Denpasar Ajukan PKM
Langgar Protokoler Covid-19 Diganjar Sanksi
Dalam pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) nanti, setiap pintu masuk perlintasan kabupaten dan pintu masuk desa di Kota Denpasar dijaga ketat
DENPASAR, NusaBali
Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra ajukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) ke Gubernur Bali, Wayan Koster. PKM yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwali) ini dibuat karena semakin masifnya pergerakan dan aktivitas masyarakat di Kota Denpasar. PKM dipilih sebagai solusi untuk cegah penyebaran Covid-19, ketimbang lakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang prosesnya ruwet.
Perwali tentang PKM Wilayah Kota dan Desa di Kota Denpasar ini direncanakan terbit pertengahan Mei 2020 depan. Walikota IB Rai Mantra menyebutkan, pihaknya sudah lakukan pembahasan Perwali PKM yang telah diajukan ke Gubernur Bali ini.
Menurut Rai Mantra, sebetulnya PKM sudah diterapkan oleh desa/kelurahan dan desa adat masing-masing di wilayah Kota Denpasar, tapi belum ada badan hukumnya. Karena belum berbadan hukum dan hanya mengandalkan instruksi, masyarakat cenderung melanggarnya, sementara petugas tidak berani mengambil tindakan tegas.
“Kalau sudah ada Perwali PKM, mereka yang melanggar bisa dikenakan sanksi,” jelas Rai Mantra di Denapasar, Kamis (7/5). Disebutkan, Perwali PKM yang sudah diajukan ke Gubernur Bali ini mengatur pembatasan secara ketat. Pembatasan tersebut tanpa melakukan penutupan akses perlintasan. Namun, setiap pintu masuk baik perlintasan kabupaten maupun seluruh pintu masuk desa/kelurahan di Kota Denpasar akan dijaga ketat oleh masing-masing Satgas Covid-19.
Mereka yang kedapatan masuk wilayah Kota Denpasar atau desa/kelurahan di Denpasar tanpa kejelasan, bisa ditolak. Selain itu, mereka yang tidak menggunakan masker juga akan disuruh putar balik, tanpa negosiasi. “Mereka yang masih dalam satu desa adat, jika melanggar, bisa juga dikenakan sanksi adat sesuai dengan kesepakatan masing-masing,” tandas Rai Mantra.
Rai Mantra menegaskan, selain pengetatan wilayah Kota Denpasar dan desa/kelurahan, dalam Perwali PKM juga diatur tata cara pelayanan dan pengunjung bagi warung makan, supermarket, pertokoan, hingga minimarket, dan sejenisnya. Pelayan maupun pengunjung diwajibkan memakai masker, sementara pemilik warung makan wajib mengurangi tempat duduk dan mejanya diatur menggunakan pola social distancing.
Pemilik usaha juga wajib menyediakan hand sanitizer dan tempat cuci tangan. Selain itu, pelayan juga wajib menggunakan face shield. Jika pemilik usaha tidak menerapkan seluruh aturan tersebut, kata Rai Mantra, akan diberikan teguran keras. Kalau sampai tiga kali melanggar, maka akan dilakukan penutupan usaha, dilanjut dengan pencabutan izin usaha. Sebaliknya, pengunjung tidak menggunakan masker, wajib ditolak untuk berkunjung ke tempat usaha tersebut.
Menurut Rai Mantra, isi Perwali PKM ini sudah tegas disertai sanksi. Ini bukan untuk sekadar aturan, namun juga sebagai bentuk upaya agar masyarakat disiplin jika ingin pandemi Covid-19 cepat berakhir. "Sekarang banyak yang tidak disiplin, sementara pandemi Covid-19 belum mencapai titik puncaknya. Jadi, masyarakat harus didisiplinkan,” jelas Walikota yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Denpasar ini.
Sementara, Juru Bicara GTPP Covid-19 Kota Denpasar, Dewa Gede Rai, mengatakan draft Perwali PKM Kota Denpasar ini sudah diajukan ke Gubernur Bali, Rabu (6/5). Namun, sejauh ini belum ada keputusan dari Pemprov Bali. "Sudah diajukan ke Pemprov Bali, tapi belum diputuskan. Kan tergantung dari keputusan Pemprov Bali (Gubernur Bali)," ujar Dewa Rai yang juga Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar, Kamis kemarin.
Menurut Dewa Rai, PKM diajukan karena melihat perkembangan kasus Covid-19 yang terus bertambah di Denpasar. Di sisi lain, ada trend kegiatan masyarakat di Kota Denpasar yang yang semakin masif. Kebijakan pemerintah yang awalnya hanya berupa imbauan, sepertinya belum mempan.
