Memaknai Ramadan dan Idul Fitri di Tengah Pandemi
Beribadah di rumah di tengah kondisi sulit ini tidak akan mengurangi esensi dan pahala.
DENPASAR, NusaBali
Ramadan tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bulan puasa 1441 Hijriah yang kali ini jatuh pada 24 April hingga 23 Mei 2020 esok terasa lebih sendu dan tak semeriah biasanya. Kondisi ini tak lepas dari pandemi virus Corona atau Covid-19 yang melanda dunia.
Bulan suci bagi kaum Muslim yang biasanya meriah dengan beribadah di masjid hingga tradisi buka puasa bersama di berbagai tempat kini cenderung sepi. Ibadah Ramadan tahun ini dijalankan dalam sunyi di kediaman masing-masing bersama keluarga inti.
Umat Islam pun sama-sama menahan diri untuk melaksanakan salat Tarawih dan berbagai kegiatan ibadah lainnya di masjid. Mencari pahala berlipat ganda pada bulan suci tidak lagi dilakukan di masjid. Cukup dilakukan di rumah demi menjaga kemaslahatan orang banyak.
"Bulan Ramadan pada intinya adalah menahan diri. Selama satu bulan kita diuji mengendalikan diri untuk tidak melakukan rangkaian ibadah di tempat umum seperti biasanya," tutur Aminullah, Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Provinsi Bali, kepada NusaBali, Kamis (15/5/2020).
Ia meyakinkan beribadah di rumah di tengah kondisi sulit ini tidak akan mengurangi esensi dan pahala. Banyak hal yang harus disesuaikan agar nilai ibadah tidak berkurang, meski tidak bisa tadarus, tarawih, dan iktikaf bersama di masjid. "Yang terpenting tetap memaksimalkan dengan prinsip-prinsip anjuran dari rumah," sambungnya.
Karena itu, menurut Kepala Seksi Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar ini, melakukan ibadah Ramadan di rumah merupakan pilihan yang tepat. Pilihan itu pun sudah berlaku di seluruh dunia, bahkan Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah juga tak menggelar salat Jumat dan Tarawih.
Aminullah juga mengatakan Idul Fitri nanti semestinya menjadi momen untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 sekaligus melindungi keluarga dan sanak saudara dengan menahan diri untuk tidak mudik. "Mudik merupakan fadhilah (keutamaan) dalam silaturahmi. Namun di situasi seperti ini kita tidak boleh memaksakan diri," katanya. "Toh bisa memanfaatkan teknologi, menggantinya dengan telepon atau video call. Yang terpenting komunikasi tetap berjalan," sambung pria kelahiran Bima, 4 April 1973 ini.
Pria yang pernah menjabat Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kuta ini menyampaikan, meskipun dalam situasi sulit saat ini mestinya Idul Fitri tetap dirayakan dengan berbahagia. "Kita tidak bisa merayakan seperti yang lalu dalam kondisi normal. Karena itu kita tetap merayakan dengan berbahagia namun tidak perlu dengan berlebihan. Berhasil melewati ujian dengan tetap beribadah dari rumah dengan keikhlasan di tengah situasi sulit patut dirayakan," tuturnya.
Momen Idul Fitri, kata dia, juga mengingatkan untuk tetap membagi kebahagiaan sekecil apapun. "Jangan sampai merayakan sendiri sementara kita tidak menghadirkan kebahagiaan dengan berbagi dengan sesama. Agama mengajarkan kepedulian kepada tetangga dan lingkungan sekitar," pesan Aminullah.*cr75
Komentar