Berjuang Agar Mio Kopi Hasil Ramuannya Dijadikan Obat Covid-19
Nyoman Subamio, Transmigran Asal Bali yang Tekuni Pengobatan Alternatif di Lampung Selatan
Nyoman Subamio selama ini buka praktek pengobatan alternatif bertajuk ‘Mio Terapi’ di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan dengan tarif hanya Rp 50.000 per orang
JAKARTA, NusaBali
Transmigran asal Bali yang kini tinggal di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, Nyoman Subamio, 54, merasa ramuan Mio Kopi buatannya bisa menjadi obat Covid-19 (virus Corona). Berbagai cara telah dilakukan untuk membuktikan Mio Kopi ramuannya memang berkhasiat, termasuk mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo.
Surat kepada Presiden Jokowi telah dilayangkan Nyoman Subamio, Maret 2020 lalu, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Selain itu, pria asal Banjar Guling, Desa Yeh Buah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini juga telah berusaha menemui pihak-pihak berwenang di Provinsi Lampung untuk tujuan yang sama, tetapi tidak mendapat respons.
Meski demikian, Nyoman Subamio tidak patah semangat. Apalagi, dia sudah masuk di salah satu televisi lokal di Lampung. Tayangan di televisi itu disaksikan oleh 200.000 lebih penonton, sehingga membuat namanya jadi buah bibir.
Anak-anak muda di sekitar tempat tinggalnya di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan kemudian menyarankan Nyoman Subamio membuat channel YouTube. Akhirnya, Mei 2020 dia membuat channel Geser Mio. Anak-anak muda yang sebelumnya memberikan saran itu pula yang mengupload ramuan Mio Kopi dan testimoni Nyoman Subami ke YouTube.
"Di sana (YouTube) saya bisa bicara apa saja agar orang tahu, termasuk mengenai Mio Kopi yang bisa menyembuhkan Covid-19. Saya ingin ada yang memfasilitasi itu. Untuk membuktikannya, saya berani menelan ludah pasien Covid-19. Bahkan, saya berani dipenjara jika hoax," ujar Nyoman Subamio saat dihubungi NusaBali per telepon, Kamis (4/6) lalu.
Menurut Subamio, untuk membuktikan ramuan Mio Kopi-nya berkhasiat, cukup memberikannya kepada 3 pasien Covid-19. Kemudian, beri waktu selama 7 hari untuk menyembuhkan mereka dengan ramuan Mio Kopi. Dia yakin bisa menyembuhkan pasien Covid-19, lantaran reep ramuan Mio Kopi diperolehnya langsung dari kitab suci.
"Setiap hari saya rajin meditasi dan hafal doa-doa. Saya pemuja Dewa Krisna, Dewa Rama, dan Dewi Saraswati. Ketika Hari Raya Nyepi, Maret 2020 lalu, alam bawah sadar saya mengatakan kopi bisa menyembuhkan pasien Covid-19. Jadi, saya mendapatkan ilham dan itu juga ada di kitab suci," jelas putra Bali perantauan kelahiran Kota Metro, Lampung, 16 September 1966 ini.
Sayangnya, ketika ditanya apakah ramuan kopinya ada campuran bahan lain dan di bagian kitab suci mana yang menjelaskan tentang itu, Subamio enggan mengatakannya. "Mengenai hal tersebut, nanti-lah jika sudah terbukti, akan saya jelaskan. Nanti saya akan bicara lagi di channel YouTube saya," tandasnya.
Nyoman Subamio sendiri kesehariannya adalah seorang petani yang punya kemampuan melakukan pengobatan alternatif. Sejak 2 tahun lalu, petani jebolan SMA PGRI Seputih Raman, Lampung Selatan ini membuka praktik pengobatan alternatif yang diberi tajuk Mio Terapi.
Selama buka praktek Mio Terapi, Nyoman Subamio sudah mengobati pasien dengan beraneka ragam penyakit, seperti kencing manis, stroke, dan deman tinggi, menggunakan bubuk daun kelor. Nyoman Subamio menyarankan kepada pasiennya agar menanam kelor di kediamannya, agar tidak perlu datang lagi ke tempat prakteknya.
