Perkuat Lumbung Pangan Keluarga!
Di Balik ‘Diam di Rumah’ Karena Wabah Covid-19
Berkebun sayur dan sejumlah tanaman bahan pangan lainnya di pekarangan rumah, memang bukan gerakan baru.
SINGARAJA, NusaBali
Pemerintah terus memberlakukan imbauan stay at home (diam di rumah) sebagai salah satu kiat untuk mencegah penularan pandemi Covid 19. Namun imbauan ini
tak selalu berdampak negatif untuk warga. Diam di rumah malah memberikan efek positif, sepanjang kreatif di tengah situasi serba sulit ini.
Sejumlah kegiatan kreatif pun muncul di tengah waktu senggang pembatasan aktivitas di luar rumah. Salah satunya mengutak-utik lahan kosong di belakang rumah untuk dijadikan kebun sayur. Aktivitas berkebun saat ini memang banyak dilakukan banyak kalangan tak terkecuali pemuda asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng, Dede Tobing Crysnanjaya.
Dia adalah salah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja. Tobing, begitu dia akrab disapa, sejak tiga tahun lalu merintis lumbung pangan keluarga. Dia memanfaatkan tanah tidur alias tak termanfaatkan di sekitar rumah. Ketua Koperasi Pangan Bali Utara ini kini tak lagi membeli sayur dan beberapa buah-buahan hingga bahan jamu untuk kebutuhan sehari-harinya.
Dihubungi Jumat (8/5), pria berusia 32 tahun ini menjelaskan hobinya berkebun di pekarangan rumah bermula saat kegiatannya mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk organik. Nah saat pupuk organiknya jadi, dia tak tahu akan digunakan dimana. Dari itu kemudian terbersit ide untuk mengubah halaman belakang rumahnya menjadi kebun sayur mayur yang cocok di tanam di dataran rendah. “Memulai program lumbung pangan keluarga ini sejak 3 - 4 tahun belakangan,’’ ucap ayah dua anak ini.
Dia tinggal di atas tanah luas 5,5 are. Lahan itu di bagi-bagi menjadi beberapa bagian. Ada yang dijadikan kebun bunga, kebun tanaman obat. Kemudian bekas tiang kandang ayam dipakai tiang buah naga dan di halaman belakang rumah jadi kebun sayur mayor.
Dia mengakui upaya menjadikan pekarangan produktif, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, memerlukan ketelatenan dan keseriusan. Dia pun mengatur waktu dan berkomitmen tak hanya menanam, namun juga merawat tanaman di pekarangan rumah. Setelah lahan tertata dan siap olah, dia harus berpikir penyediaan bibit. Selanjtunya, setelah tanaman dalam usia panen, maka harus diganti dengan bibit baru. Dengan itu produksi pangan akan dapat berkesinambungan,” jelas dia.
Menurutnya, adanya hasil dari kesabaran mewujudkan lumbung pangan keluarga, menjadikannya dirinya tak selalu pas. Malah terus banyak belajar, terutama secara otodidak. Dia mendapat banyak refrensi berkebun di rumah dari buku maupun tutorial online.
Tindakannya sebagai petani rumahan saat ini ternyata menginspirasi banyak orang dari semua kalangan. Bahkan dua bulan terakhir, dia juga menginisiasi untuk membuat komunitas lumbung pangan keluarga yang saat ini sudah diikuti oleh 505 orang. “Sudah ada yang menukar bibit, ada yang bertukar sayur yang mereka punya. Kegiatan ini berlangsung seiring berjalannya waktu,” kata dia.
Menurutnya kondisi bencana seperti ini mengharuskan masyarakat tetap produktif di tengah keterbatasan, terutama pangan. Dia pun mengakui konsep areal tanam perlu disesuaikan dengan konsep dan perkembangan yang ada. “Menurut saya Corona ini mengajarkan kita tetap produktif dalam keterbatasan,” tegasnya.
Saat ini di kebun sayur miliknya, Tobing dan keluarga sudah bisa panen hampir setiap hari dari sayur bayam, terong, cabai, ketela rambat, kangkung, dan pokchoy. Semua jenis sayur ini bisa dikembangkan untuk pembibitan. “Saat ini apa yang ada itu yang dipetik. Kalau sayur yang beli paling sayuran yang tidak bisa ditanam di dataran rendah. Seperti wortel, kol, tapi sudah jarang beli,” jelasnya.
