Bawaslu Bali Pantau Aksi Tebar Pesona Politisi
Marak Bantuan di Tengah Pandemi Covid-19
DENPASAR, NusaBali
Pandemi Covid-19 (virus Corona) membuat para politisi ramai-ramai turun gunung sebagai kader maupun anggota legislatif menggelontor bantuan kepada masyarakat.
Terkait ini, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) Provinsi Bali kini sedang mengkaji dan mengawasi adanya fenomena politisi tebar pesona di tengah pandemi Covid-19. Hal itu terungkap dalam diskusi daring (online) yang dilaksanakan Bawaslu Bali dalam rangkaian Hari Kartini, Selasa (21/4) siang.
Dalam diskusi online dengan tema perempuan dan pengawasan partisipatif dalam Pilkada 2020 di tengah wabah Covid-19 tersebut dihadiri Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, penggiat pemilu yang juga Ketua Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu, pimpinan dan anggota Bawaslu Kabupaten dan Kota Divisi SDM, Hukum dan Pengawasan. Dalam diskusi selain masalah bantuan politisi di tengah Covid-19, fenomena para politisi dan anggota legislatif tebar pesona dan rebutan pengaruh di tengah Covid-19 jadi perbincangan serius.
Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, mengatakan sudah memetakan seluruh giat dari para politisi maupun legislator yang turun gunung dalam rangka Covid-19. Dalam kondisi Covid-19 ini memang semua komponen masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penularan wabah ini. Tak terkecuali para politisi berbalut sikap peduli dengan membawa bendera parpol atau sebagai anggota dewan. Hal itu tidak bisa dibendung, karena kemanusiaan. Sehingga politisi tebar pesona di tengah Corona ini sah-sah saja.
"Kami sebagai lembaga pengawas, apalagi ini jelang Pilkada 2020 memaksimalkan pengawasan dan petakan potensi yang terjadi terhadap pemanfaatan situasi Covid-19 ini," ujar Ariyani.
Menurut Ariyani, gesekan dan rebutan pengaruh di tengah Covid-19 oleh pihak-pihak yang berkepentingan kepada pemilih maupun penyelenggara pemilu jelang Pilkada tetap jadi antisipasi. "Untuk mengkaji dan mencegah adanya rebutan pengaruh, gesekan kepentingan dengan bantuan Covid-19 kami antisipasi. Walaupun ini belum pelaksanaan Pilkada. Ini penting untuk jadi bahan ketika pemilu selain Pilkada," ujar mantan Ketua Panwaslu Buleleng ini.
Fenomena rebutan pengaruh para politisi di tengah pandemic Covid-19 ini memang sudah terbukti ketika di Kabupaten Gianyar ada parpol yang menyerahkan bantuan Covid-19 ditolak warga. Ditengarai itu disebabkan salah satunya rebutan pengaruh antar politisi.
Ariyani mengatakan saat ini menggaet para pengawas partisipatif dari berbagai kalangan mulai tokoh masyarakat, akademisi dan generasi milenial. "Tidak hanya di 6 kabupaten dan kota yang gelar pilkada. Tapi juga di kabupaten yang tidak melaksanakan Pilkada. Kita memetakan potensi kerawanan atas fenomena gerakan politik memanfaatkan situasi di tengah Covid-19 ini. Kami berharap juga para akademisi dan penggiat pemilu berpartisipasi dalam pengawasan partisipatif ini," ujar Ariyani.
Sementara Ketua Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu, secara terpisah mengatakan usaha Bawaslu Bali dan jajaran yang tetap melakukan pengawasan di tengah pandemi Covid-19 walaupun dengan pola online dan work from home (WFH) harus diapresiasi.
"Waktu yang panjang ini bisa dimanfaatkan jajaran Bawaslu. Terlebih lagi para pengawas perempuan ini tentu membanggakan. Karena sebagai pengawas dengan kodrat sebagai perempuan berbeda dengan pengawas laki-laki yang bisa pergi dengan leluasa. Tetapi pengawas perempuan harus membuktikan mereka punya kemampuan sama dengan pengawas laki-laki," ujar mantan Komisioner KPU Bali periode 2008-2013 ini.
