98,4 Persen PAUD Selenggarakan Pembelajaran di Rumah
JAKARTA, NusaBali
Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Muhammad Hasbi, mengatakan sekitar 98,4 persen satuan PAUD menyelenggarakan pembelajaran di rumah selama pandemi COVID-19.
"Pandemi COVID-19 memberikan pelajaran luar biasa, yang mana anak usia dini pun diminta belajar dari rumah," ujar Hasbi dalam webinar ‘Wajah Baru PAUD di Indonesia Pasca-Pandemi COVID-19: Sinergi Sekolah dan Keluarga’ yang diselenggarakan PG PAUD Uhamka di Jakarta, Sabtu (16/5).
Metode pembelajaran dari rumah yang dilakukan satuan PAUD yakni sebanyak 35,3 persen melalui penugasan melalui orang tua, sebanyak 17,5 persen dilaksanakan oleh orang tua, dan sebanyak 14 persen dilakukan melalui kunjungan guru ke rumah.
"Selanjutnya pembelajaran melalui TVRI sebanyak 19,9 persen dan pembelajaran melalui platform pembelajaran daring seperti Rumah Belajar maupun Anggun PAUD sebanyak 13,2 persen," terang dia. Dia menambahkan hasil survei itu menunjukkan bahwa guru dan orang tua belum memiliki alternatif yang banyak, sehingga kunjungan ke rumah jadi alternatif yang bisa dilakukan.
Jenis kegiatan yang dilakukan selama belajar dari rumah untuk jenjang PAUD, sebagian besar dilakukan kegiatan yang tidak membutuhkan kemampuan pedagogik. Seperti menggambar, menonton televisi, beribadah maupun bernyanyi. Sementara kegiatan yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis, bermain dengan kreasi, maupun yang lain belum menjadi pilihan bagi orang tua dan guru selama belajar dari rumah.
"Selain itu, masih ada guru yang menggunakan metode Lembar Kerja Siswa (LKS), yang dikhawatirkan dapat merusak potensi anak." Tantangan utama pembelajaran daring selama pandemi COVID-19 yakni ketersediaan jaringan internet, kemampuan teknologi informasi dan komunikasi orang tua yang memang tidak dipersiapkan untuk menjadi pendidik di rumah, kurangnya kemampuan pedagogik guru, dan lainnya.
Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Dr Desvian Bandarsyah MPd, meminta sinergi antara rumah dan sekolah terus diperbaiki. Hal itu karena selama ini rumah hanya menjadi tempat persinggahan semata. Bukan dijadikan tempat persemaian anak-anak.
"Sementara sekolah tidak menjadi bagian dari rumah," kata Desvian. Untuk itu, perlu ada perbaikan hubungan antara sekolah dan rumah sehingga menjadi hubungan yang bersifat komplementer dan saling menopang. *ant
Metode pembelajaran dari rumah yang dilakukan satuan PAUD yakni sebanyak 35,3 persen melalui penugasan melalui orang tua, sebanyak 17,5 persen dilaksanakan oleh orang tua, dan sebanyak 14 persen dilakukan melalui kunjungan guru ke rumah.
"Selanjutnya pembelajaran melalui TVRI sebanyak 19,9 persen dan pembelajaran melalui platform pembelajaran daring seperti Rumah Belajar maupun Anggun PAUD sebanyak 13,2 persen," terang dia. Dia menambahkan hasil survei itu menunjukkan bahwa guru dan orang tua belum memiliki alternatif yang banyak, sehingga kunjungan ke rumah jadi alternatif yang bisa dilakukan.
Jenis kegiatan yang dilakukan selama belajar dari rumah untuk jenjang PAUD, sebagian besar dilakukan kegiatan yang tidak membutuhkan kemampuan pedagogik. Seperti menggambar, menonton televisi, beribadah maupun bernyanyi. Sementara kegiatan yang membutuhkan kemampuan berpikir kritis, bermain dengan kreasi, maupun yang lain belum menjadi pilihan bagi orang tua dan guru selama belajar dari rumah.
"Selain itu, masih ada guru yang menggunakan metode Lembar Kerja Siswa (LKS), yang dikhawatirkan dapat merusak potensi anak." Tantangan utama pembelajaran daring selama pandemi COVID-19 yakni ketersediaan jaringan internet, kemampuan teknologi informasi dan komunikasi orang tua yang memang tidak dipersiapkan untuk menjadi pendidik di rumah, kurangnya kemampuan pedagogik guru, dan lainnya.
Dekan Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadyah Prof Dr Hamka (Uhamka), Dr Desvian Bandarsyah MPd, meminta sinergi antara rumah dan sekolah terus diperbaiki. Hal itu karena selama ini rumah hanya menjadi tempat persinggahan semata. Bukan dijadikan tempat persemaian anak-anak.
"Sementara sekolah tidak menjadi bagian dari rumah," kata Desvian. Untuk itu, perlu ada perbaikan hubungan antara sekolah dan rumah sehingga menjadi hubungan yang bersifat komplementer dan saling menopang. *ant
1
Komentar