Pengidap Skizofrenia Bersuara Lewat Pameran di Rumah
Pameran bertujuan menyuarakan perjuangan Orang Dengan Skizofrenia (ODS) memulihkan dirinya.
DENPASAR, NusaBali
Sejumlah relawan pewarta warga dan delapan perempuan Orang Dengan Skizofrenia (ODS) dan Caregiver menggelar pameran karya di rumah. Pameran ini merupakan lanjutan dari kampanye publik bertajuk 'Kami Bersuara Kami Mendengar' yang bertujuan menyuarakan perjuangan memulihkan diri dari skizofrenia.
Sedikitnya ada tujuh rumah yang menjadi lokasi karya-karya ini dipamerkan. Misalnya rumah Ibu Sulandari, Ibu Sri, Made War, Wayan Sariasih, Savitri, dan Luh De. Rumah Berdaya juga ikut Pameran di Rumah ini dengan memajang foto-foto perempuan yang terlibat dan poster-poster kutipan cerita mereka.
Pameran berawal dari pertemuan kelas jurnalisme warga bersama orang ODS dan keluarganya di Rumah Berdaya (RB)-Kelompok Peduli Skizofrenia Indonesia (KPSI) Bali. Di pertemuan ini, untuk pertama kali para penyintas ODS dan keluarganya, khusus perempuan bertemu dan saling merekam cerita perjuangan masing-masing. "Selama empat kali pertemuan mereka dibimbing menuliskan ceritanya di buku harian yang kemudian diedit oleh relawan pewarta warga," terang pendiri RB-KPSI Bali, dr I Gusti Rai Putra Wiguna, Rabu (3/5/2020) kepada NusaBali.
Pertemuan ini turut direkam oleh tiga fotografer muda, yakni Prema Ananda, Gus Agung, dan Teja Artawan. Kolaborasi ini disebut sebagai cara memahami persoalan skizofrenia lebih dekat dari penyintasnya langsung. "Selama ini teman-teman skizofrenia dianggap sebagai objek, yang membicarakan hanya kalangan medis atau dinas. Mereka seakan tidak bisa bersuara sendiri soal keadaannya. Nah, ini yang mau ditampilkan," paparnya.
Psikiater yang sehari-hari berpraktik di RS Wangaya ini menjelaskan, interaksi yang dihasilkan dari kolaborasi tersebut juga membantu pemulihan ODS terkait. "Mereka mengutarakan apa yang menjadi masalah mereka. Dengan mereka terbuka seperti ini adalah awal pemulihan yang baik," sebutnya.
Ia menyebutkan walau jumlah pasien ODS laki-laki dan perempuan cenderung sama, tapi kehadiran perempuan di layanan psikoedukasi minim dengan berbagai alasan. "Di Rumah Berdaya sendiri misalnya, ODS yang rutin datang 27 laki-laki sedangan yang perempuan hanya 3," ungkap dr Rai.
Salah satunya penyebab adalah kurangnya ODS perempuan terhadap akses seperti antar jemput untuk ke layanan. Padahal, kata dia, di sisi lain ODS perempuan memiliki kemungkinan pulih lebih tinggi dibanding yang laki-laki. "Kami ingin masyarakat paham kesulitan teman-teman ini," tutupnya.*cr75
Komentar