Merger Bank Bermasalah Bisa Dipercepat
JAKARTA, NusaBali
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bisa mempercepat merger atau penggabungan lebih awal kepada bank atau lembaga jasa keuangan apabila mengalami masalah sistemik karena dampak wabah Covid-19.
“Kalau sampai harus masuk pengawasan intensif, ini perlu sembilan bulan, itu terlalu lama dalam kondisi darurat, ini harus cepat,” kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam konferensi video di Jakarta, Rabu (1/4).
Menurut dia, dalam kondisi normal dengan asumsi tidak ada bencana seperti wabah virus corona ini, dalam waktu sembilan bulan pemegang saham masih ada hak untuk mencari penanam modal.
Namun, dalam kondisi darurat Covid-19 ini waktu sembilan bulan akan menjadi berlarut-larut sehingga membuat kepercayaan masyarakat semakin menurun. “Ini kami minta agar kami punya kewenangan lebih awal untuk melakukan merger kepada bank jika diperlukan tapi mudah-mudahan tidak seperti itu,” katanya.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan.
Dalam Perppu itu salah satunya memberikan kewenangan kepada OJK melakukan merger lebih cepat jika ada bank atau lembaga jasa keuangan yang bermasalah karena dampak Covid-19 yang membahayakan perekonomian nasional dan atau stabilitas sistem keuangan.
Pasal 23 dalam Perppu itu menyebutkan dalam penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan, OJK diberi kewenangan untuk memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan atau konversi yang ketentuan lebih lanjut terkait hal itu akan diatur dalam Peraturan OJK.
Dengan adanya Perppu itu, lanjut dia, maka akan menjadi kerangka hukum yang kuat bagi regulator itu mengantisipasi permasalahan yang membelit sektor jasa keuangan akibat virus Corona tersebut.
“Kami akan betul-betul melakukan due diligence ketat kepada individual bank dan sudah mulai kami lakukan agar tidak terjadi moral hazard,” kata Wimboh. *ant
Komentar