Pariwisata Rentan Jadi Ancaman
Mengenal Gerakan Konservasi Mangrove di Bali
MANGUPURA, NusaBali
Di balik gencarnya pariwisata Bali yang saat ini terpusat di wilayah Bali Selatan, terdapat sisi lain dari wajah Bali Selatan yang layak untuk diapresiasi.
Pemandangan tersebut berasal dari kawasan mangrove di Kawasan Hutan Tahura (Taman Hutan Rakyat) Ngurah Rai Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Di kawasan ini, terdapat sebuah lembaga swadaya masyarakat yakni Forum Peduli Mangrove (FPM) Bali.
Forum tersebut bergerak untuk mengkonservasi mangrove yang berpusat di Tempat Persemaian Mangrove di Jalan Telaga Waja, Desa Adat Tengkulung, Kelurahan Tanjung Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Badung. Forum yang berdiri sejak tahun 2013 ini mengelola sejumlah wilayah konservasi mangrove di Bali, antara lain, di wilayah Nusa Dua, Sanur, hingga Tuban.
Total luas hutan mangrove di Bali hampir 2.300 hektare (ha). Di dalamnya ada kawasan konservasi hutan Mangrove seluas 1.373,5 ha. Wilayah ini mencakup Sanur, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Tuban, Kedonganan, Nusa Dua, dan Tanjung Benoa. Wilayah lainnya di Bali juga mencakup Desa Tuwed, Kabupaten Jembrana, hingga Nusa Lembongan.
Wilayah konservasi mangrove di Nusa Dua merupakan satu-satunya wilayah konservasi mangrove di Indonesia yang diapit oleh perkotaan dan pusat industri pariwisata. “Hutan mangrove ini yang satu-satunya berada di tengah-tengah perkotaan, di tengah-tengah barometernya industri pariwisata internasional Nusa Dua. Baratnya adalah objek wisata Kuta, utaranya adalah wisata Sanur, nyambung ke Ubud,” jelas I Wayan Lanang Sudira, Ketua Satgas Forum Peduli Mangrove Bali.
Lokasinya yang strategis ini membuat kawasan ini rentan terhadap gerusan arus pariwisata. Kondisi itu memicu hadirnya oknum-oknum penjahat lingkungan. Mereka berusaha menjadikan tempat ini sebagai bagian dari industri pariwisata dengan dibangunnya villa dan restoran, yang tentu saja akan mengurangi wilayah konservasi mangrove itu sendiri. Padahal tempat ini juga merupakan tempat dikembangkannya bibit beberapa varietas mangrove yang tak ada duanya. Antara lain, rhizophora mucrenata, rhizophora apiculata, bruguiera gymnorrhiza, sonneratia alba, dan avicennia marina. Selain itu, tempat konservasi ini juga merupakan rumah dari rhizophora stylosa yang sempat menjadi fenomenal lantaran ditanam oleh pesepak bola internasional, Christiano Ronaldo pada 26 Juni 2013 silam di kawasan Tempat Persemaian Mangrove di Tanjung Benoa.
Beberapa di antara varietas mangrove ini merupakan jenis mangrove yang terancam punah nan sulit untuk dikembangkan, hingga varietas yang memiliki segudang manfaat. Sebut saja, mangrove jenis rhizophora stylosa yang memiliki akar tunjang, merupakan jenis mangrove yang cocok ditanam di zona tengah pantai. Akar-akar yang terbentuk dari mangrove ini merupakan rumah bagi biota laut. Beberapa mangrove jenis lainnya, juga dapat diolah sebagai bahan sirup, hingga penganan keripik. Bahkan, ada mangrove yang dapat diolah menjadi produk perawatan kecantikan hingga kosmetik.
Selain itu, secara umum mangrove merupakan tumbuhan penyerap karbon yang dapat menyerap karbon lebih banyak dari tumbuhan darat lainnya. “Dari hasil penelitian CIFOR (Center of International Forestry Research), mangrove itu bisa menyerap karbon itu lima kali lebih besar daripada tanaman darat lain. Per satu hektare saja, ada 39 metrik ton (karbon) yang bisa diserap oleh mangrove. 39 metrik ton ini sebanding dengan 59 emisi sepeda motor setahun,” papar Nyoman Sweet Juniartini, staf Forum Peduli Mangrove Bali bagian konservasi.
Kata dia, tantangan pengembakan hutan ini, selain dari gencarnya arus pariwisata, tantangan mangrove juga datang dari sulitnya perawatan mangrove itu sendiri. Setiap jenisnya memerlukan perlakuan yang berbeda dan dilakukan secara hati-hati. Untuk pertumbuhannya sendiri, Forum Peduli Mangrove Bali ini telah melakukan sejumlah inovasi, utamanya dalam penggunaan tabung bambu sebagai media persemaian sebagai bentuk dukungan terhadap imbauan Pemerintah Provinsi Bali untuk mengurangi penggunaan plastik.
“Misalnya sonneratia alba, itu kami memetik buahnya, harus pas sekali dengan masa matangnya. Matang sempurna baru bisa petik. Setelah itu kami bersihkan dari tepung-tepungnya. Kami harus bersihkan dari ulat, karena jenis ini disenangi oleh ulat dan semut. Harus dicuci bersih-bersih, ganti-ganti airnya bisa lima sampai enam kali, setelah itu membuat semacam bedeng tabung,” jelas Juniartini.
Belum lagi, tantangan yang datang dari hama pengganggu pertumbuhan mangrove, seperti semut, ulat, kepiting, hingga teritip. Teritip merupakan salah satu jenis hewan laut crustacean, umumnya gemar menempel di bambu yang menjadi penyangga bibit mangrove yang baru ditanam di pantai. Teritip ini menyerap nutrisi dari buah mangrove sehingga mangrove tersebut tidak bisa tumbuh.
Tantangan juga datang menginjak situasi pandemi Covid-19, yang berarti ditutupnya kawasan wisata di Nusa Dua. Forum Peduli Mangrove Bali yang sebelumnya didanai melalui CSR Artha Graha Peduli, kini tidak mendapatkan sokongan tersebut. “Bantuan dana CSR kan sampai saat ini distop, sehingga kami kewalahan juga. Kami masih butuh dana untuk beli tanah, untuk beli bambu, untuk beli pupuk,” ujar Lanang Sudira.
Demikian juga peringatan Earth Day yang jatuh pada Rabu (22/4) lalu, dilakukan secara sederhana oleh staf Forum Peduli Mangrove Bali. Dalam peringatan ini, forum melakukan physical distancing, jaga jarak dengan antar anggota. ‘’Staf membersihkan sampah, namun tetap tidak bisa melakukan penanaman. Untuk memperingati Hari Bumi Internasional, Earth Day 2020 ini, kami lakukan dengan kampanye di media sosial, tetap dengan tagar Earth Day 2020,” tandasnya.*cr74
1
Komentar