Muncul Tirta Pemahayu Berisi Rambut Panjang di Palinggih Sapujagat
Peristiwa Gaib di Pura Siwa Sapujagat Sebelum Krama Desa Adat Buleleng Gelar Upacara Guru Piduka
Berdasarkan pawisik, air suci untuk kerahayuan ini harus dibagikan ke-pada seluruh krama Desa Adat Buleleng dari 14 banjar. Tirta baru dibagikan kepada krama saat upacara guru piduka di Pura Siwa Sapujagat, Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng, Selasa kemarin
SINGARAJA, NusaBali
Peristiwa gaib terjadi sebelum upacara guru piduka yang dilaksanakan Desa Adat Buleleng terkait pembatalan pelaksanaan prosesi melasti tahun yang digelar di Pura Siwa Sapujagat tepat Purnamaning Kadasa pada Anggra Pon Merakih, Selasa (7/4) pagi. Dua pekan sebelum upacara guru piduka, tiba-tiba medal (muncul) tirta secara gaib di Pura Siwa Sapujagat yang berlokasi di Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng. Berdasarkan pawisik, tirta ajaib ini medal untuk kerahayuan jagat.
Air suci ajaib yang diberi nama Tirta Pemahayu (pembawa kerahayuan) dan dipercaya sebagai anugerah Ida Sesuhunan Pura Siwa Sapujagat ini pun langsung dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng dari 14 banjar adat, Selasa pagi. Tirta Pemahayu ini juga dipendak langsung oleh Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, dalam prosesi yang dipimpin Pamangku Pura Siwa Sapujagat Jro Mangku Gede Made Dwi Suarta dan Kelian Pemaksan, Putu Mahendra.
Jro Mangku Gede Made Dwi Suarta mengisahkan, Tirta Pemahayu ini muncul secara ajaib dalam sangku yang tertinggal tanpa sengaja di Palinggih Sapujagat Pura Siwa Sapujagat, Minggu (22/3) lalu. Ruangan di Palinggih Sapu Jagat di mana Tirta Pamahayu tersebut muncul, saat itu dalam kondisi terkunci rapat.
Kemunculan Tirta Pemahayu secara gaib ini diketahui Jro Mangku Dwi Suarta ketika ada krama yang akan nunas tirta untuk upacara piodalan. Jro Mangku Dwi Suarta awalnya tidak menyadari kalau sangku (tempat tirta) tertinggal di dalam Palinggih Sapujagat, yang merupakan sthana Ida Sesuhunan Sapujagat berupa Meru Tumpang Telu (tingkat 3) yang dalam keadaan terkunci.
“Tumben saya taruh sangku di sana. Biasanya, sehabis nunas tirta, sangku saya taruh di Piyasan atau saya bawa pulang. Saat ditinggal sebelumnya, sangku hanya berisi tirta sepertiga. Namun, peristiwa yang tak masuk diakal itu diketahui saat ritual nunas tirta dari krama yang hendak menggelar piodalan. Sangku yang awalnya ringan, tiba-tiba menjadi berat dan poenuh berisi tirta,” kenang Jro Mangku Dwi Suarta kepada NusaBali, Selasa kemarin.
Nah, krama yang hendak nunas tirta itu kemudian dibantu oleh Jro Mangku Istri untuk mengangkat sangku yang dalam keadaan penuh tersebut. Setelah berhasil diangkat dan dikeluarkan dari Palinggih Sapujagat Pura Suwa Sapujagat, di tengah sangku terlihat sehelai rambut yang sangat panjang. Namun anehnya, saat akan diangkat oleh Jro Mangku Dwi Suarta, sehelai rambut panjang itu tiba-tiba saja menghilang.
Karena peristiwa gaib tersebut, Jro Mangku Dwi Suarta, Jro Mangku Istri, dan sejumlah krama yang ada saat itu berada di Utama Mandala Pura Siwa Sapujagat mendadak gemetar dan terheran-heran. Jro Mangku Dwi Suarta sendiri meyakini sehelai rambut yang muncul dan menghilang secara gaib itu adalah rambut Ida Sesuhunan yang bersthana di Palinggih Sapujagat. Ida Sesuhunan tersebut berwujud wanita cantik berambut panjang.
