Pemangkasan Dana BKK Desa Adat Memberatkan
Naungi 14 Banjar, Desa Adat Buleleng Keteteran Tangani Covid-19
Dana BKK sudah terlanjur dipakai untuk kegiatan Adat, dan menjadi semakin memusingkan bagi desa adat yang memiliki cakupan jumlah banjar banyak
SINGARAJA, NusaBali
Desa Adat seluruh Bali melalui Satgas Gotong Royongnya diikutsertakan dalam penanganan Covid-19. Namun keterlibatan ini malah dibarengi dengan pemangkasan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Provinsi Bali yang per tahunnya diplot Rp 300 juta. Dana bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali ini harus dipangkas setengahnya untuk penanganan Covid-19. Tak terkecuali Desa Adat Buleleng yang merupakan desa adat tergemuk di Buleleng.
Desa Adat Buleleng tak dapat memungkiri kewalahan dalam penyediaan anggaran penanganan Covid-19 tahap II karena sisa saldo yang dimiliki hanya Rp 15 juta. Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, dihubungi Jumat (12/6), merinci BKK Rp 300 juta dari Pemprov Bali sebelum Covid-19 sebagian besar sudah berjalan. Anggaran parahyangan seperti piodalan Kahyangan Tiga misalnya, tidak memungkinkan dilakukan rasionalisasi. Mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng menyebutkan pada realokasi pada tahap I bulan Maret, Pemprov Bali menginstruksikan dilakukan pemangkasan Rp 50 juta. Ternyata pada bulan Mei, diwajibkan dilakukan pemangkasan tahap II dengan besaran maksimal Rp 100 juta. “Kami piodalan Kahyangan Tiga itu sudah berjalan di bulan Februari, sehingga kami hanya dapat sisihkan yang tahap 1 Rp 50 juta dan sisa Rp 15 juta saja,” ungkap Sutrisna.
Desa Adat Buleleng keteteran karena menaungi 7 ribu KK. Jika sisa dana Rp 15 juta dialokasikan untuk penanggulangan Covid-19 tahap II dengan pemberian sembako, juga menimbulkan dilema. “Kami juga masih bingung karena juknisnya sangat ketat tidak boleh dilanggar. Padahal kalau Rp 15 juta ini dicairkan, siapa yang dikasih. Ketentuannya kalau dihitung 1 KK dengan anggota 4 orang Rp 500 ribu per bulan, maka itu hanya cukup untuk 10 KK,” jelas dia.
Dengan kondisi itu Bendesa Sutrisna mengaku sudah mengirim surat ke Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali untuk menyampaikan kendala yang dihadapinya. Dalam surat tersebut Desa Adat Buleleng pun mengajukan ke depannya pemberian BKK untuk desa adat disesuaikan dengan luas wilayah dan jumlah banjar adat yang dipayungi. “Harapan kami jangan disamakan dengan desa adat yang hanya terdiri dari satu banjar adat dan jumlah KK sedikit,” harap dia.
Sementara itu keterbatasan anggaran akhirnya diakali dengan membuka dompet peduli. Satgas Gotong Royong Desa Adat Buleleng sejauh ini sudah membagikan dua kali sembako dari hasil pengumpulan donasi baik dari sumbangan LPD, krama yang lebih mapan dan krama yang tinggal di luar Bali. Tahap I telah disebar 200 paket sembako dan tahap II sebanyak 253 paket sembako menyasar krama kurang mampu yang terdampak Covid-19.
