Perluasan Sawah Organik Terkendala Pemasaran
Selain pemasaran yang belum terbuka, harga beras organic belum bias dijual sesuai level organik yang harusnya dua kali lebih mahal dari beras biasa.
SINGARAJA, NusaBali
Dinas Pertanian Buleleng sampai saat ini masih mengupayakan perluasan sawah organik di Buleleng. Dua subak percontohan yang telah menerapkan sistem pertanian organik yakni di Subak Kedu dan Cengana di Desa Panji, Kecamatan Sukasada Buleleng sudah cukup produktif. Namun saat ini masih memerlukan pasar baru.
Dua subak dengan pertanian organik itu memulai misinya untuk menghasilkan pangan sehat sejak tahun 2016. Hingga empat tahun berjalan kedua subak masih setia dengan misi mereka dan mempertahankan 30 hektare sawah di Subak Kedu dan 20 hektare sawah Subak Cengana untuk menghasilkan beras organik.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, Senin (20/4) menjelaskan, perjuangan perlakuan subak organik bukan perkara mudah. Selain pola perawatannya lebih intens, masa panen pun hanya bisa dua kali dalam setahun.
Saat ini produktivitas sawah organik di Subak Cengana dan Subak Kedu mencapai 4 ton per hektare. Hanya saja jumlah produksi kedua subak ini sejak tiga tahun terakhir, baru dipasarkan di lokalan saja dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan harga beras pada umumnya. Padahal seharusnya jika mendapat pasar yang sesuai harga beras organik memiliki nilai ekonomis dua kali lebih mahal dari beras biasa.
“Sejauh ini memang permasalahannya di segi pasar. Khusus produksi beras organik kami masih carikan link dulu, untuk kepastian pasarnya, sehingga petani mendapat harga yang pantas. Saat ini masih dijual di lokalan saja dengan harga tidak jauh dari beras biasa,” kata Sumiarta.
Beras organik di pasaran biasanya laku dengan harga Rp 20-25 ribu per kilogram. Namun saat ini petani beras organik di Buleleng hanya menjual produksi berasnya Rp 15 ribu per kilogram. Sumiarta menjelaskan harga beras organik memang lebih berkelas dengan beras biasa sama halnya dengan beras merah atau beras hitam yang memang peminatnya dari kalangan tertentu saja. Selain diperlakukan khusus harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas beras dari segi kesehatan, dan ketananan mutu produknya lebih bagus daripada beras pada umumnya. “Nah ini yang masih kami upayakan untuk fasilitasi biar harganya cocok. Kami masih melakukan penjajagan dengan koperasi minimal PNS di lingkup Pemkab Buleleng dulu yang mencoba mengkonsumsi,” kata dia. Selanjutnya jika jaringan pemasarannya sudah terjamin, Dinas Pertanian juga siap meluncurkan sawah organik lainnya untuk perluasan.
Sementara itu luasan tanam padi organik di Subak Cengana dan Kedu dengan jumlah total lahan tanam 50 hektare di tahun 2019, produktivitasnya mengalami peningkatan yakni dari 4 ton per hektare di tahun 2018 menjadi 4,2 to per hektare. Peningkatan produktivitas itu mempengaruhi jumlah produksi beras organik yang ditotal dari dua subak sebanyak 180 ton di tahun 2018 menjadi 193 ton di tahun 2019 lalu.*k23
Dinas Pertanian Buleleng sampai saat ini masih mengupayakan perluasan sawah organik di Buleleng. Dua subak percontohan yang telah menerapkan sistem pertanian organik yakni di Subak Kedu dan Cengana di Desa Panji, Kecamatan Sukasada Buleleng sudah cukup produktif. Namun saat ini masih memerlukan pasar baru.
Dua subak dengan pertanian organik itu memulai misinya untuk menghasilkan pangan sehat sejak tahun 2016. Hingga empat tahun berjalan kedua subak masih setia dengan misi mereka dan mempertahankan 30 hektare sawah di Subak Kedu dan 20 hektare sawah Subak Cengana untuk menghasilkan beras organik.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, I Made Sumiarta, Senin (20/4) menjelaskan, perjuangan perlakuan subak organik bukan perkara mudah. Selain pola perawatannya lebih intens, masa panen pun hanya bisa dua kali dalam setahun.
Saat ini produktivitas sawah organik di Subak Cengana dan Subak Kedu mencapai 4 ton per hektare. Hanya saja jumlah produksi kedua subak ini sejak tiga tahun terakhir, baru dipasarkan di lokalan saja dengan harga yang tidak jauh berbeda dengan harga beras pada umumnya. Padahal seharusnya jika mendapat pasar yang sesuai harga beras organik memiliki nilai ekonomis dua kali lebih mahal dari beras biasa.
“Sejauh ini memang permasalahannya di segi pasar. Khusus produksi beras organik kami masih carikan link dulu, untuk kepastian pasarnya, sehingga petani mendapat harga yang pantas. Saat ini masih dijual di lokalan saja dengan harga tidak jauh dari beras biasa,” kata Sumiarta.
Beras organik di pasaran biasanya laku dengan harga Rp 20-25 ribu per kilogram. Namun saat ini petani beras organik di Buleleng hanya menjual produksi berasnya Rp 15 ribu per kilogram. Sumiarta menjelaskan harga beras organik memang lebih berkelas dengan beras biasa sama halnya dengan beras merah atau beras hitam yang memang peminatnya dari kalangan tertentu saja. Selain diperlakukan khusus harga yang lebih mahal dikarenakan kualitas beras dari segi kesehatan, dan ketananan mutu produknya lebih bagus daripada beras pada umumnya. “Nah ini yang masih kami upayakan untuk fasilitasi biar harganya cocok. Kami masih melakukan penjajagan dengan koperasi minimal PNS di lingkup Pemkab Buleleng dulu yang mencoba mengkonsumsi,” kata dia. Selanjutnya jika jaringan pemasarannya sudah terjamin, Dinas Pertanian juga siap meluncurkan sawah organik lainnya untuk perluasan.
Sementara itu luasan tanam padi organik di Subak Cengana dan Kedu dengan jumlah total lahan tanam 50 hektare di tahun 2019, produktivitasnya mengalami peningkatan yakni dari 4 ton per hektare di tahun 2018 menjadi 4,2 to per hektare. Peningkatan produktivitas itu mempengaruhi jumlah produksi beras organik yang ditotal dari dua subak sebanyak 180 ton di tahun 2018 menjadi 193 ton di tahun 2019 lalu.*k23
Komentar