Pesepakbola Alami Gejala Depresi Meningkat Tajam
LONDON, NusaBali
Asosiasi Pesepakbola Internasional (FIFPro) melaporkan adanya peningkatan tajam jumlah pemain sepakbola yang mengalami gejala depresi akibat terhentinya seluruh kegiatan olahraga selama pandemi Covid-19.
FIFPro mencatat sebanyak 22 persen pesepakbola wanita dan 13 persen pesepakbola pria yang ikut serta dalam surveinya mengaku sudah mulai merasakan gejala-gejala depresi, di antaranya lemas, kurang nafsu makan, kurang energi dan kurang percaya diri.
Jika dibandingkan dengan hasil survei pada Desember 2019 dan Januari 2020, jumlah tersebut mengalami peningkatan, yakni 11 persen pesepakbola wanita dan 6 persen pesepakbola pria.
“Gejala depresi itu dirasakan oleh para pemain muda, baik pria maupun wanita, karena tiba-tiba harus melakukan isolasi diri, yang akhirnya mempengaruhi pekerjaan dan masa depan mereka. Ini adalah masa yang penuh dengan ketidakpastian bagi para pesepak bola beserta keluarganya,” kata Kepala Petugas Medis FIFPro Vincent Gouttebarge dilansir dari Reuters, Senin (20/4).
Dalam survei tersebut, FIFPro bekerja sama dengan Pusat Medis Universitas Amsterdam dan melibatkan ribuan pesepak bola yang berasal dari 16 negara di dunia, dengan rincian sebanyak 1.134 atlet pria berusia rata-rata 26 tahun dan 468 atlet wanita berusia sekitar 23 tahun.
Lebih lanjut, Goutterbarge menyatakan hampir 80 persen atlet yang disurvei itu mempunyai akses untuk mendapatkan dukungan bagi kesehatan mental mereka, biasanya melalui asosiasi pemain nasional yang ada di negara masing-masing.
Sementara itu, Sekjen FIFPro Jonas Baer-Hoffman menegaskan pihaknya tidak membuat pengecualian di antara para pemain bola tersebut. “Kami sadar bahwa hasil survei ini merupakan cerminan dari masalah yang terjadi di masyarakat luas, karena sebenarnya mereka (pesepakbola) juga bagian dari masyarakat. Hanya saja, banyak yang salah paham dengan kehidupan yang mereka jalani,” ujar Jonas.
Dia pun mengungkapkan ada banyak pemain sepakbola yang justru hidup dalam kondisi keuangan yang sulit pada masa-masa terbaik mereka. “Mereka dikontrak rata-rata kurang dari dua tahun dengan pendapatan rata-rata yang tidak jauh berbeda dari masyarakat umum. Bahkan, banyak dari mereka yang hanya bergantung pada keterampilan sepakbola, sehingga tidak punya apa-apa jika hal buruk menimpa mereka,” ungkap Jonas.*ant
Jika dibandingkan dengan hasil survei pada Desember 2019 dan Januari 2020, jumlah tersebut mengalami peningkatan, yakni 11 persen pesepakbola wanita dan 6 persen pesepakbola pria.
“Gejala depresi itu dirasakan oleh para pemain muda, baik pria maupun wanita, karena tiba-tiba harus melakukan isolasi diri, yang akhirnya mempengaruhi pekerjaan dan masa depan mereka. Ini adalah masa yang penuh dengan ketidakpastian bagi para pesepak bola beserta keluarganya,” kata Kepala Petugas Medis FIFPro Vincent Gouttebarge dilansir dari Reuters, Senin (20/4).
Dalam survei tersebut, FIFPro bekerja sama dengan Pusat Medis Universitas Amsterdam dan melibatkan ribuan pesepak bola yang berasal dari 16 negara di dunia, dengan rincian sebanyak 1.134 atlet pria berusia rata-rata 26 tahun dan 468 atlet wanita berusia sekitar 23 tahun.
Lebih lanjut, Goutterbarge menyatakan hampir 80 persen atlet yang disurvei itu mempunyai akses untuk mendapatkan dukungan bagi kesehatan mental mereka, biasanya melalui asosiasi pemain nasional yang ada di negara masing-masing.
Sementara itu, Sekjen FIFPro Jonas Baer-Hoffman menegaskan pihaknya tidak membuat pengecualian di antara para pemain bola tersebut. “Kami sadar bahwa hasil survei ini merupakan cerminan dari masalah yang terjadi di masyarakat luas, karena sebenarnya mereka (pesepakbola) juga bagian dari masyarakat. Hanya saja, banyak yang salah paham dengan kehidupan yang mereka jalani,” ujar Jonas.
Dia pun mengungkapkan ada banyak pemain sepakbola yang justru hidup dalam kondisi keuangan yang sulit pada masa-masa terbaik mereka. “Mereka dikontrak rata-rata kurang dari dua tahun dengan pendapatan rata-rata yang tidak jauh berbeda dari masyarakat umum. Bahkan, banyak dari mereka yang hanya bergantung pada keterampilan sepakbola, sehingga tidak punya apa-apa jika hal buruk menimpa mereka,” ungkap Jonas.*ant
Komentar