Menurutnya, berkebun sayur dan sejumlah tanaman bahan pangan lainnya di pekarangan rumah, memang bukan gerakan baru. Namun sebuah gerakan nyata sebagai bangsa agraris. Oleh karena itu warga bangsa ini harus mampu mengupayakan segala potensi yang dimiliki tak terkecuali memetakan pekarangan rumah sendiri.*k23
tak selalu berdampak negatif untuk warga. Diam di rumah malah memberikan efek positif, sepanjang kreatif di tengah situasi serba sulit ini.
Sejumlah kegiatan kreatif pun muncul di tengah waktu senggang pembatasan aktivitas di luar rumah. Salah satunya mengutak-utik lahan kosong di belakang rumah untuk dijadikan kebun sayur. Aktivitas berkebun saat ini memang banyak dilakukan banyak kalangan tak terkecuali pemuda asal Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan, Buleleng, Dede Tobing Crysnanjaya.
Dia adalah salah seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kantor Imigrasi Kelas II Singaraja. Tobing, begitu dia akrab disapa, sejak tiga tahun lalu merintis lumbung pangan keluarga. Dia memanfaatkan tanah tidur alias tak termanfaatkan di sekitar rumah. Ketua Koperasi Pangan Bali Utara ini kini tak lagi membeli sayur dan beberapa buah-buahan hingga bahan jamu untuk kebutuhan sehari-harinya.
Dihubungi Jumat (8/5), pria berusia 32 tahun ini menjelaskan hobinya berkebun di pekarangan rumah bermula saat kegiatannya mengolah sampah rumah tangga menjadi pupuk organik. Nah saat pupuk organiknya jadi, dia tak tahu akan digunakan dimana. Dari itu kemudian terbersit ide untuk mengubah halaman belakang rumahnya menjadi kebun sayur mayur yang cocok di tanam di dataran rendah. “Memulai program lumbung pangan keluarga ini sejak 3 - 4 tahun belakangan,’’ ucap ayah dua anak ini.
Dia tinggal di atas tanah luas 5,5 are. Lahan itu di bagi-bagi menjadi beberapa bagian. Ada yang dijadikan kebun bunga, kebun tanaman obat. Kemudian bekas tiang kandang ayam dipakai tiang buah naga dan di halaman belakang rumah jadi kebun sayur mayor.
Dia mengakui upaya menjadikan pekarangan produktif, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga, memerlukan ketelatenan dan keseriusan. Dia pun mengatur waktu dan berkomitmen tak hanya menanam, namun juga merawat tanaman di pekarangan rumah. Setelah lahan tertata dan siap olah, dia harus berpikir penyediaan bibit. Selanjtunya, setelah tanaman dalam usia panen, maka harus diganti dengan bibit baru. Dengan itu produksi pangan akan dapat berkesinambungan,” jelas dia.
Menurutnya, adanya hasil dari kesabaran mewujudkan lumbung pangan keluarga, menjadikannya dirinya tak selalu pas. Malah terus banyak belajar, terutama secara otodidak. Dia mendapat banyak refrensi berkebun di rumah dari buku maupun tutorial online.
Tindakannya sebagai petani rumahan saat ini ternyata menginspirasi banyak orang dari semua kalangan. Bahkan dua bulan terakhir, dia juga menginisiasi untuk membuat komunitas lumbung pangan keluarga yang saat ini sudah diikuti oleh 505 orang. “Sudah ada yang menukar bibit, ada yang bertukar sayur yang mereka punya. Kegiatan ini berlangsung seiring berjalannya waktu,” kata dia.
Menurutnya kondisi bencana seperti ini mengharuskan masyarakat tetap produktif di tengah keterbatasan, terutama pangan. Dia pun mengakui konsep areal tanam perlu disesuaikan dengan konsep dan perkembangan yang ada. “Menurut saya Corona ini mengajarkan kita tetap produktif dalam keterbatasan,” tegasnya.
Saat ini di kebun sayur miliknya, Tobing dan keluarga sudah bisa panen hampir setiap hari dari sayur bayam, terong, cabai, ketela rambat, kangkung, dan pokchoy. Semua jenis sayur ini bisa dikembangkan untuk pembibitan. “Saat ini apa yang ada itu yang dipetik. Kalau sayur yang beli paling sayuran yang tidak bisa ditanam di dataran rendah. Seperti wortel, kol, tapi sudah jarang beli,” jelasnya.
Menurutnya, berkebun sayur dan sejumlah tanaman bahan pangan lainnya di pekarangan rumah, memang bukan gerakan baru. Namun sebuah gerakan nyata sebagai bangsa agraris. Oleh karena itu warga bangsa ini harus mampu mengupayakan segala potensi yang dimiliki tak terkecuali memetakan pekarangan rumah sendiri.*k23
1
Komentar