Tak lama setelah peristiwa gaib munculnya Tirta Pemahayu di Palinggih Sapujagat Pura Siwa Sapujagat tersebut, Jro Mangku Dwi Suarta mendapatkan pawisik (petunjuk niskala) melalui mimpi. Dalam mimpimnya, Jro Mangku Dwi Suarta dihampiri seorang wanita cantik yang mengatakan bahwa Tirta Pemahayu harus dibagikan kepada krama Desa Adat Buleleng.
Hanya saja, pawisik melalui mimpi itu tidak pernah disampaikan Jro Mangku Dwi Suarta kepada siapa pun, karena takut dianggap sok dan pamer. Namun, keputusannya untuk diam dan menyimpan sendiri rahasia tersebut kemudian diperingatkan oleh Ida Sesuhunan yang terus hadir dalam mimpi Jro Mangku Dwi Suarta.
“Sudah tiga kali saya diperingatkan untuk membagikan tirta ini kepada krama Buleleng, tetapi saya diam karena khawatir banyak yang meboye (tidak percaya dan menertawakan, Red) hal seperti itu,” ungkap Jro Mangku Dwi Suarta, yang kemarin didampingi Kelian Pemaksan, Putu Mahendra.
Karena Jro Mangku Dwi Suarta terus-terusan diam, sempat terjadi peristiwa kerauhan (kesurupan) seorang krama pangempon Pura Siwa Sapujagat. Roh yang merasuki raga krama kerahuan ini saat itu mengingatkan agar Tirta Pemahayu segera dibagikan.
Selain peristiwa kerauhan, ada juga krama Buleleng yang tinggal di Jakarta dapat pawisik agar nunas tirta di Pura Siwa Sapujagat untuk mendapat perlindungan dari penularan Covid-19. Karena serentetan kejadian itu, Jro Mangku Dwi Suarta dan Putu Mahendra akhirnya menyampiakan keberadaan tirta yang muncul secara gaib tersebut kepada prajuru Desa Adat Buleleng. Sapai akhirnya Tirta Pemahayu dari Pura Siwa Sapujagat dipendak prajuru Desa Adat Buleleng dan selanjutnya dicampur dengan tirta dari Kahyangan Desa Adat dan Tirta Sudamala, sebelum kemudian dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng, Selasa pagi.
Sementara itu, Putu Mahendra menyebutkan Pura Siwa Sapujagat sudah berdiri tahun 1853. Ida Sesuhunan Pura Sapujagat yang disungsung oleh krama dari berbagai wilayah di Buleleng, selalu jadi barometer Desa Adat Buleleng yang mewilayahi 14 banjar adat. Saat pelaksanaan melasti Desa Adat Buleleng setahun sekali yang biasanya diikuti seratusan pratima Pura Dadia, Pura Kawitan, Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Buleleng, Sarad dari Pura Siwa Sapujagat selalu berada di urutan nomor satu. Ini dipercaya sebagai pembuka jalan Ida Batara saat lunga ke segara.
Sedangkan Kelian Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, mengatakan krama desa melakukan ngingkup (menampur) lima tirta. Rinciannya, Tirta Kahyangan Tiga (Pura Desa, Pura Dalem, Pura Segara), Tirta Sudamala, dan Pura Tirta Siwa Sapujagat. Kelima tirta tersebut selanjutnya dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng dari 14 banjar adat.
Ada pun 14 bajar adat tersebut, masing-masing Banjar Adat Liligundi, Banjar Adat Bale Agung, Banjar Adat Paketan, Banjar Adat Delod Peken, Banjar Adat Penataran, Banjar Adat Banjar Tegal, Banjar Adat Petak, Banjar Adat Tengah, Banjar Adat Peguyangan, Banjar Adat Banjar Jawa, Banjar Adat Banjar Bali, Banjar Adat Kaliuntu, Banjar Adat Kampung Anyar, dan Banjar Adat Kampung Baru.
