Ritual Bawa Bantalalem Batal, Mepegawe Tanpa Keluarga Predana
Pernikahan Sederhana Mempelai dari Bengkala-Bondalem di Tengah Covid-19
Prosesi mereraosan terpaksa dilakukan di rumah mempelai pria di Desa Bengkala, sementara perwakilan keluarga Predana asal Desa Bondalem justru diambilkan dari sanak keluarga Purusa
SINGARAJA, NusaBali
Prosesi pernikahan dua sejoli, I Komang Anggara Dana, 40 (teruna asal Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan. Buleleng) dan Luh Widiasih, 39 (teruni asal Desa Bondalem, Kecmatan Tejakula, Buleleng) terpaksa dilangsungkan sangat sederhana, karena pandemi Covid-19. Prosesi mepegawe (natap banten pernikahan) pada Sukra Paing Matal, Jumat (1/5), tanpa dihadiri keluarga dari mempelai perempuan, sementara ritual bawa bantalalem dibatalkan.
Sedianya, pihak Purusa (keluarga mempelai pria) hendak mereraosan (mengadakan pertemuan) dengan pihak Predana (keluarga mempelai perempuan) di Banjar Jero Kuta, Desa Bondalem, sambil membawa banten dan bantalalem (aneka kue khas Bali). Namun, prosesi ini terpaksa ditiadakan, menyusul merebaknya kasus positif Covid-19 di Desa Bondalem.
Bukan hanya itu, prosesi upacara mepegawe di rumah keluarga Purusa kawasan Banjar Kelodan, Desa Bengkala, Jumat siang, juga tanpa dihadiri keluarga pihak Predana. Meski demikian, prosesi pernikahan pasangan Komang Anggara Dana dan Luh Widiasih tetap berlangsung dan sah secara sekala-niskala.
Kelian Banjar Kelodan, Desa Bengkala, I Nyoman Lakra, mengatakan prosesi pernikahan yang dilaksanakan Komang Anggara Dana, Jumat kemarin, telah melewati kesepakatan bersama semua pihak. Diceritakan, waktu pelaksanaan pernikahan sebagai dewasa ayu (hari baik), Jumat kemarin, telah disepakati sebelum adanya kasus positf Covid-19 di Desa Bondalem (rumah mempelai perempuan).
Beberapa tahapan prosesi pernikahan, seperti meminang mempelai perempuan, juga sudah terlaksana pada Soma Pon Matal, Senin (27/4) lalu, sebelum muncul kasus Covid-19 di Desa Bondalem. “Untungnya, si mempelai wanita sudah di rumah mempelai pria, karena proses meminang itu telah dilaksanakan empat hari yang lalu,” ungkap Nyoman Lakra saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Jumat kemarin.
“Hari ini (kemarin) seharusnya dilanjutkan dengan mereraosan, semacam serah terima ke rumah keluarga mempelai perempuan, dengan membawa bantalalem. Tapi, karena situasi yang kami dengar di Desa Bondalem ada virus Corona, jadi prosesi mereraosan itu ditiadakan,” lanjut Nyoman Lakra.
Sebelum pembatalan prosesi meraraosan ke rumah mempelai perempuan, kata Lakra, sudah dilakukan koordinasi oleh Satgas Gotong Royong Desa Bengkala dengan pihak keluarga Purusa dan Predana. Dalam koordinasi itu, intinya Satgas Gotong Royong Desa meminta pihak keluarga Purusa tidak berpergian ke Desa Bondalem. Dalam pendekatan itu pun, pihak keluarga Predana yang sempat dihubungi untuk menjelaskan situasi, dapat menerima dan menyerahkan sepenuhnya prosesi pernikahan di rumah mempelai Purusa.
”Tiyang sempat bingung niki, bagaimana caranya mengatasi permasalahan ini. Nah untunya Pak Wakil Bupati Buleleng (Nyoman Sutjidra) sempat datang ke Desa Bondalem dan mejelaksan situasi itu. Akhirnya, itu yang tiang pakai alasan dalam koordinasi dengan pihak Purusa dan Predana. Syukurnya, semua pada memahami,” jelas Lakra.
