Tantangan Generasi Baby Boom di dalam Tatanan Kehidupan Bali Era Baru
Sejak ditetapkan oleh lembaga kesehatan dunia World Health Organization (WHO) sebagai pandemi global, wabah virus korona terus berdampak bagi tatanan kehidupan manusia di semua lini tanpa terkecuali.
Penulis : I Gede Heprin Prayasta
Statistisi di Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli
Mahasiswa Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Udayana
Berbagai formulasi kebijakan diterapkan dengan tujuan utama menyelamatkan jiwa penduduk. Berdasarkan konferensi pers Tim Nasional Percepatan Penanganan COVID-19 per tanggal 15 Juni 2020 di Indonesia tercatat jumlah kasus virus korona mencapai 39.294 orang dan total korban meninggal total mencapai 2.198 orang. Sementara itu dikutip dari kompas.com dilaporkan bahwa di hari yang sama di Provinsi Bali tercatat sebanyak 760 orang terpapar positif korona dengan total pasien meninggal mencapai 6 orang. Perubahan situasi kependudukan yang berlangsung dalam kurun waktu yang sangat cepat ini tentu merubah pola hidup manusia baik secara global maupun lokal Provinsi Bali.
Hasil penelitian dari Centre for Stategic and International Studies (CSIS) Indonesia pada periode 1 Maret hingga 1 April 2020 menemukan bahwa kelompok yang paling rentan terpapar virus korona adalah penduduk kelompok umur 50-59 tahun dengan proporsi mencapai 20,9 persen dari total pasien kasus korona. Hasil yang sebanding juga ditemukan di Tiongkok dimana proporsi penduduk kelompok umur yang sama mendominasi dengan proporsi sebesar 22,4 persen dari total penderita COVID-19. Proporsi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi kelompok penduduk menjelang lansia yang jumlahnya cukup besar di Indonesia termasuk di Provinsi Bali. Menurut data hasil proyeksi Sensus Penduduk 2010 pada tahun 2020 diperkirakan jumlah penduduk Bali pada kelompok umur 50-59 tahun sebanyak 542,80 ribu jiwa (12,49 persen dari total penduduk) dengan komposisi 271,20 ribu jiwa penduduk laki-laki dan 271,60 ribu jiwa penduduk perempuan.
Generasi penduduk umur 50-59 tahun menurut pakar demografi dikelompokkan sebagai kelompok generasi baby boom yang terlahir pada periode tahun 1946-1965. Secara literasi, baby boom didefinisikan sebagai ledakan jumlah kelahiran bayi sebagai akibat belum terkontrolnya tingkat kehamilan oleh karena belum populernya penundaan kehamilan sebelum perang dunia ke 2. Kelompok penduduk ini masih merupakan kelompok penduduk usia produktif yang masih memiliki peran dan kontribusi aktif dalam aktivitas perekonomian sebagai faktor produksi sumber daya manusia. Berdasarkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus 2019 tercatat bahwa dari seluruh penduduk usia produktif di Bali diperkirakan sebesar 17,97 persen penduduk usia 50-59 tahun yang bekerja.
Tatanan kehidupan baru perlahan mengubah pola produksi, konsumsi, dan distribusi. Kesepakatan sosial baru pun tidak dapat dihindari termasuk modifikasi atas budaya yang ada termasuk interaksi yang sebelumnya lazim dilakukan. Meskipun demikian, masa kehidupan baru tidak seharusnya dimaknai sebagai periode terbebas dari pandemi tetapi lebih sebagai periode untuk menjalankan aktivitas normal dengan berpedoman pada pola perilaku hidup sehat sesuai protokol kesehatan yang dianjurkan. Sudah saatnya perubahan ini dijadikan sebagai momentum transisi perubahan pola hidup yang berbeda meskipun bukan sesuatu yang baru. Sebagai generasi penduduk menjelang lansia perubahan tersebut merupakan tantangan. Sebagai kelompok rentan mereka seyogyanya diprioritaskan mendapatkan perhatian di bidang kesehatan, sosial, ekonomi, dan keamanan termasuk dukungan moril.
Transisi gaya hidup yang cenderung berbeda sebelum meluasnya wabah korona mengakibatkan pilihan kepada pembatasan aktivitas fisik. Pertemuan virtual dan penjarakan menjadi trend strategi kebijakan yang dipilih guna menekan jumlah kasus COVID-19. Pola ini menuntut kemampuan teknologi informasi yang mumpuni. Kemampuan ini menjadi tantangan sendiri bagi mereka yang gagap teknologi terutama kelompok generasi penduduk tua. Banyak dari mereka yang terdengar mulai mengeluhkan sulitnya mengerjakan pekerjaan rumah anak mereka yang bersekolah lewat pertemuan daring, kesulitan mengakses platform pertemuan kantor virtual, dan berbagai kendala yang terkait dengan bidan teknologi informasi.Dikutip dari Cyberthreat.id disebutkan bahwa hasil survey 11.000 responden di 13 negara 35 persen penduduk usia 55 tahun keatas mengalami kesulitan menghadapi tantangan teknologi jika tidak dibantu oleh anak-anak mereka. Kemudian 52 persen dari mereka juga mengaku tidak memiliki pengetahuan tentang teknologi.
Selain menjadi obyek tatanan kehidupan baru, generasi baby boom juga turut menjadi subjek dan agen pelaksana yang potensial. Salah satu peranan penting yang patut dipertimbangkan dari generasi baby boom saat ini adalah banyak diantara mereka yang sudah menjadi role model dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Kombinasi peran tersebut dengan kekuatan sistem kearifan lokal bermasyarakat di Bali yaitu desa adat tentu akan menghasilkan sebuah kontribusi yang ciamik dalam transisi kehidupan era berbeda. Kekuatan mengikat dari desa adat dengan sanksi sosial yang tegas telah berhasil mengendalikan peningkatan jumlah kasus COVID-19 dengan pembentukan satuan gugus penanggulangan melalui pemberdayaan masyarakat desa adat. Peran strategis ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi penduduk kelompok umur 50-59 tahun.
Pada akhirnya semua tantangan yang dimiliki oleh kelompok generasi baby boom adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan mengidentifikasi secara jelas tantangan yang mereka hadapi maka akan memudahkan pemetaan kebijakan yang sesuai dengan porsi dan kebutuhan dalam berkehidupan di era new normal untuk segmen tersebut. Semuanya baik, karena mereka adalah kita. Mari kita sambut kehidupan yang lebih baik bersama.
*. Tulisan dalam kategori OPINI adalah tulisan warga Net. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.
Komentar