Bupati Mahayastra Tak Mau Intervensi
Kejari Gianyar Dalami Kasus Hibah Ilegal
GIANYAR, NusaBali
Kasus bantuan hibah Rp 260an juta dari Pemkab Gianyar untuk 13 kelompok yang diduga ilegal, telah menjadi atensi Bupati Gianyar Made ‘Agus’ Mahayastra.
Bupati pun tak mau mengintervensi langkah-langkah yang diambil Kejaksaan Negeri (Kejari) Gianhyar.
Saat dihubungi, Rabu (24/6), Bupati Mahayastra mengakui
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gianyar Agung Mardiwibowo SH, sebelumnya telah memberitahukan kepada dirinya bahwa tim Kejari akan mendalami kasus hibah fiktif tersebut. ‘’Ini kan dana hibah temuan BKP RI, maka wajib hukumnnya untuk dikembalikan. Saya tentu tak bisa menghindari penyelidikan ini,’’ ujar Bupati Mahayastra saat dihubungi, Rabu (24/6).
Kata Mahayastra, antara Kejari Gianyar dan Pemkab Gianyar sudah membuat MoU (memorandum of understanding/nota kesepahaman) dalam hal pembinaan hukum kepada Pemkab. Namun tak berarti MoU itu dapat meniadakan penyelidikan jika terjadi masalah hukum.
Bupati mengakui, kasus hibah ilegal ini berproses tahun 2016 saat kepemimpinan Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata. Saat itu, Bupati Mahayastra menjabat Wakil Bupati Gianyar. ‘’Dulu (tahun 2016, Red) masalah ini sudah sempat dibahas oleh Pak Bupati Agung Bharata. Ternyata tak ada penyelesaian oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, sampai sekarang. Makanya siapa pun tak bisa menghindar,’ jelas bupati yang juga Ketua DPC PDIP Gianyar ini.
Mahayastra meluruskan bahwa tak ada istilah ‘Kajari minta izin ke bupati’ untuk menyelidiki kasus. Kajari, jelas dia, hanya memberitahukan akan menyelidiki temuan BPK RI dimaksud. ‘’Saya pun bilang (kepada Kajari Gianyar, Red), silakan. Namun, siapa yang harus bertanggungjawab terhadap masalah ini, bertanggungjawablah. Siapa pun pejabat terkait di dalamnya, harus siap dan tak boleh lepas dari tanggungjawab,’’ tegasnya.
Bupati Mahayastra mengetahui permohonan hingga pencairan dana hibah untuk 13 kelompok perajin yang dianggap sekaa atau kelompok itu, difasilitasi anggota DPRD Gianyar dari Fraksi PDIP. Jelasnya, selama ini belum ada anggota Fraksi PDIP DPRD setempat, yang memfasilitasi hibah ini, melaporkan ke dirinya selaku Ketua DPC PDIP. Mereka (anggota Fraksi PDIP fasilitator hibah, Red) juga belum dipanggil untuk menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk penyelesaian masalah itu. ‘’Kami harapkan temuan dana hibah ini harus dikembalikan. Siapa sih (anggota DPRD yang nyalon saat itu,Red) nggak perlu memperjuangkan konstituen,’’ ujarnya.
Sebelumnya, Kejari Gianyar mendalami kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara berupa bantuan hibah total Rp 260an juta dari Pemkab Gianyar melalui Disperindag Gianyar, tahun 2016, kepada 13 kelompok UKM/IKM. Hibah ini jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI, karena para penerima hibah itu ternyata bukan lembaga sosial, sebagaimana penerima hibah/bansos dari pemerintah umumnya. Mereka adalah para perajin seni ukir, kayu, perak, hingga batu sikat. Mereka terima hibah mulai Rp 10 juta hingga Rp 50 juta.
Atas catatan BPK RI, dari 13 kelompok UKM/IKM itu, baru empat UKM/IKM mengembalikan hibah tersebut, antara Desember 2016 sampai Desember 2017. *lsa
Saat dihubungi, Rabu (24/6), Bupati Mahayastra mengakui
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Gianyar Agung Mardiwibowo SH, sebelumnya telah memberitahukan kepada dirinya bahwa tim Kejari akan mendalami kasus hibah fiktif tersebut. ‘’Ini kan dana hibah temuan BKP RI, maka wajib hukumnnya untuk dikembalikan. Saya tentu tak bisa menghindari penyelidikan ini,’’ ujar Bupati Mahayastra saat dihubungi, Rabu (24/6).
Kata Mahayastra, antara Kejari Gianyar dan Pemkab Gianyar sudah membuat MoU (memorandum of understanding/nota kesepahaman) dalam hal pembinaan hukum kepada Pemkab. Namun tak berarti MoU itu dapat meniadakan penyelidikan jika terjadi masalah hukum.
Bupati mengakui, kasus hibah ilegal ini berproses tahun 2016 saat kepemimpinan Bupati Gianyar AA Gde Agung Bharata. Saat itu, Bupati Mahayastra menjabat Wakil Bupati Gianyar. ‘’Dulu (tahun 2016, Red) masalah ini sudah sempat dibahas oleh Pak Bupati Agung Bharata. Ternyata tak ada penyelesaian oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Gianyar, sampai sekarang. Makanya siapa pun tak bisa menghindar,’ jelas bupati yang juga Ketua DPC PDIP Gianyar ini.
Mahayastra meluruskan bahwa tak ada istilah ‘Kajari minta izin ke bupati’ untuk menyelidiki kasus. Kajari, jelas dia, hanya memberitahukan akan menyelidiki temuan BPK RI dimaksud. ‘’Saya pun bilang (kepada Kajari Gianyar, Red), silakan. Namun, siapa yang harus bertanggungjawab terhadap masalah ini, bertanggungjawablah. Siapa pun pejabat terkait di dalamnya, harus siap dan tak boleh lepas dari tanggungjawab,’’ tegasnya.
Bupati Mahayastra mengetahui permohonan hingga pencairan dana hibah untuk 13 kelompok perajin yang dianggap sekaa atau kelompok itu, difasilitasi anggota DPRD Gianyar dari Fraksi PDIP. Jelasnya, selama ini belum ada anggota Fraksi PDIP DPRD setempat, yang memfasilitasi hibah ini, melaporkan ke dirinya selaku Ketua DPC PDIP. Mereka (anggota Fraksi PDIP fasilitator hibah, Red) juga belum dipanggil untuk menjelaskan langkah-langkah yang diambil untuk penyelesaian masalah itu. ‘’Kami harapkan temuan dana hibah ini harus dikembalikan. Siapa sih (anggota DPRD yang nyalon saat itu,Red) nggak perlu memperjuangkan konstituen,’’ ujarnya.
Sebelumnya, Kejari Gianyar mendalami kasus dugaan penyalahgunaan keuangan negara berupa bantuan hibah total Rp 260an juta dari Pemkab Gianyar melalui Disperindag Gianyar, tahun 2016, kepada 13 kelompok UKM/IKM. Hibah ini jadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI, karena para penerima hibah itu ternyata bukan lembaga sosial, sebagaimana penerima hibah/bansos dari pemerintah umumnya. Mereka adalah para perajin seni ukir, kayu, perak, hingga batu sikat. Mereka terima hibah mulai Rp 10 juta hingga Rp 50 juta.
Atas catatan BPK RI, dari 13 kelompok UKM/IKM itu, baru empat UKM/IKM mengembalikan hibah tersebut, antara Desember 2016 sampai Desember 2017. *lsa
1
Komentar