Dari hasil kesepakatan, semua tahapan prosesi terakhir dilaksanakan di rumah mempelai pria di Banjar Kelodan, Desa Bengkala. Sedangkan prosesi mereraosan dengan banten dan bantalalem yang sedianya dilaksanakan di rumah memplai perempuan, akhirnya dilaksanakan di rumah mempelai pria.
Se,emtara itu, Bendesa Adat Bengkala, Jero Nyoman Sasi, menjelaskan prosesi mereraosan tersebut tetap dilaksanakan sebagai upaksasi sekala (saksi nyata) dalam upacara pernikahan. Hanya saja, perwakilan dari pihak Predana diambilkan dari sanak saudara pihak Purusa, sebagai orangtua mempelai perempuan.
“Jadi, upacara tadi itu hanya melibatkan 11 orang. Berlangsung seperti biasa, ada meraraosan dan mepegawe. Cukup perwakilan saja, ini kan karena situasinya yang tidak normal,” papar Jro Nyoman Sasi saat dihubungi terpisah, Jumat kemarin.
Dijelaskan, upacara diawali dengan mabyakala kedua mempelai, kemudian dilanjutkan dengan prosesi meraraosan antara pihak keluarga Purusa dan Perdana untuk mengesahkan serah terima mempelai perempuan. Selanjutnya, proses terakhir adalah upacara mepegawe (natab banten pernikahan).
“Cuma mereraosan itu perwakilan keluarga Predana diambilkan dari sanak keluarga Purusa. Dan, ini sudah kesepakatan keluarga Predana yang tidak bisa hadir. Intinya semuanya dapat berjalan lancar, walaupun dalam situasi pandemi Covid-19,” tandas Jro Nyoman Sasi.
Menurut Jro Nyoman sasi, situasi Covid-19 akan memberi banyak pelajaran untuk dapat diterapkan di kemudian. Upacara dan upakara yang tadinya cukup megah dengan biaya besar, dapat dilaksanakan secara senderhana tanpa mengurangi makna upacara itu sendiri. “Inilah yang perlu tiyang sampaikan nanti kepada umat, bahwa ke depan itu upacara cukup sederhana saja, tidak perlu biaya besar. Karena tujuan dan maknanya tetap sampai,” katanya. *k19
Prosesi pernikahan dua sejoli, I Komang Anggara Dana, 40 (teruna asal Desa Bengkala, Kecamatan Kubutambahan. Buleleng) dan Luh Widiasih, 39 (teruni asal Desa Bondalem, Kecmatan Tejakula, Buleleng) terpaksa dilangsungkan sangat sederhana, karena pandemi Covid-19. Prosesi mepegawe (natap banten pernikahan) pada Sukra Paing Matal, Jumat (1/5), tanpa dihadiri keluarga dari mempelai perempuan, sementara ritual bawa bantalalem dibatalkan.
Sedianya, pihak Purusa (keluarga mempelai pria) hendak mereraosan (mengadakan pertemuan) dengan pihak Predana (keluarga mempelai perempuan) di Banjar Jero Kuta, Desa Bondalem, sambil membawa banten dan bantalalem (aneka kue khas Bali). Namun, prosesi ini terpaksa ditiadakan, menyusul merebaknya kasus positif Covid-19 di Desa Bondalem.
Bukan hanya itu, prosesi upacara mepegawe di rumah keluarga Purusa kawasan Banjar Kelodan, Desa Bengkala, Jumat siang, juga tanpa dihadiri keluarga pihak Predana. Meski demikian, prosesi pernikahan pasangan Komang Anggara Dana dan Luh Widiasih tetap berlangsung dan sah secara sekala-niskala.
Kelian Banjar Kelodan, Desa Bengkala, I Nyoman Lakra, mengatakan prosesi pernikahan yang dilaksanakan Komang Anggara Dana, Jumat kemarin, telah melewati kesepakatan bersama semua pihak. Diceritakan, waktu pelaksanaan pernikahan sebagai dewasa ayu (hari baik), Jumat kemarin, telah disepakati sebelum adanya kasus positf Covid-19 di Desa Bondalem (rumah mempelai perempuan).
