Penjahit Rumahan di Buleleng Ini Beralih Jahit Baju Hazmat
Mengejar rezeki di tengah pandemi Covid-19 tetap harus dilakukan dengan belajar dan menggeluti bisnis baru.
SINGARAJA, NusaBali
Pandemi Covid-19 yang memasuki bulan keempat belum juga berakhir, memuat sejumlah masyarakat sedikit memutar otak untuk dapat bertahan hidup. Tak terkecuali Siti Nur Kholifah, 28, mencoba peruntungan dengan membaca peluang di tenagh pandemi ini. Ibu rumah tangga ini mengubah haluan dari penjahit baju dan celana menjadi penjahit baju alat pelindung diri (APD) atau baju hazmat.
Ibu satu anak ini mulai membaca peluang penghasilan di tengah pandemi saat order pembuatan baju dan celana yang dilayani di rumahnya mulai sepi. Hingga akhir Mei lalu Siti memutuskan untuk belajar membuat baju hazmat. Lulusan sarjana tata busana yang akrab disapa Olif ini mengaku belajar membuat pola dan teknik membuat baju hazmat dari tutorial di media sosial. “Awal membuat ini karena ada kerabat suami yang bekerja di RSUD Buleleng memesan akhirnya saya pelajari cara membuat. Apa bahan yang digunakan, awalnya memang sulit dan dapat pola yang pas setelah menyusunnya beberapa kali,” ungkap Olif yang ditemui di tempat tinggalnya di Jalan Jalak Putih, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Minggu (7/6).
Dia mengaku tergerak karena ingin berpartisipasi dalam penanganan Covid-19. Satu baju hazmat dijualnya dengan harga Rp 150-200 ribu sesuai dengan ukuran dan juga jenisnya. Harga yang cukup terjangkau dan lebih murah jika dibandingkan dengan harga baju hazmat pabrikan.
Olif membuat dua versi baju hazmat yang bisa dicuci dan yang tak bisa dicuci (sekali pakai) seperti baju hazmat yang biasa digunakan oleh tenaga medis. Sejauh ini hampir seminggu menjalankan usaha barunya, baku utama yang digunakan untuk membuat baju hazmat yakni spunbond masih tersedia di beberapa toko bahan penjahit di Buleleng. Dalam sehari Olif pun mempu menyelesaikan dua setel baju hazmat. “Saya kerjakan sesuai pesanan saja sih, kalau ada yang pesan baru buat, kemarin awal ada pesanan tiga, kemarin ada lagi pesanan 30 pcs, dipesan pribadi biasanya oleh tim medis di Buleleng,” kata dia.
Sementara itu setelah berhasil menemukan pola baju hazmat dengan melihat tutorial di media sosial, Olif menjelaskan polanya hampir sama dengan pola jas hujan tipe baju. Hanya saja berbeda di pola APD bagian badan dan kaki tergabung menjadi satu, sedangkan pola jas hujan bagian kaki dan tangannya terpisah.
Selain membuat baju hazmat, Olif juga memproduksi masker kain dengan jumlah produksi sudah mencapai 5.000 pcs selama pandemi Covid-19, penutup kepala dan baju terusan yang biasa digunakan tim medis untuk memeriksa pasien di poliklinik.
Partisipasinya dalam penanganan Covid-19 dengan membuat baju hazmat untuk petugas medis, disebutnya memberikan dua keuntungan. Pertama dapat berkontribusi melawan Covid-19 dengan penyediaan APD. Lalu keuntungan kedua dapat menambah penghasilan keluarga di tengah pandemi yang sangat berpengaruh pada sektor ekonomi. “Asal kita mau berusaha pasti ada jalan, mudah-mudahan bisa menjadi motivasi bagi teman-teman sesama penjahit rumahan,” kata dia.*k23
Ibu satu anak ini mulai membaca peluang penghasilan di tengah pandemi saat order pembuatan baju dan celana yang dilayani di rumahnya mulai sepi. Hingga akhir Mei lalu Siti memutuskan untuk belajar membuat baju hazmat. Lulusan sarjana tata busana yang akrab disapa Olif ini mengaku belajar membuat pola dan teknik membuat baju hazmat dari tutorial di media sosial. “Awal membuat ini karena ada kerabat suami yang bekerja di RSUD Buleleng memesan akhirnya saya pelajari cara membuat. Apa bahan yang digunakan, awalnya memang sulit dan dapat pola yang pas setelah menyusunnya beberapa kali,” ungkap Olif yang ditemui di tempat tinggalnya di Jalan Jalak Putih, Kelurahan Banyuasri, Kecamatan/Kabupaten Buleleng, Minggu (7/6).
Dia mengaku tergerak karena ingin berpartisipasi dalam penanganan Covid-19. Satu baju hazmat dijualnya dengan harga Rp 150-200 ribu sesuai dengan ukuran dan juga jenisnya. Harga yang cukup terjangkau dan lebih murah jika dibandingkan dengan harga baju hazmat pabrikan.
Olif membuat dua versi baju hazmat yang bisa dicuci dan yang tak bisa dicuci (sekali pakai) seperti baju hazmat yang biasa digunakan oleh tenaga medis. Sejauh ini hampir seminggu menjalankan usaha barunya, baku utama yang digunakan untuk membuat baju hazmat yakni spunbond masih tersedia di beberapa toko bahan penjahit di Buleleng. Dalam sehari Olif pun mempu menyelesaikan dua setel baju hazmat. “Saya kerjakan sesuai pesanan saja sih, kalau ada yang pesan baru buat, kemarin awal ada pesanan tiga, kemarin ada lagi pesanan 30 pcs, dipesan pribadi biasanya oleh tim medis di Buleleng,” kata dia.
Sementara itu setelah berhasil menemukan pola baju hazmat dengan melihat tutorial di media sosial, Olif menjelaskan polanya hampir sama dengan pola jas hujan tipe baju. Hanya saja berbeda di pola APD bagian badan dan kaki tergabung menjadi satu, sedangkan pola jas hujan bagian kaki dan tangannya terpisah.
Selain membuat baju hazmat, Olif juga memproduksi masker kain dengan jumlah produksi sudah mencapai 5.000 pcs selama pandemi Covid-19, penutup kepala dan baju terusan yang biasa digunakan tim medis untuk memeriksa pasien di poliklinik.
Partisipasinya dalam penanganan Covid-19 dengan membuat baju hazmat untuk petugas medis, disebutnya memberikan dua keuntungan. Pertama dapat berkontribusi melawan Covid-19 dengan penyediaan APD. Lalu keuntungan kedua dapat menambah penghasilan keluarga di tengah pandemi yang sangat berpengaruh pada sektor ekonomi. “Asal kita mau berusaha pasti ada jalan, mudah-mudahan bisa menjadi motivasi bagi teman-teman sesama penjahit rumahan,” kata dia.*k23
Komentar