Menurut Nyoman Sutrisna, prosesi mendak tirta kemarin pagi dirangkaikan dengan upacara guru piduka Desa Adat Buleleng, karena tidak melangusngkan upacara melasti untuk memohon kerahayuan jagat lantaran pandemi Covid-19. “Kami semua nunas ica kepada Ida Sesuhunan semua dan Ida Sang Hyang Widhi, agar virus Corona segera hilang,” ujar Sutrisna yang mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng. *k23
Peristiwa gaib terjadi sebelum upacara guru piduka yang dilaksanakan Desa Adat Buleleng terkait pembatalan pelaksanaan prosesi melasti tahun yang digelar di Pura Siwa Sapujagat tepat Purnamaning Kadasa pada Anggra Pon Merakih, Selasa (7/4) pagi. Dua pekan sebelum upacara guru piduka, tiba-tiba medal (muncul) tirta secara gaib di Pura Siwa Sapujagat yang berlokasi di Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan Buleleng. Berdasarkan pawisik, tirta ajaib ini medal untuk kerahayuan jagat.
Air suci ajaib yang diberi nama Tirta Pemahayu (pembawa kerahayuan) dan dipercaya sebagai anugerah Ida Sesuhunan Pura Siwa Sapujagat ini pun langsung dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng dari 14 banjar adat, Selasa pagi. Tirta Pemahayu ini juga dipendak langsung oleh Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, dalam prosesi yang dipimpin Pamangku Pura Siwa Sapujagat Jro Mangku Gede Made Dwi Suarta dan Kelian Pemaksan, Putu Mahendra.
Jro Mangku Gede Made Dwi Suarta mengisahkan, Tirta Pemahayu ini muncul secara ajaib dalam sangku yang tertinggal tanpa sengaja di Palinggih Sapujagat Pura Siwa Sapujagat, Minggu (22/3) lalu. Ruangan di Palinggih Sapu Jagat di mana Tirta Pamahayu tersebut muncul, saat itu dalam kondisi terkunci rapat.
Kemunculan Tirta Pemahayu secara gaib ini diketahui Jro Mangku Dwi Suarta ketika ada krama yang akan nunas tirta untuk upacara piodalan. Jro Mangku Dwi Suarta awalnya tidak menyadari kalau sangku (tempat tirta) tertinggal di dalam Palinggih Sapujagat, yang merupakan sthana Ida Sesuhunan Sapujagat berupa Meru Tumpang Telu (tingkat 3) yang dalam keadaan terkunci.
“Tumben saya taruh sangku di sana. Biasanya, sehabis nunas tirta, sangku saya taruh di Piyasan atau saya bawa pulang. Saat ditinggal sebelumnya, sangku hanya berisi tirta sepertiga. Namun, peristiwa yang tak masuk diakal itu diketahui saat ritual nunas tirta dari krama yang hendak menggelar piodalan. Sangku yang awalnya ringan, tiba-tiba menjadi berat dan poenuh berisi tirta,” kenang Jro Mangku Dwi Suarta kepada NusaBali, Selasa kemarin.
Nah, krama yang hendak nunas tirta itu kemudian dibantu oleh Jro Mangku Istri untuk mengangkat sangku yang dalam keadaan penuh tersebut. Setelah berhasil diangkat dan dikeluarkan dari Palinggih Sapujagat Pura Suwa Sapujagat, di tengah sangku terlihat sehelai rambut yang sangat panjang. Namun anehnya, saat akan diangkat oleh Jro Mangku Dwi Suarta, sehelai rambut panjang itu tiba-tiba saja menghilang.
Karena peristiwa gaib tersebut, Jro Mangku Dwi Suarta, Jro Mangku Istri, dan sejumlah krama yang ada saat itu berada di Utama Mandala Pura Siwa Sapujagat mendadak gemetar dan terheran-heran. Jro Mangku Dwi Suarta sendiri meyakini sehelai rambut yang muncul dan menghilang secara gaib itu adalah rambut Ida Sesuhunan yang bersthana di Palinggih Sapujagat. Ida Sesuhunan tersebut berwujud wanita cantik berambut panjang.
Tak lama setelah peristiwa gaib munculnya Tirta Pemahayu di Palinggih Sapujagat Pura Siwa Sapujagat tersebut, Jro Mangku Dwi Suarta mendapatkan pawisik (petunjuk niskala) melalui mimpi. Dalam mimpimnya, Jro Mangku Dwi Suarta dihampiri seorang wanita cantik yang mengatakan bahwa Tirta Pemahayu harus dibagikan kepada krama Desa Adat Buleleng.
