MUTIARA WEDA: Berdamai dengan Covid-19?
Mitrasya mā caksusā sarvāni bhutani samiksantām Mitrasyaham caksusā sarvāni bhutāni samikse Mitrasya caksusā samiksāmahe (Yajurveda, XXXVI.18)
Semoga semua makhluk memandang kami dengan persahabatan, semoga kami memandang semua makhluk sebagai sahabat, semoga kami saling berpandangan penuh persahabatan.
SEBAGAI makhluk sosial, manusia tidak bisa terlepas dari orang lain. Kehadiran orang lain mutlak diperlukan, karena, hanya dengan itulah, dia memiliki rasa eksistensi. Apakah kehadiran orang lain itu sebagai keluarga, sahabat, tetangga, orang asing atau musuh, semuanya memberikan kontribusi atas rasa eksistensinya. Tanpa kehadiran orang lain, rasa itu tidak pernah berkembang. Mari merenung, bagaimana ada orang hebat tanpa hadirnya orang bodoh atau minimal kualitas orang lain di bawah dirinya. Adakah orang baik, jika tidak ada eksisten pembanding? Apapun sandangan, rasa, atau ideologi yang disematkan pada diri orang, sebagian besar diadakan oleh hadirnya orang lain. Jadi, kehadiran orang lain itu vital bagi kehidupan, baik yang mendukung dirinya maupun yang bertentangan dengan dirinya.
Namun, untuk keseimbangan dan sebuah perkembangan peradaban manusia, dalam kurun waktu tertentu, suasana tertentu sangat penting diupayakan. Seperti misalnya, dalam upaya menumbuhkan kehidupan yang beradab, suasana persahabatan menjadi sangat penting. Bahkan dalam perkembangan spiritual, kondisi ini menjadi tolak ukur. Orang akan disebut beradab apabila di dalam dirinya hadir, sampai batas tingkatan tertentu, sebuah kesadaran tentang adanya keterhubungan dengan yang lain. Untuk tujuan atau kepentingan tertentu dalam adab sosial, rasa persahabatan adalah cara yang paling efektif untuk dikembangkan di dalam diri. Tanpa piranti ini, orang akan cenderung liar dan biadab, sehingga membentuk manusia yang beradab menjadi mustahil. Piranti ini adalah rasa persahabatan.
Di bidang spiritual, rasa persahabatan ini sangat ditekankan dan bahkan jauh lebih dalam. Untuk keseimbangan kehidupan sosial, rasa persahabatan permukaan saja sudah cukup, tetapi dalam dunia spiritual, rasa itu harus mencapai titik terdalamnya. Artinya, dalam kehidupan sosial, persahabatan hanya untuk sekadar basa-basi saja sudah cukup. Sementara dalam ranah spiritual, sepanjang belum mencapai titik terdalamnya, ia belum dikatakan berkembang. Itulah mengapa, Sutra Patanjali menekankan tentang pentingnya menumbuhkan maitri (persahabatan) di awal, agar rasa yang lainnya lebih mudah dikembangakan. Bagaimana cara menumbuhkan persahabatan itu?
Mantra di atas dapat memberikan clue-nya. Persahabatan tidak melulu dengan sesama manusia, melainkan pada semua makhluk. Rasa persahabatan itu akan menjadi sempurna ketika terjadi dua arah, yakni dari diri sendiri menuju semua makhluk lain, dan dari semua makhluk lain ke dalam diri sendiri. Persahabatan akan menjadi sempurna hanya ketika kedua belah pihak memiliki rasa yang sama ke arah itu. Hanya saja, hal ini sangat sulit ditumbuhkan. Meskipun orang mutlak memerlukan kehadiran orang dan makhluk lain, tetapi rasa persahabatan ini sangat susah ditumbuhkan sampai ke inti. Secara umum, kita hanya mampu menumbuhkan itu hanya pada permukaan, yakni sebatas keperluan diri. Persahabatan yang ditumbuhkan hanya semata-mata politis. Persahabatan yang sejati adalah ketika rasa itu melebur, tiada beda antara diri dengan sahabat. Persahabatan itu akan sempurna hanya ketika diri melebur dengan makhluk lain, dan makhluk lain melebur ke dalam diri.
Bila rasa ini bisa ditumbuhkan, maka orang pasti mampu melihat Covid-19 sebagai sahabat. Hanya dengan rasa persahabatan seperti ini orang mudah berdamai dengan virus tersebut. Terobosan untuk mengajak masyarakat ‘berdamai dengan Covid-19’ lebih susah dibandingkan ‘berperang melawan Covid-19’. Mengapa? Telah menjadi tabiat manusia untuk memusuhi atau paling tidak mengacuhkan sesuatu yang tidak menyenangkan atau mengancam diri seseorang. ‘Berdamai’ artinya tidak ada lagi ketakutan, sementara perang melawan artinya suasana ketika dihantui ketakutan. Jika hidup berdampingan secara damai dengan Covid adalah satu sisi, sementara di sisi lain dihantui ketakutan, itu artinya rasa persahabatan harus ditumbuhkan lebih dalam. Jika telah mencapai titik terdalam, maka kita akan mengerti apa arti berdamai dengan Covid-19 serta mengerti bagaimana hidup tanpa ketakutan. *
I Gede Suwantana
Direktur Indra Udayana Institute of Vedanta
Komentar