Selain daun kelor, dia juga memanfaatkan bawang merah dan bawang putih yang dihaluskan dan dicampur jamu untuk menyembuhkan pasien. Biasanya, pasien yang datang berobat ke tempat praktik Mio Terapi hanya dikenakan tarif sebesar Rp 50.000 per orang.
Nyoman Subamio menyatakan, keahlian mengobati ini diperoleh secara otodidak melalui meditasi-meditasi yang dilakukan. "Terakhir saya melakukan ketakson atau meditasi, dari sana saya mendapatkan ilham," tutur ayah empat anak dari pernikahannya dengan Ni Ketut Wiryaningsih ini.
Berhubung saat ini tengah berkecamuk pandemi Covid-19, praktek pengobatan Mio Terapi buat sementara tidak beroperasi. Kegiatan Subamio adalah membuat YouTube dan terkadang bertani.
Nyoman Subamio merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan I Wayan Sangra dan Ni Made Puriyani. Dia lahir dan dibesarkan di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, karena kedua orangtuanya merantau dari Bali sebagai transmigran.
Sang ayah, Wayan Sangra, saat masih bujangan merantau ke kawasan Seputih Raman, Lampung Tengah tahun 1955 silam. Berselang 2 tahun berselang, ayahnya pulang kampung ke Banjar Guling, Desa Yeh Buah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana untuk menikahi gadis pujaan hatinya, Ni Made Puriyani.
"Setelah menikah, ayah mengajak ibu balik ke Lampung, tepatnya di kawasan Seputih Raman, Lampung Tengah. Pada tahun 1970, kami pindah ke Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan," kenang Subamio.
Menurut Subamia, sebagian besar dari 6 saudara kandungnya bekerja sebagai petani di Lampung. "Dari tujuh bersaudara, hanya satu yang menjadi guru PNS. Anak-anak saya juga menjadi petani. Saat ini tinggal anak bungsu saya yang masih sekolah Kelas II SMA," ungkap ayah dari Dambah Giri Rotari, Bandar Raya Awatara, Galang Cakra Murti, dan Brahma Punjabi ini. *k22
Surat kepada Presiden Jokowi telah dilayangkan Nyoman Subamio, Maret 2020 lalu, namun sampai saat ini belum ada tanggapan. Selain itu, pria asal Banjar Guling, Desa Yeh Buah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana ini juga telah berusaha menemui pihak-pihak berwenang di Provinsi Lampung untuk tujuan yang sama, tetapi tidak mendapat respons.
Meski demikian, Nyoman Subamio tidak patah semangat. Apalagi, dia sudah masuk di salah satu televisi lokal di Lampung. Tayangan di televisi itu disaksikan oleh 200.000 lebih penonton, sehingga membuat namanya jadi buah bibir.
Anak-anak muda di sekitar tempat tinggalnya di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan kemudian menyarankan Nyoman Subamio membuat channel YouTube. Akhirnya, Mei 2020 dia membuat channel Geser Mio. Anak-anak muda yang sebelumnya memberikan saran itu pula yang mengupload ramuan Mio Kopi dan testimoni Nyoman Subami ke YouTube.
"Di sana (YouTube) saya bisa bicara apa saja agar orang tahu, termasuk mengenai Mio Kopi yang bisa menyembuhkan Covid-19. Saya ingin ada yang memfasilitasi itu. Untuk membuktikannya, saya berani menelan ludah pasien Covid-19. Bahkan, saya berani dipenjara jika hoax," ujar Nyoman Subamio saat dihubungi NusaBali per telepon, Kamis (4/6) lalu.
Menurut Subamio, untuk membuktikan ramuan Mio Kopi-nya berkhasiat, cukup memberikannya kepada 3 pasien Covid-19. Kemudian, beri waktu selama 7 hari untuk menyembuhkan mereka dengan ramuan Mio Kopi. Dia yakin bisa menyembuhkan pasien Covid-19, lantaran reep ramuan Mio Kopi diperolehnya langsung dari kitab suci.
