Maestro Kendang Tjok Hendrawan Berpulang
GIANYAR, NusaBali
Tjokorda Alit Hendrawan,79, maestro kendang kenamaan asal Puri Agung Peliatan, Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, berpulang.
Almarhum yang dikenal humoris ini menghembuskan nafas terakhir saat menjalani perawatan di RSUP Sanglah Denpasar, Sabtu (2/5) sekitar pukul 21.00 Wita. Sebelum meninggal, almarhum sempat bolak-balik opname karena menderita sejumlah penyakit. Orang dekat mendiang, I Wayan Wija, dikonfirmasi Minggu (3/5), mengatakan almarhum Tjokorda Alit sempat menjalani perawatan di dua rumah sakit swasta, sebelum akhirnya dirawat di RSUP Sanglah.
“Sering bolak-balik rumah sakit. Pertama masuk rumah sakit karena sesak napas, lalu tulang belakang beliau bergeser padahal tidak pernah jatuh, lalu ada juga komplikasi paru-paru,” ujar Wija.
Kata Wija, layon (jenazah) mendiang akan dipulangkan pada Rabu (6/5) dan akan dilakukan prosesi pemakaman Makingsan Ring Gni pada Sukra Wage Wuku Uye, Jumat (8/5). “Untuk palebonnya menunggu situasi normal,” ujarnya.
Kepergian mendiang mengejutkan insan seni, salah satunya seniman asal Desa Padangtegal Ubud, I Nyoman Dayuh. Dia mengaku, sempat menimba ilmu berkesenian pada mendiang. Dia pun mengaku telah kehilangan sumber ilmu. Menurutnya, mendiang Tjokorda Alit Hendrawan merupakan seniman besar yang selalu bersemangat membagikan ilmu seni kepada orang lain. “Beliau sosok seniman panutan, yang tidak pernah bosan membagikan ilmunya pada generasi muda,” kenangnya.
Hal senada diungkapkan seniman asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Dewa Ngakan Rai Budiasa. Menurut Dewa Rai, salah satu maestro kendang dari Peliatan ini memiliki kesan dan kenangan mendalam. "Saya sekelas di SR dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 di Peliatan. Pada masa anak-anak itu kami sering menyambut bersuka ria kehadiran Presiden Soekarno bila datang ke Peliatan untuk menonton Legong Gunung Sari, Peliatan," kenang Dewa Rai.
Setelah dewasa, keduanya berpisah. "Saya menetap di Jakarta dan Jerman sebagai staf KBRI Bonn. Bila berlibur ke Bali beliau sering mampir ke Payangan dan selalu saya berikan oleh-oleh baju. Saking akbrabnya beliau memilih sendiri pakaian-pakaian yang kami bawa," ujarnya.
Ditambahkan Dewa Rai, saat dirinya bertugas di Bonn setidaknya Tjokorda Alit pernah memimpin delegasi seni ke Eropa sebanyak 3 kali. "Dan di sana saya yang ikut mendampingi ke beberapa kota di Jerman dan Eropa lainnya," jelasnya. Jelas Dewa Rai, bila dibenarkan oleh undang-undang, mendiang pantas dianugerahi pahlawan seni. *nvi
“Sering bolak-balik rumah sakit. Pertama masuk rumah sakit karena sesak napas, lalu tulang belakang beliau bergeser padahal tidak pernah jatuh, lalu ada juga komplikasi paru-paru,” ujar Wija.
Kata Wija, layon (jenazah) mendiang akan dipulangkan pada Rabu (6/5) dan akan dilakukan prosesi pemakaman Makingsan Ring Gni pada Sukra Wage Wuku Uye, Jumat (8/5). “Untuk palebonnya menunggu situasi normal,” ujarnya.
Kepergian mendiang mengejutkan insan seni, salah satunya seniman asal Desa Padangtegal Ubud, I Nyoman Dayuh. Dia mengaku, sempat menimba ilmu berkesenian pada mendiang. Dia pun mengaku telah kehilangan sumber ilmu. Menurutnya, mendiang Tjokorda Alit Hendrawan merupakan seniman besar yang selalu bersemangat membagikan ilmu seni kepada orang lain. “Beliau sosok seniman panutan, yang tidak pernah bosan membagikan ilmunya pada generasi muda,” kenangnya.
Hal senada diungkapkan seniman asal Desa Melinggih, Kecamatan Payangan, Dewa Ngakan Rai Budiasa. Menurut Dewa Rai, salah satu maestro kendang dari Peliatan ini memiliki kesan dan kenangan mendalam. "Saya sekelas di SR dari kelas 1 sampai dengan kelas 3 di Peliatan. Pada masa anak-anak itu kami sering menyambut bersuka ria kehadiran Presiden Soekarno bila datang ke Peliatan untuk menonton Legong Gunung Sari, Peliatan," kenang Dewa Rai.
Setelah dewasa, keduanya berpisah. "Saya menetap di Jakarta dan Jerman sebagai staf KBRI Bonn. Bila berlibur ke Bali beliau sering mampir ke Payangan dan selalu saya berikan oleh-oleh baju. Saking akbrabnya beliau memilih sendiri pakaian-pakaian yang kami bawa," ujarnya.
Ditambahkan Dewa Rai, saat dirinya bertugas di Bonn setidaknya Tjokorda Alit pernah memimpin delegasi seni ke Eropa sebanyak 3 kali. "Dan di sana saya yang ikut mendampingi ke beberapa kota di Jerman dan Eropa lainnya," jelasnya. Jelas Dewa Rai, bila dibenarkan oleh undang-undang, mendiang pantas dianugerahi pahlawan seni. *nvi
1
Komentar