Hanya saja, pawisik melalui mimpi itu tidak pernah disampaikan Jro Mangku Dwi Suarta kepada siapa pun, karena takut dianggap sok dan pamer. Namun, keputusannya untuk diam dan menyimpan sendiri rahasia tersebut kemudian diperingatkan oleh Ida Sesuhunan yang terus hadir dalam mimpi Jro Mangku Dwi Suarta.
“Sudah tiga kali saya diperingatkan untuk membagikan tirta ini kepada krama Buleleng, tetapi saya diam karena khawatir banyak yang meboye (tidak percaya dan menertawakan, Red) hal seperti itu,” ungkap Jro Mangku Dwi Suarta, yang kemarin didampingi Kelian Pemaksan, Putu Mahendra.
Karena Jro Mangku Dwi Suarta terus-terusan diam, sempat terjadi peristiwa kerauhan (kesurupan) seorang krama pangempon Pura Siwa Sapujagat. Roh yang merasuki raga krama kerahuan ini saat itu mengingatkan agar Tirta Pemahayu segera dibagikan.
Selain peristiwa kerauhan, ada juga krama Buleleng yang tinggal di Jakarta dapat pawisik agar nunas tirta di Pura Siwa Sapujagat untuk mendapat perlindungan dari penularan Covid-19. Karena serentetan kejadian itu, Jro Mangku Dwi Suarta dan Putu Mahendra akhirnya menyampiakan keberadaan tirta yang muncul secara gaib tersebut kepada prajuru Desa Adat Buleleng. Sapai akhirnya Tirta Pemahayu dari Pura Siwa Sapujagat dipendak prajuru Desa Adat Buleleng dan selanjutnya dicampur dengan tirta dari Kahyangan Desa Adat dan Tirta Sudamala, sebelum kemudian dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng, Selasa pagi.
Sementara itu, Putu Mahendra menyebutkan Pura Siwa Sapujagat sudah berdiri tahun 1853. Ida Sesuhunan Pura Sapujagat yang disungsung oleh krama dari berbagai wilayah di Buleleng, selalu jadi barometer Desa Adat Buleleng yang mewilayahi 14 banjar adat. Saat pelaksanaan melasti Desa Adat Buleleng setahun sekali yang biasanya diikuti seratusan pratima Pura Dadia, Pura Kawitan, Pura Kahyangan Tiga di Desa Adat Buleleng, Sarad dari Pura Siwa Sapujagat selalu berada di urutan nomor satu. Ini dipercaya sebagai pembuka jalan Ida Batara saat lunga ke segara.
Sedangkan Kelian Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, mengatakan krama desa melakukan ngingkup (menampur) lima tirta. Rinciannya, Tirta Kahyangan Tiga (Pura Desa, Pura Dalem, Pura Segara), Tirta Sudamala, dan Pura Tirta Siwa Sapujagat. Kelima tirta tersebut selanjutnya dibagikan kepada seluruh krama Desa Adat Buleleng dari 14 banjar adat.
Ada pun 14 bajar adat tersebut, masing-masing Banjar Adat Liligundi, Banjar Adat Bale Agung, Banjar Adat Paketan, Banjar Adat Delod Peken, Banjar Adat Penataran, Banjar Adat Banjar Tegal, Banjar Adat Petak, Banjar Adat Tengah, Banjar Adat Peguyangan, Banjar Adat Banjar Jawa, Banjar Adat Banjar Bali, Banjar Adat Kaliuntu, Banjar Adat Kampung Anyar, dan Banjar Adat Kampung Baru.
Menurut Nyoman Sutrisna, prosesi mendak tirta kemarin pagi dirangkaikan dengan upacara guru piduka Desa Adat Buleleng, karena tidak melangusngkan upacara melasti untuk memohon kerahayuan jagat lantaran pandemi Covid-19. “Kami semua nunas ica kepada Ida Sesuhunan semua dan Ida Sang Hyang Widhi, agar virus Corona segera hilang,” ujar Sutrisna yang mantan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng. *k23
1
Komentar