Sementara sejumlah anggota Bawaslu Kabupaten yang tidak melaksanakan Pilkada tetap aktif memantau aktivitas para politisi di tengah Covid-19. Sepertinya pengawas yang daerahnya tidak melaksanakan Pilkada tidak mau disebut makan gaji buta. Seperti Bawaslu Klungkung tetap aktif melakukan pengawasan dengan melibatkan pengawas partisipatif. Anggota Bawaslu Klungkung, Ida Ayu Ari Widhianty, menyebut melaksanakan tugas pengawasan melibatkan SKPP (Sekolah Kader Pengawas Partisipatif). "Kita melibatkan kalangan milenial dengan pola pemanfaatan media sosial melaksanakan pengawasan. Kami punya 8 orang yang ikut SKPP terdiri dari 4 orang pria dan 4 perempuan," ujar Dayu Widhianty. *nat
Dalam diskusi online dengan tema perempuan dan pengawasan partisipatif dalam Pilkada 2020 di tengah wabah Covid-19 tersebut dihadiri Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, penggiat pemilu yang juga Ketua Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu, pimpinan dan anggota Bawaslu Kabupaten dan Kota Divisi SDM, Hukum dan Pengawasan. Dalam diskusi selain masalah bantuan politisi di tengah Covid-19, fenomena para politisi dan anggota legislatif tebar pesona dan rebutan pengaruh di tengah Covid-19 jadi perbincangan serius.
Ketua Bawaslu Bali, Ketut Ariyani, mengatakan sudah memetakan seluruh giat dari para politisi maupun legislator yang turun gunung dalam rangka Covid-19. Dalam kondisi Covid-19 ini memang semua komponen masyarakat melakukan upaya-upaya pencegahan penularan wabah ini. Tak terkecuali para politisi berbalut sikap peduli dengan membawa bendera parpol atau sebagai anggota dewan. Hal itu tidak bisa dibendung, karena kemanusiaan. Sehingga politisi tebar pesona di tengah Corona ini sah-sah saja.
"Kami sebagai lembaga pengawas, apalagi ini jelang Pilkada 2020 memaksimalkan pengawasan dan petakan potensi yang terjadi terhadap pemanfaatan situasi Covid-19 ini," ujar Ariyani.
Menurut Ariyani, gesekan dan rebutan pengaruh di tengah Covid-19 oleh pihak-pihak yang berkepentingan kepada pemilih maupun penyelenggara pemilu jelang Pilkada tetap jadi antisipasi. "Untuk mengkaji dan mencegah adanya rebutan pengaruh, gesekan kepentingan dengan bantuan Covid-19 kami antisipasi. Walaupun ini belum pelaksanaan Pilkada. Ini penting untuk jadi bahan ketika pemilu selain Pilkada," ujar mantan Ketua Panwaslu Buleleng ini.
Fenomena rebutan pengaruh para politisi di tengah pandemic Covid-19 ini memang sudah terbukti ketika di Kabupaten Gianyar ada parpol yang menyerahkan bantuan Covid-19 ditolak warga. Ditengarai itu disebabkan salah satunya rebutan pengaruh antar politisi.
Ariyani mengatakan saat ini menggaet para pengawas partisipatif dari berbagai kalangan mulai tokoh masyarakat, akademisi dan generasi milenial. "Tidak hanya di 6 kabupaten dan kota yang gelar pilkada. Tapi juga di kabupaten yang tidak melaksanakan Pilkada. Kita memetakan potensi kerawanan atas fenomena gerakan politik memanfaatkan situasi di tengah Covid-19 ini. Kami berharap juga para akademisi dan penggiat pemilu berpartisipasi dalam pengawasan partisipatif ini," ujar Ariyani.
Sementara Ketua Bali Sruti, Luh Riniti Rahayu, secara terpisah mengatakan usaha Bawaslu Bali dan jajaran yang tetap melakukan pengawasan di tengah pandemi Covid-19 walaupun dengan pola online dan work from home (WFH) harus diapresiasi.
"Waktu yang panjang ini bisa dimanfaatkan jajaran Bawaslu. Terlebih lagi para pengawas perempuan ini tentu membanggakan. Karena sebagai pengawas dengan kodrat sebagai perempuan berbeda dengan pengawas laki-laki yang bisa pergi dengan leluasa. Tetapi pengawas perempuan harus membuktikan mereka punya kemampuan sama dengan pengawas laki-laki," ujar mantan Komisioner KPU Bali periode 2008-2013 ini.
Sementara sejumlah anggota Bawaslu Kabupaten yang tidak melaksanakan Pilkada tetap aktif memantau aktivitas para politisi di tengah Covid-19. Sepertinya pengawas yang daerahnya tidak melaksanakan Pilkada tidak mau disebut makan gaji buta. Seperti Bawaslu Klungkung tetap aktif melakukan pengawasan dengan melibatkan pengawas partisipatif. Anggota Bawaslu Klungkung, Ida Ayu Ari Widhianty, menyebut melaksanakan tugas pengawasan melibatkan SKPP (Sekolah Kader Pengawas Partisipatif). "Kita melibatkan kalangan milenial dengan pola pemanfaatan media sosial melaksanakan pengawasan. Kami punya 8 orang yang ikut SKPP terdiri dari 4 orang pria dan 4 perempuan," ujar Dayu Widhianty. *nat
1
Komentar