Beberapa tahapan prosesi pernikahan, seperti meminang mempelai perempuan, juga sudah terlaksana pada Soma Pon Matal, Senin (27/4) lalu, sebelum muncul kasus Covid-19 di Desa Bondalem. “Untungnya, si mempelai wanita sudah di rumah mempelai pria, karena proses meminang itu telah dilaksanakan empat hari yang lalu,” ungkap Nyoman Lakra saat dikonfirmasi NusaBali per telepon, Jumat kemarin.
“Hari ini (kemarin) seharusnya dilanjutkan dengan mereraosan, semacam serah terima ke rumah keluarga mempelai perempuan, dengan membawa bantalalem. Tapi, karena situasi yang kami dengar di Desa Bondalem ada virus Corona, jadi prosesi mereraosan itu ditiadakan,” lanjut Nyoman Lakra.
Sebelum pembatalan prosesi meraraosan ke rumah mempelai perempuan, kata Lakra, sudah dilakukan koordinasi oleh Satgas Gotong Royong Desa Bengkala dengan pihak keluarga Purusa dan Predana. Dalam koordinasi itu, intinya Satgas Gotong Royong Desa meminta pihak keluarga Purusa tidak berpergian ke Desa Bondalem. Dalam pendekatan itu pun, pihak keluarga Predana yang sempat dihubungi untuk menjelaskan situasi, dapat menerima dan menyerahkan sepenuhnya prosesi pernikahan di rumah mempelai Purusa.
”Tiyang sempat bingung niki, bagaimana caranya mengatasi permasalahan ini. Nah untunya Pak Wakil Bupati Buleleng (Nyoman Sutjidra) sempat datang ke Desa Bondalem dan mejelaksan situasi itu. Akhirnya, itu yang tiang pakai alasan dalam koordinasi dengan pihak Purusa dan Predana. Syukurnya, semua pada memahami,” jelas Lakra.
Dari hasil kesepakatan, semua tahapan prosesi terakhir dilaksanakan di rumah mempelai pria di Banjar Kelodan, Desa Bengkala. Sedangkan prosesi mereraosan dengan banten dan bantalalem yang sedianya dilaksanakan di rumah memplai perempuan, akhirnya dilaksanakan di rumah mempelai pria.
Se,emtara itu, Bendesa Adat Bengkala, Jero Nyoman Sasi, menjelaskan prosesi mereraosan tersebut tetap dilaksanakan sebagai upaksasi sekala (saksi nyata) dalam upacara pernikahan. Hanya saja, perwakilan dari pihak Predana diambilkan dari sanak saudara pihak Purusa, sebagai orangtua mempelai perempuan.
“Jadi, upacara tadi itu hanya melibatkan 11 orang. Berlangsung seperti biasa, ada meraraosan dan mepegawe. Cukup perwakilan saja, ini kan karena situasinya yang tidak normal,” papar Jro Nyoman Sasi saat dihubungi terpisah, Jumat kemarin.
Dijelaskan, upacara diawali dengan mabyakala kedua mempelai, kemudian dilanjutkan dengan prosesi meraraosan antara pihak keluarga Purusa dan Perdana untuk mengesahkan serah terima mempelai perempuan. Selanjutnya, proses terakhir adalah upacara mepegawe (natab banten pernikahan).
“Cuma mereraosan itu perwakilan keluarga Predana diambilkan dari sanak keluarga Purusa. Dan, ini sudah kesepakatan keluarga Predana yang tidak bisa hadir. Intinya semuanya dapat berjalan lancar, walaupun dalam situasi pandemi Covid-19,” tandas Jro Nyoman Sasi.
Menurut Jro Nyoman sasi, situasi Covid-19 akan memberi banyak pelajaran untuk dapat diterapkan di kemudian. Upacara dan upakara yang tadinya cukup megah dengan biaya besar, dapat dilaksanakan secara senderhana tanpa mengurangi makna upacara itu sendiri. “Inilah yang perlu tiyang sampaikan nanti kepada umat, bahwa ke depan itu upacara cukup sederhana saja, tidak perlu biaya besar. Karena tujuan dan maknanya tetap sampai,” katanya. *k19
Komentar