Sebelumnya masalah pemangkasan dana BKK ini sudah dikeluhi para bendesa adat ataupun prajuru adat seluruh Bali. Dalam survei yang dirilis DPD Partai Hanura Bali pada Rabu (10/6), mayoritas keberatan jika dana BKK dipangkas. Kecuali Denpasar dan Badung yang persentase setuju dengan pemangkasan dana BKK lebih dominan, di kabupaten lain didominasi ketidaksetujuan. Secara keseluruhan responden menyatakan sangat setuju tercatat 11%, setuju 28%, tidak setuju 54%, dan sangat tidak setuju 7%. Bahkan didorong agar Satgas Gotong Royong Desa mendapat tambahan anggaran dari Pemprov Bali. *k23
Desa Adat Buleleng tak dapat memungkiri kewalahan dalam penyediaan anggaran penanganan Covid-19 tahap II karena sisa saldo yang dimiliki hanya Rp 15 juta. Bendesa Adat Buleleng, Nyoman Sutrisna, dihubungi Jumat (12/6), merinci BKK Rp 300 juta dari Pemprov Bali sebelum Covid-19 sebagian besar sudah berjalan. Anggaran parahyangan seperti piodalan Kahyangan Tiga misalnya, tidak memungkinkan dilakukan rasionalisasi. Mantan Kepala Dinas Pariwisata Buleleng menyebutkan pada realokasi pada tahap I bulan Maret, Pemprov Bali menginstruksikan dilakukan pemangkasan Rp 50 juta. Ternyata pada bulan Mei, diwajibkan dilakukan pemangkasan tahap II dengan besaran maksimal Rp 100 juta. “Kami piodalan Kahyangan Tiga itu sudah berjalan di bulan Februari, sehingga kami hanya dapat sisihkan yang tahap 1 Rp 50 juta dan sisa Rp 15 juta saja,” ungkap Sutrisna.
Desa Adat Buleleng keteteran karena menaungi 7 ribu KK. Jika sisa dana Rp 15 juta dialokasikan untuk penanggulangan Covid-19 tahap II dengan pemberian sembako, juga menimbulkan dilema. “Kami juga masih bingung karena juknisnya sangat ketat tidak boleh dilanggar. Padahal kalau Rp 15 juta ini dicairkan, siapa yang dikasih. Ketentuannya kalau dihitung 1 KK dengan anggota 4 orang Rp 500 ribu per bulan, maka itu hanya cukup untuk 10 KK,” jelas dia.
Dengan kondisi itu Bendesa Sutrisna mengaku sudah mengirim surat ke Dinas Pemajuan Masyarakat Adat (DPMA) Provinsi Bali untuk menyampaikan kendala yang dihadapinya. Dalam surat tersebut Desa Adat Buleleng pun mengajukan ke depannya pemberian BKK untuk desa adat disesuaikan dengan luas wilayah dan jumlah banjar adat yang dipayungi. “Harapan kami jangan disamakan dengan desa adat yang hanya terdiri dari satu banjar adat dan jumlah KK sedikit,” harap dia.
Sementara itu keterbatasan anggaran akhirnya diakali dengan membuka dompet peduli. Satgas Gotong Royong Desa Adat Buleleng sejauh ini sudah membagikan dua kali sembako dari hasil pengumpulan donasi baik dari sumbangan LPD, krama yang lebih mapan dan krama yang tinggal di luar Bali. Tahap I telah disebar 200 paket sembako dan tahap II sebanyak 253 paket sembako menyasar krama kurang mampu yang terdampak Covid-19.
Sebelumnya masalah pemangkasan dana BKK ini sudah dikeluhi para bendesa adat ataupun prajuru adat seluruh Bali. Dalam survei yang dirilis DPD Partai Hanura Bali pada Rabu (10/6), mayoritas keberatan jika dana BKK dipangkas. Kecuali Denpasar dan Badung yang persentase setuju dengan pemangkasan dana BKK lebih dominan, di kabupaten lain didominasi ketidaksetujuan. Secara keseluruhan responden menyatakan sangat setuju tercatat 11%, setuju 28%, tidak setuju 54%, dan sangat tidak setuju 7%. Bahkan didorong agar Satgas Gotong Royong Desa mendapat tambahan anggaran dari Pemprov Bali. *k23
1
Komentar