Supadma Rudana Ingin Sistem Demokrasi Berkesinambungan
Pro Kontra Sistem Proporsional Tertutup Pemilu
DENPASAR, NusaBali
Wacana sistem proporsional tertutup dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu yang bergulir DPR RI menjadi pro kontra di kalangan politisi di Senayan.
Wasekjen DPP Demokrat yang juga Wakil Ketua Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana, Selasa (16/6) mengatakan NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) perlu punya sistem pemilu yang berkesinambungan untuk pembangunan demokrasi yang berkualitas. Bukan hanya habis energi mengubah sistem setiap periode.
Supadma Rudana mengatakan Rancangan Undang-Undang Pemilu yang kini sedang bergulir menjadi sebuah perdebatan hangat antara mengarah sistem proporsional terbuka atau sistem proporsional tertutup. Sementara Partai Demokrat sendiri adalah parpol yang melahirkan sistem proporsional terbuka, di mana rakyat selain dapat memilih partai juga langsung dapat memilih caleg (calon legislatif).
Siapa caleg peraih suara terbanyak dialah mewakili partai di parlemen. Sementara dalam sistem proporsional tertutup rakyat atau pemilih cukup mencoblos partai saja. Sehingga partai politik punya kewenangan menempatkan calegnya di parlemen. Pola ini persis seperti era orde baru di mana partai sangat berperan menempatkan wakil rakyat di legislatif. "Saya secara personel tentu memilih sistem proporsional terbuka, karena sangat aspiratif untuk rakyat menentukan calon wakil rakyatnya. Namun dalam proses pembahasan RUU pemilu di parlemen kami sebagai kader Demokrat tunduk dengan keputusan induk partai," ujar politisi asal Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar ini.
Menurut Supadma Rudana dalam sistem proporsional tertutup dan sistem proporsional terbuka ada kelemahan dan kelebihan. "Saya sendiri lahir sebagai politisi di sistem proporsional terbuka dan sudah bertarung sejak Pileg 2009. Sebagai politisi tentu saya harus siap dalam segala situasi. Namanya juga politisi ya harus siap bertarung dengan sistem apapun juga," ujar Supadma Rudana.
Ke depan harus dipikirkan bagaimana menciptakan sistem pemilu yang tidak berubah-ubah setiap 5 tahun. "Bagaimana kita bisa memiliki Undang-Undang Pemilu yang berlaku untuk 10 sampai 20 tahun ke depan. Kalau sistem proporsional terbuka ya komitmen 10 sampai 20 tahun. Atau sebaliknya dengan sistem proporsional tertutup juga harus berkesinambungan. Nggak setiap 5 tahun berubah. Kita sudah melaksanakan proporsional terbuka sejak Tahun 2004 sampai sekarang," ujar mantan anggota Komisi III DPR RI bidang Hukum dan HAM ini. *nat
Komentar