"Kebijakan awal mulai belajar di rumah, penutupan objek wisata, ternyata pelaksanaannya belum tertib. Mengikuti trend perkembangan kasus, maka Walikota Denpasar ajukan PKM ke Gubernur Bali," ujar Dewa Rai.
Dasar hukum pengajuan PKM Kota Denpasar, kata Dewa Rai, adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Mempercepat Penanggulangan Covid-19, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Mempercepat Penanggulangan Covid-19, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Sementara itu, Sekretaris GTPP Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan atas pengajuan PKM oleh Walikota Denpasar sepenuhnya merupakan kewenangan Gubernur Bali Wayan Koster. "Kita belum tahu pengajuan PKM dari Denpasar. Itu sepenuhnya Gubernur Bali," jelas Made Rentin yang juga Kepala BPBD Provinsi Bali saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Kamis kemarin.
Di sisi lain, Bendesa Adat Pagan, Kecamatan Denpasar Timur, I Wayan Subawa, mendesak Pemprov Bali atau Walikota Denpasar mengajukan PSBB ke pemerintah pusat. Alasannya, karena kasus transmisi lokal Covid-19 semakin masif hingga tembus angka di atas 30 persen.
"Kita hormati Pemprov Bali yang mengatakan belum saatnya diberlakukan PSBB. Tetapi, kita harus belajar dari kasus-kasus OTG (orang tanpa gejala). Justru ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Di samping itu, ketersediaan alat medis, tim medis yang terbatas jadi pertimbangan ajukan PSBB," ujar mantan Sekda Kabupaten Badung, Kamis kemarin.
Menurut Subawa, kalau Pemprov Bali tidak mengajukan PSBB, Pemkot Denpasar bisa ajukan untuk wilayah Kota Denpasar saja, tanpa harus ada persetujuan provinsi. PSBB bisa diajukan ke Menteri Kesehatan sesuai dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dalam Pasal 3 ayat 3. "PSBB ini mungkin tidak jadi obat mujarab, tapi kebijakan maksimal saat ini sesuai dengan ruang yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui PP 21 Tahun 2020 tentang PSBB, sangat mungkin dilaksanakan,” kata Subawa. *mis,nat
Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra ajukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) ke Gubernur Bali, Wayan Koster. PKM yang dituangkan dalam bentuk Peraturan Walikota (Perwali) ini dibuat karena semakin masifnya pergerakan dan aktivitas masyarakat di Kota Denpasar. PKM dipilih sebagai solusi untuk cegah penyebaran Covid-19, ketimbang lakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang prosesnya ruwet.
Perwali tentang PKM Wilayah Kota dan Desa di Kota Denpasar ini direncanakan terbit pertengahan Mei 2020 depan. Walikota IB Rai Mantra menyebutkan, pihaknya sudah lakukan pembahasan Perwali PKM yang telah diajukan ke Gubernur Bali ini.
Menurut Rai Mantra, sebetulnya PKM sudah diterapkan oleh desa/kelurahan dan desa adat masing-masing di wilayah Kota Denpasar, tapi belum ada badan hukumnya. Karena belum berbadan hukum dan hanya mengandalkan instruksi, masyarakat cenderung melanggarnya, sementara petugas tidak berani mengambil tindakan tegas.
“Kalau sudah ada Perwali PKM, mereka yang melanggar bisa dikenakan sanksi,” jelas Rai Mantra di Denapasar, Kamis (7/5). Disebutkan, Perwali PKM yang sudah diajukan ke Gubernur Bali ini mengatur pembatasan secara ketat. Pembatasan tersebut tanpa melakukan penutupan akses perlintasan. Namun, setiap pintu masuk baik perlintasan kabupaten maupun seluruh pintu masuk desa/kelurahan di Kota Denpasar akan dijaga ketat oleh masing-masing Satgas Covid-19.
Mereka yang kedapatan masuk wilayah Kota Denpasar atau desa/kelurahan di Denpasar tanpa kejelasan, bisa ditolak. Selain itu, mereka yang tidak menggunakan masker juga akan disuruh putar balik, tanpa negosiasi. “Mereka yang masih dalam satu desa adat, jika melanggar, bisa juga dikenakan sanksi adat sesuai dengan kesepakatan masing-masing,” tandas Rai Mantra.
