Pariwisata Budaya yang Merdeka
Secara sederhana, merdeka berarti bebas dari ikatan atau hegemoni apapun. Kemerdekaan itu bukan pemberian melainkan hasil pengupayaan.
Sama halnya dengan pariwisata budaya Bali yang telah menghasilkan cukup banyak. Tetapi, ketika bencana virus corona merebak, pariwisata Bali lumpuh terserang stroke berat. Hampir semua sektor kehidupan di Bali terdampak secara negatif. Ini merupakan pembelajaran penting. Bali sudah sejak lama tidak merdeka dari tali putri yang genit dan parasit itu! Sepertinya, pariwisata Bali terlena dalam utopia kearifan lokal yang adiluhung!
Kenapa elite pariwisata Bali tidak menyontoh semangat juang para pahlawan dalam mencapai kemerdekaan itu? Mereka para pahlawan berjuang gigih, bahkan berkorban jiwa dan raga. Mereka bergerak maju, bukan mundur atau stagnan di zona nyaman. Kini sudah waktunya untuk bergerak, berpindah dari zona nyaman yang ada. Bebaskan diri dari penghambaan pada komodifikasi kearifan lokal yang berkepanjangan, bergeser dari zona nyaman yang tidak produktif, dan rasa pesimis yang membelenggu.
Bagaimana strategi yang harus ditempuh agar dapat meminimalkan dampak virus corona terhadap aspek kehidupan krama Bali? Mungkin, salah satu strategi seperti yang pernah diucapkan oleh Oprah Winfrey. Oprah Gail Winfrey adalah seorang selebriti dan pengusaha Amerika Serikat yang namanya melambung setelah membawakan sebuah acara bincang-bincang yang sangat populer, The Oprah Winfrey Show.
Menurutnya, cara terbaik untuk membuat masa depan menjadi lebih cerah dengan mulai mengatur strategi. Ia berpendapat bahwa “luck is a preparation meeting an opportunity”,keberuntungan merupakan persiapan untuk meraih peluang. Menurutnya, pariwisata budaya Bali harus menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan agar dapat meraih sukses material kapanpun ada kesempatan, bahkan di saat krisis seperti sekarang ini!
Kearifan lokal merupakan khasanah budaya yang tercipta dari hasil adaptasi dan pengalaman krama Bali, yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi.
Kearifan lokal digunakan oleh krama Bali untuk bertahan hidup, bukan semata-mata untuk kesenangan orang lain (baca: wisatawan). Singkat kata, kearifan lokal adalah kekayaan ‘dari, oleh, dan untuk krama Bali’. Kalau pariwisata budaya Bali terdampak negatif oleh virus corona, maka kehidupan krama Bali bersendikan kearifan lokal tidak boleh terhenti apalagi tersandung!
Kearifan lokal Bali amat diyakini sebagai perekat sosial, menata hubungan dan kerukunan antar krama Bali.
Nilai Tri Hita Karana berfungsi sebagai ‘sutata parhyangan’, ‘sutata pawongan’, dan ‘sutata palemahan’. Kearifan lokal ini telah mampu menjaga dan menata pola hubungan krama Bali secara dinamis dari generasi ke generasi. Kenapa nilai ini tidak dijadikan peluang untuk menyejahterakan?
Kearifan lokal Tatwam Asi, kamu adalah aku dan aku adalah kamu, memiliki nilai tinggi. Ia sebuah vibrasi agar mengakui eksistensi dan menghormati orang lain seperti diri sendiri. Nilai ini menjadi dasar dalam membangun peradaban demokrasi modern. Kearifan lokal ini tidak pantas untuk diperjual-belikan! Demikian halnya dengan kearifan ‘salunglung sabayantaka, paras paros sarpanaya’, nilai kebersamaan antara satu krama dengan yang lain, sebagai satu ikatan sosial yang saling menghargai dan menghormati.
Kearifan lokal ini juga mengandung nilai ‘menyama braya’, makna persaudaraan dan pengakuan bahwa kita bersaudara. Masih banyak kearifan lokal yang bermakna dan bermanfaat untuk krama Bali, bukan untuk pariwisata. Sederetan nilai-nilai kearifan lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial apabila dapat menjadi rujukan dan bahan acuan dalam menjaga dan menciptakan relasi sosial yang harmonis. Sistem pengetahuan lokal ini seharusnya dapat dipahami sebagai sistem pengetahuan yang dinamis dan berkembang terus secara kontekstual. Kearifan lokal telah terbukti menjadikan Bali sebagai ‘the living paradise’, sorganya dunia. Semoga. *
Prof.Dewa Komang Tantra,MSc.,Ph.D
(Pemerhati Masalah Sosial dan Budaya)
1
Komentar