Subak Bhuana Merta Membubarkan Diri
Terakhir anggota subak hanya 6 orang. Selain kesulitan air, mereka juga terkendala saat gotong royong.
NEGARA, NusaBali
Subak Bhuana Merta di Banjar Moding, Desa Candikusuma, Kecamatan Melaya, Jembrana, membubarkan diri. Padahal Subak Bhuana Merta merupakan satu-satunya subak sawah di Desa Candikusuma. Selain tidak ada penerus, krama subak tergiur mengalihfungsikan lahan mereka menjadi kebun.
Kelian Subak Bhuana Merta, Gusti Ngurah Sukrawan mengaku kesulitan mempertahakan eksistensi subaknya. Awalnya, ada 10 hektare lahan sawah yang dikelola puluhan petani. Namun, perlahan para krama memilih meninggalkan pekerjaan sawah karena tergiur menanam jabon, sengon hingga kakao. “Awal tahun 2008, ada peremajaan kakao dan banyak yang ikut. Pada tahun 2012, banyak yang memilih menanam sengon dan jabon, dan akhirnya sekarang semua memilih berkebun,” ungkap Sukrawan, Rabu (22/9).
Alih profesi menjadi petani kebun berimbas terhadap organisasi subak yang terakhir garap lahan sawah seluas 2,5 hektare dikelola oleh 6 petani. Sampai akhirnya semua memilih berkebun dan sepakat berhenti kelola sawah. Sukrawan juga mengakui telah mengalihfungsikan lahan sawahnya seluas 25 are untuk diolah menjadi kebun kakao. “Jumlah anggota subak sedikit, kami kesulitan ketika ngayah (gotong-royong). Apalagi sumber air jauh, sekitar 2 kilometer,” tambahnya.
Sukrawan mengatakan, usulam membubarkan subak tercetus sejak tahun 2014. Namun saat itu, petugas PPL dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan (PPP) Jembrana menyarankan tetap bertahan. Namun situasi semakin memburuk sehingga diputuskan mengundurkan diri kepada Subak Gede Sangyang dan subak lainnya di Kecamatan Melaya. Sukrawan menyatakan, berhenti sebagai subak konsekuensi tak dapat bantuan pemerintah.
Bantuan sepeda motor dari Pemkab Jembrana untuk pekaseh harus dikembalikan. Termasuk dana opersional subak yang mengalir dari Pemprov Bali segera dikoordinasikan untuj dihentikan. “Kalau bantuan lain, seperti traktor memang kami tidak mau menerima. Nanti kami juga akan sampaikan ke kabupaten,” tambahnya. * ode
Kelian Subak Bhuana Merta, Gusti Ngurah Sukrawan mengaku kesulitan mempertahakan eksistensi subaknya. Awalnya, ada 10 hektare lahan sawah yang dikelola puluhan petani. Namun, perlahan para krama memilih meninggalkan pekerjaan sawah karena tergiur menanam jabon, sengon hingga kakao. “Awal tahun 2008, ada peremajaan kakao dan banyak yang ikut. Pada tahun 2012, banyak yang memilih menanam sengon dan jabon, dan akhirnya sekarang semua memilih berkebun,” ungkap Sukrawan, Rabu (22/9).
Alih profesi menjadi petani kebun berimbas terhadap organisasi subak yang terakhir garap lahan sawah seluas 2,5 hektare dikelola oleh 6 petani. Sampai akhirnya semua memilih berkebun dan sepakat berhenti kelola sawah. Sukrawan juga mengakui telah mengalihfungsikan lahan sawahnya seluas 25 are untuk diolah menjadi kebun kakao. “Jumlah anggota subak sedikit, kami kesulitan ketika ngayah (gotong-royong). Apalagi sumber air jauh, sekitar 2 kilometer,” tambahnya.
Sukrawan mengatakan, usulam membubarkan subak tercetus sejak tahun 2014. Namun saat itu, petugas PPL dari Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan (PPP) Jembrana menyarankan tetap bertahan. Namun situasi semakin memburuk sehingga diputuskan mengundurkan diri kepada Subak Gede Sangyang dan subak lainnya di Kecamatan Melaya. Sukrawan menyatakan, berhenti sebagai subak konsekuensi tak dapat bantuan pemerintah.
Bantuan sepeda motor dari Pemkab Jembrana untuk pekaseh harus dikembalikan. Termasuk dana opersional subak yang mengalir dari Pemprov Bali segera dikoordinasikan untuj dihentikan. “Kalau bantuan lain, seperti traktor memang kami tidak mau menerima. Nanti kami juga akan sampaikan ke kabupaten,” tambahnya. * ode
Komentar