondisi memprihatinkan. “Ada anak yang hidrocefalus, itu yang kita up alamatnya, nomor teleponnya, dan unggah ke media sosial. Begitu awalnya,” papar Dewa Wirata.
Setelah sekian lama melakukan aksi sosial kemanusiaan seperti itu, tiba-tiba marak muncul kasus pembuangan bayi di Bali. Bahkan, pernah terjadi peristiwa dalam sehari ada tiga kasus pembuangan bayi sekaligus. Hal inilah yang membuat Dewa Wirata tergerak untuk membentuk yayasan yang khusus merawat bayi-bayi yang ditelantarkan orangtuanya, yakni Yayasan Sayangi Bali pada 2012.
Dewa Wirata menyebutkan, anak adalah anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan baik, bukan malah disia-siakan hidupnya. “Nah, seiring berjalannya waktu, akhirnya terpikir saat itu bahwa di Bali belum ada satu pun yayasan khusus yang merawat bayi-bayi yang dibuang orangtuanya. Maka, lewat kerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Bali, terbentuklah Yayasan Sayangi Bali ini tahun 2012,” cerita putra Bali kelahiran Lampung, 31 Desember 1963 ini.
Menurut Dewa Wirata, dia ingin melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain. Sebab, dia merasa sudah mendapatkan rezeki yang cukup dari Tuhan. Dewa Wirata kadang merasa miris melihat anak-anak yang ditelantarkan oleh orangtua yang tidak bertanggung jawab. Sementara di luar sana, banyak pasangan suami istri yang ingin mempunyai anak.
“Kadang sedih juga melihat, kenapa anak disia-siakan seperti itu? Saya bahagia melihat anak-anak bisa dirawat dengan baik dan mereka tersenyum,” tandas ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Dra Desak Ketut Manik SH ini.
Kebanyakan bayi-bayi ‘malang’ ini, kata Dewa Wirata, ditelantarkan di rumah sakit. Bahkan, ada beberapa kasus bayi yang ditemukan di tempat sampah. Ada juga bayi yang lahir ditelantarkan karena cacat.
Jika ditelantarkan di rumah sakit, biasanya pihak RS akan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib, karena termasuk tindakan penelantaran anak. Namun, tak jarang pihak berwajib pun kesulitan mengungkap identitas orangtua bayi malang tersebut, karena alamat yang diberikan palsu.
“Yang paling tragis itu ada dulu bayi yang dibuang di tong sampah di kawasan Monang Maning, Denpasar Barat. Ditemukan warga, kemudian ditangani pihak kepolisian, lalu Dinas Sosial, baru diserahkan ke kami. Sudah proses (adopsi, Red). Anak itu saya namai Arjuna, karena ganteng sekali anaknya. Mungkin sekarang sudah TK 0 Besar,” kata Dewa wirata.
Dewa Wirata mengungkapkan, untuk proses adopsi bayi telantar, pun tidak mudah bagi orangtua. Sebab, ada sejumlah syarat yang wajib dipenuhi calon orangtua. Mereka harus melalui proses seperti tes kejiwaan, tes jasmani, dan tes rohani. Selain itu, minimal umur pernikahannya 5 tahun, serta memiliki perkerjaan dan kompakan di keluarga.
Terlebih lagi, jika yang mengadopsi adalah krama Bali yang memiliki aturan khusus di desa adat. Maka, proses adopsi oleh calon orangtua anak telantar ini juga harus sepengetahuan desa adat di mana mereka tinggal. Untuk proses adopsi, kata Dewa Wirata, kewenangannya ada di Dinas Sosial Provinsi Bali.
“Banyak instansi yang akan meneliti tentang calon orangtua angkat ini. Ada namanya Tim Pertimbangan, Perizinan, Pengangkatan Anak di Dinas Sosial. Karena istilahnya yang kami rawat ini adalah anak negara,” papar anak sulung dari lima bersaudara pasangan Dewa Aji Wirata (almarhum) dan Dewa Biang Wirata ini.
Terkait donatur, Dewa Wirata mengaku pada masa awal membentuk Yayasan Sayangi Bali awalnya sanget seret. Dewa Wirata pernah kekurangan finansial, karena tak ada donator. Bahkan, dia pernah hanya mampu membayar perawat 50 persen gaji. Namun, saat ini sudah semakin banyak donatur yang peduli dengan anak-anak yang ada di yayasan tersebut.
“Dulu memang sempat sulit di awal-awal. Sekarang syukurnya tidak sampai begitu, karena makin banyak donatur yang peduli. Bahkan, kemarin salah satu anak di sini, namanya Amel, baru saja menjalani operasi di Singapura dan menghabiskan Rp 230 juta. Itu semua sumbangan dari donatur,” katanya. *ind
1
Komentar