Penjualan Ritel Secara Online Meningkat 30 Persen
DENPASAR, NusaBali
Penjualan ritel secara online di Bali mengalami peningkatan sampai 30 persen karena dampak pandemi Covid-19.
Namun demikian, volume maupun nilai penjualan online di bawah penjualan secara offline. Hal tersebut disampaikan Ketua DPD Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali Anak Agung Ngurah Agung Agra Putra, Minggu (26/4). “Kalau prosentase kami rasa meningkat sampai 30 persen, namun valuenya masih kalah dengan penjualan secara offline atau konvensional,” jelasnya.
Diakui peningkatan penjualan secara online, salah satunya memang didorong faktor physical distancing, untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Peningkatan prosentase penjualan online tersebut, menurut Gung Agra mengacu pada periode rata-rata tahun 2019 lalu. “Ini menunjukkan berbelanja langsung dan melihat langsung produk tetap masih menjadi daya tarik masyarakat,” ujar pengusaha muda dari Puri Grenceng, Denpasar.
Sementara pertumbuhan penjualan ritel pada kuartal pertama dari Januari sampai dengan Maret, sempat mengalami pertumbuhan dobel digit Hal tersebut kata Gung Agra disebabkan dua faktor. Pertama faktor hari raya Nyepi dan faktor panic buying, menyusul diumumkannya ada kasus positif Covid -19 pertama di Bali. “Kedua faktor tersebut mendorong pertumbuhan ritel,” ujarnya.
Namun kini pada April penurunan itu penjualan itu sudah terasa. “Sektor pariwisata yang terpuruknya menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang, sehingga menyebabkan daya beli menurun,” jelasnya.
Walau demikian dikatakan Gung Agra, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah tetap merupakan pembeli terbanyak. Nilai maupun volumenya belanjanya sedikit, tetapi jumlahnya banyak. Sehingga lanjut Gung Agra, masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah yang tetap memberi kontribusi dominan pendapatan ritel.
Sebaliknya masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas, nilai belanjanya rata-rata lebih besar dari masyarakat menengah kebawah. Namun jumlahnya relatif tidak banyak sehingga kontribusinya terhadap penjualan ritel, tidak sebanyak masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. “Jadi posisinya masyarakat pendapatan menengah ke bawah yang lebih banyak,” ucap Gung Agra. *k17
Diakui peningkatan penjualan secara online, salah satunya memang didorong faktor physical distancing, untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Peningkatan prosentase penjualan online tersebut, menurut Gung Agra mengacu pada periode rata-rata tahun 2019 lalu. “Ini menunjukkan berbelanja langsung dan melihat langsung produk tetap masih menjadi daya tarik masyarakat,” ujar pengusaha muda dari Puri Grenceng, Denpasar.
Sementara pertumbuhan penjualan ritel pada kuartal pertama dari Januari sampai dengan Maret, sempat mengalami pertumbuhan dobel digit Hal tersebut kata Gung Agra disebabkan dua faktor. Pertama faktor hari raya Nyepi dan faktor panic buying, menyusul diumumkannya ada kasus positif Covid -19 pertama di Bali. “Kedua faktor tersebut mendorong pertumbuhan ritel,” ujarnya.
Namun kini pada April penurunan itu penjualan itu sudah terasa. “Sektor pariwisata yang terpuruknya menyebabkan pendapatan masyarakat berkurang, sehingga menyebabkan daya beli menurun,” jelasnya.
Walau demikian dikatakan Gung Agra, masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah tetap merupakan pembeli terbanyak. Nilai maupun volumenya belanjanya sedikit, tetapi jumlahnya banyak. Sehingga lanjut Gung Agra, masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah yang tetap memberi kontribusi dominan pendapatan ritel.
Sebaliknya masyarakat dengan pendapatan menengah ke atas, nilai belanjanya rata-rata lebih besar dari masyarakat menengah kebawah. Namun jumlahnya relatif tidak banyak sehingga kontribusinya terhadap penjualan ritel, tidak sebanyak masyarakat berpendapatan menengah ke bawah. “Jadi posisinya masyarakat pendapatan menengah ke bawah yang lebih banyak,” ucap Gung Agra. *k17
Komentar