Rai Mantra menegaskan, selain pengetatan wilayah Kota Denpasar dan desa/kelurahan, dalam Perwali PKM juga diatur tata cara pelayanan dan pengunjung bagi warung makan, supermarket, pertokoan, hingga minimarket, dan sejenisnya. Pelayan maupun pengunjung diwajibkan memakai masker, sementara pemilik warung makan wajib mengurangi tempat duduk dan mejanya diatur menggunakan pola social distancing.
Pemilik usaha juga wajib menyediakan hand sanitizer dan tempat cuci tangan. Selain itu, pelayan juga wajib menggunakan face shield. Jika pemilik usaha tidak menerapkan seluruh aturan tersebut, kata Rai Mantra, akan diberikan teguran keras. Kalau sampai tiga kali melanggar, maka akan dilakukan penutupan usaha, dilanjut dengan pencabutan izin usaha. Sebaliknya, pengunjung tidak menggunakan masker, wajib ditolak untuk berkunjung ke tempat usaha tersebut.
Menurut Rai Mantra, isi Perwali PKM ini sudah tegas disertai sanksi. Ini bukan untuk sekadar aturan, namun juga sebagai bentuk upaya agar masyarakat disiplin jika ingin pandemi Covid-19 cepat berakhir. "Sekarang banyak yang tidak disiplin, sementara pandemi Covid-19 belum mencapai titik puncaknya. Jadi, masyarakat harus didisiplinkan,” jelas Walikota yang juga Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Kota Denpasar ini.
Sementara, Juru Bicara GTPP Covid-19 Kota Denpasar, Dewa Gede Rai, mengatakan draft Perwali PKM Kota Denpasar ini sudah diajukan ke Gubernur Bali, Rabu (6/5). Namun, sejauh ini belum ada keputusan dari Pemprov Bali. "Sudah diajukan ke Pemprov Bali, tapi belum diputuskan. Kan tergantung dari keputusan Pemprov Bali (Gubernur Bali)," ujar Dewa Rai yang juga Kabag Humas dan Protokol Setda Kota Denpasar, Kamis kemarin.
Menurut Dewa Rai, PKM diajukan karena melihat perkembangan kasus Covid-19 yang terus bertambah di Denpasar. Di sisi lain, ada trend kegiatan masyarakat di Kota Denpasar yang yang semakin masif. Kebijakan pemerintah yang awalnya hanya berupa imbauan, sepertinya belum mempan.
"Kebijakan awal mulai belajar di rumah, penutupan objek wisata, ternyata pelaksanaannya belum tertib. Mengikuti trend perkembangan kasus, maka Walikota Denpasar ajukan PKM ke Gubernur Bali," ujar Dewa Rai.
Dasar hukum pengajuan PKM Kota Denpasar, kata Dewa Rai, adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang PSBB dalam Mempercepat Penanggulangan Covid-19, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam Mempercepat Penanggulangan Covid-19, UU Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular, dan UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Sementara itu, Sekretaris GTPP Covid-19 Provinsi Bali, I Made Rentin, mengatakan atas pengajuan PKM oleh Walikota Denpasar sepenuhnya merupakan kewenangan Gubernur Bali Wayan Koster. "Kita belum tahu pengajuan PKM dari Denpasar. Itu sepenuhnya Gubernur Bali," jelas Made Rentin yang juga Kepala BPBD Provinsi Bali saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Kamis kemarin.
Di sisi lain, Bendesa Adat Pagan, Kecamatan Denpasar Timur, I Wayan Subawa, mendesak Pemprov Bali atau Walikota Denpasar mengajukan PSBB ke pemerintah pusat. Alasannya, karena kasus transmisi lokal Covid-19 semakin masif hingga tembus angka di atas 30 persen.
"Kita hormati Pemprov Bali yang mengatakan belum saatnya diberlakukan PSBB. Tetapi, kita harus belajar dari kasus-kasus OTG (orang tanpa gejala). Justru ini sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Di samping itu, ketersediaan alat medis, tim medis yang terbatas jadi pertimbangan ajukan PSBB," ujar mantan Sekda Kabupaten Badung, Kamis kemarin.
Menurut Subawa, kalau Pemprov Bali tidak mengajukan PSBB, Pemkot Denpasar bisa ajukan untuk wilayah Kota Denpasar saja, tanpa harus ada persetujuan provinsi. PSBB bisa diajukan ke Menteri Kesehatan sesuai dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 dalam Pasal 3 ayat 3. "PSBB ini mungkin tidak jadi obat mujarab, tapi kebijakan maksimal saat ini sesuai dengan ruang yang diberikan oleh pemerintah pusat melalui PP 21 Tahun 2020 tentang PSBB, sangat mungkin dilaksanakan,” kata Subawa. *mis,nat
1
Komentar