Pemerintah Diminta Dengarkan Suara Rakyat
Soal Pilkada 2020 Digelar di Tengah Pandemi Covid-19
Jika pilkada tetap dilakukan Desember, harus diperhitungkan aspek-aspek teknis, yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit.
DENPASAR, NusaBali
Akademisi, Dr Ir Nyoman Sri Subawa, mengatakan pemerintah dan penyelenggara pemilu harusnya mendengarkan suara rakyat soal urgensi ditunda tidaknya pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah kondisi pandemi COVID-19.
"Masyarakat sipil harus didengarkan karena sesungguhnya mereka merupakan pelaku dari pilkada, bukan hanya penyelenggara," kata Sri Subawa yang juga Rektor Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar saat menyampaikan materi dalam Web Seminar ‘Dimensi Strategi Komunikasi Politik dalam Penundaan Pilkada 2020’ di Denpasar, Jumat (29/5).
Web seminar itu juga menghadirkan narasumber secara virtual anggota KPU RI I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, Direktur Eksekutif NETGRIT Dr Ferry Kurnia Rizkiansyah, dan Wakil Rektor Bidang Akademik Undiknas, Dr Ni Wayan Widhiastini. Webinar diikuti oleh 250 peserta yang merupakan mahasiswa Undiknas dan anggota Jaringan Demokrasi Indonesia dari berbagai daerah. "Masalah pilkada itu bukan semata-mata masalah politik, tetapi memiliki aspek yang luas, yakni menyangkut aspek sosial, ekonomi dan sebagainya," ucapnya. Dalam kesempatan itu, Rektor Sri Subawa pun mengajak pemerintah daerah agar mengetahui dampak dari tetap dilaksanakan Pilkada 2020 sesuai dengan waktu yang ditentukan ataukah kemungkinan ditunda pada tahun berikutnya setelah COVID-19 benar-benar mereda.
"Kalau pilkada ditunda, tentu dampaknya bagi daerah itu sendiri sehingga akan ada Plt yang kemudian tidak bisa mengambil keputusan strategis, di samping banyak proyek pembangunan yang tertunda," ucapnya. Demikian juga ketika pilkada tetap diselenggarakan pada 9 Desember 2020 sesuai kesepakatan pemerintah, DPR dan KPU, apakah sudah siap dari aspek protokol kesehatan dan pembengkakan anggaran?
"Harus ada kajian komprehensif. Kalau ditunda harus ada alasan yang matang. Tetapi jika tetap dilakukan Desember, harus diperhitungkan aspek-aspek teknis, yang tentunya membutuhkan anggaran yang tidak sedikit," ucap Sri Subawa. Wakil Rektor Bidang Akademik Undiknas, Dr Ni Wayan Widhiastini, menambahkan terkait pelaksanaan pilkada, sesungguhnya tidak cukup hanya komunikasi politik. tetapi aspek konstruksi sosial yang perlu diperhatikan oleh KPU dan pemerintah.
"Dengan demikian,apa yang sudah ditetapkan pemerintah maupun penyelenggara pemilu sampai maknanya ke semua pihak," kata mantan komisioner KPU Provinsi Bali ini.
Sementara Anggota KPU RI, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dalam kesempatan itu menyampaikan kesimpulan rapat kerja atau rapat dengar pendapat Komisi II DPR dengan Mendagri, KPU, Bawaslu RI dan DKPP RI pada 27 Mei 2020. Di antaranya disimpulkan bahwa Komisi II DPR, Mendagri, dan KPU RI setuju pemungutan suara serentak dilaksanakan pada 9 Desember 2020. Komisi II DPR pun menyetujui usulan perubahan tahapan dan program Pilkada 2020 yang tahap lanjutannya dimulai pada 15 Juni 2020 dengan syarat tahapan dilakukan sesuai protokol kesehatan.
"Komisi II DPR meminta pada KPU, Bawaslu dan DKPP untuk mengajukan usulan tambahan anggaran terkait pilkada secara lebih rinci, untuk selanjutnya dibahas oleh pemerintah dan DPR RI," ujar Raka Sandi. 7 ant
1
Komentar