Manufaktur Penyumbang Ekspor Terbesar
JAKARTA, NusaBali
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin Indonesia) Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menyampaikan bahwa sebagai penyumbang terbesar ekspor, kinerja sektor manufaktur perlu dijaga dan dipacu.
“Kalau mau ekonomi kita terus bertumbuh dengan baik, sektor manufaktur harus dijaga dan dipacu kinerja dan daya saing output-nya di dalam dan luar negeri dengan persaingan yang sehat sehingga pertumbuhan ekonomi nasional juga lebih tahan banting,” kata Shinta, Kamis (4/6).
Shinta menyampaikan, industri manufaktur akan terus menjadi penopang ekonomi nasional selama belum ada sektor usaha lain yang memberikan kontribusi PDB dan ekspor sebesar industri manufaktur. “Kondisi ini akan terus terjadi meskipun output kinerja ekspor nasional turun, karena kuncinya bukan pada kenaikan atau penurunan ekspor manufaktur tapi lebih pada diversifikasi struktur ekonomi dan ekspor nasional,” ujar Shinta.
Secara keseluruhan, tambah Shinta, 30-35 persen PDB Indonesia masih berasal dari sektor manufaktur dan 80 persen output ekspor nasional berasal dari industri manufaktur.
“Dengan demikian, naik-turunnya ekonomi nasional akan sangat dipengaruhi oleh kinerja dan daya saing industri manufaktur nasional,” kata Shinta.
Shinta Widjaja Kamdani menyebut kenaikan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Mei yang menjadi 28,6 naik dibandingkan April pada level 27,5 karena wacana tatanan normal baru atau new normal yang dicetuskan. “Kenaikan PMI Mei sangat dipengaruhi oleh wacana new normal. Cukup jelas bahwa wacana new normal sangat ditunggu-tunggu pelaku usaha,” kata Shinta.
Shinta menyampaikan hal tersebut terjadi karena kontrol ketat terhadap pergerakan orang seperti yang terjadi dua bulan terakhir dinilai membuat produktivitas industri manufaktur terbatas. Namun, lanjut Shinta, terkait kapan normal baru akan berlaku efektif, membuat pelaku industri masih menunggu untuk ekspansi usaha. “Pelaku industri manufaktur pun masih memproyeksikan kontraksi kinerja, bukan ekspansi kinerja manufaktur dalam jangka pendek, hingga ada kepastian yang lebih jelas kapan new normal bisa efektif berlaku,” ujar Shinta.
Selama tatanan normal baru masih menjadi wacana dan belum efektif diimplementasikan di lapangan, lanjut dia, PMI manufaktur Indonesia diprediksi belum akan bergerak terlalu jauh.
Shinta menambahkan pergerakan PMI juga diprediksi belum akan kembali ke level sebelum terjadinya pandemi, karena permintaan pasar yang belum menunjukkan adanya peningkatan baik nasional maupun global sejak Maret 2020. “Karena itu, kondisi new normal pun belum tentu menjamin PMI akan kembali ke level ekspansif yaitu di atas 50, bila demand pasar belum menunjukkan perubahan atau peningkatan kepercayaan diri pasar untuk melakukan kegiatan ekonomi non-esensial,” pungkas Shinta.*ant
1
Komentar