"Setiap hari saya rajin meditasi dan hafal doa-doa. Saya pemuja Dewa Krisna, Dewa Rama, dan Dewi Saraswati. Ketika Hari Raya Nyepi, Maret 2020 lalu, alam bawah sadar saya mengatakan kopi bisa menyembuhkan pasien Covid-19. Jadi, saya mendapatkan ilham dan itu juga ada di kitab suci," jelas putra Bali perantauan kelahiran Kota Metro, Lampung, 16 September 1966 ini.
Sayangnya, ketika ditanya apakah ramuan kopinya ada campuran bahan lain dan di bagian kitab suci mana yang menjelaskan tentang itu, Subamio enggan mengatakannya. "Mengenai hal tersebut, nanti-lah jika sudah terbukti, akan saya jelaskan. Nanti saya akan bicara lagi di channel YouTube saya," tandasnya.
Nyoman Subamio sendiri kesehariannya adalah seorang petani yang punya kemampuan melakukan pengobatan alternatif. Sejak 2 tahun lalu, petani jebolan SMA PGRI Seputih Raman, Lampung Selatan ini membuka praktik pengobatan alternatif yang diberi tajuk Mio Terapi.
Selama buka praktek Mio Terapi, Nyoman Subamio sudah mengobati pasien dengan beraneka ragam penyakit, seperti kencing manis, stroke, dan deman tinggi, menggunakan bubuk daun kelor. Nyoman Subamio menyarankan kepada pasiennya agar menanam kelor di kediamannya, agar tidak perlu datang lagi ke tempat prakteknya.
Selain daun kelor, dia juga memanfaatkan bawang merah dan bawang putih yang dihaluskan dan dicampur jamu untuk menyembuhkan pasien. Biasanya, pasien yang datang berobat ke tempat praktik Mio Terapi hanya dikenakan tarif sebesar Rp 50.000 per orang.
Nyoman Subamio menyatakan, keahlian mengobati ini diperoleh secara otodidak melalui meditasi-meditasi yang dilakukan. "Terakhir saya melakukan ketakson atau meditasi, dari sana saya mendapatkan ilham," tutur ayah empat anak dari pernikahannya dengan Ni Ketut Wiryaningsih ini.
Berhubung saat ini tengah berkecamuk pandemi Covid-19, praktek pengobatan Mio Terapi buat sementara tidak beroperasi. Kegiatan Subamio adalah membuat YouTube dan terkadang bertani.
Nyoman Subamio merupakan anak ketiga dari tujuh bersaudara pasangan I Wayan Sangra dan Ni Made Puriyani. Dia lahir dan dibesarkan di Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan, karena kedua orangtuanya merantau dari Bali sebagai transmigran.
Sang ayah, Wayan Sangra, saat masih bujangan merantau ke kawasan Seputih Raman, Lampung Tengah tahun 1955 silam. Berselang 2 tahun berselang, ayahnya pulang kampung ke Banjar Guling, Desa Yeh Buah, Kecamatan Mendoyo, Jembrana untuk menikahi gadis pujaan hatinya, Ni Made Puriyani.
"Setelah menikah, ayah mengajak ibu balik ke Lampung, tepatnya di kawasan Seputih Raman, Lampung Tengah. Pada tahun 1970, kami pindah ke Desa Bangunrejo, Kecamatan Ketapang, Lampung Selatan," kenang Subamio.
Menurut Subamia, sebagian besar dari 6 saudara kandungnya bekerja sebagai petani di Lampung. "Dari tujuh bersaudara, hanya satu yang menjadi guru PNS. Anak-anak saya juga menjadi petani. Saat ini tinggal anak bungsu saya yang masih sekolah Kelas II SMA," ungkap ayah dari Dambah Giri Rotari, Bandar Raya Awatara, Galang Cakra Murti, dan Brahma Punjabi ini. *k22
1
Komentar