Dewan Sorot 36 Rumah Dinas 'Dikangkangi'
Sekda Provinsi Bali Sebut Rumah Disewa
Fraksi Gerindra juga sebut 88 rumah dinas belum didukung surat izin penghunian dan 69 rumah dengan penghunian yang belum didukung keputusan Gubernur
DENPASAR, NusaBali
Keberadaan aset Pemprov Bali dalam bentuk rumah dinas dipersoalkan DPRD Bali. Total ada 193 unit rumah dinas (rumah negara) yang tidak sesuai dengan peruntukan dan terindikasi melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 26 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghunian Bangunan Rumah Negara dan Asrama. Dari 193 rumah dinas tersebut, 36 unit di antaranya ditengarai sudah ‘dikangkangi’ pejabat tanpa mekanisme aturan yang berlaku.
Masalah 193 rumah dinas yang tidak sesuai peruntukannya ini diungkap Fraksi Gerindra DPRD Bali, saat menyampaikan pandangan umum dalam sidang paripurna dengan agenda ‘Pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana 2019 dan Ranperda Rencana Umum Energi daerah 2020-2020’, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/7) siang. Sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, kemarin dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati alias Cok Ace (mewakili Gubernur Wayan Koster) dan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra.
Adalah Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta, yang menyampaikan pandangan umum fraksinya yang soroti peruntukan 193 rumah dinas tersebut. Ketut Juliarta mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Pemprov Bali Tahun Anggaran 2019, diinformasikan ada ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan aset gedung dan bangunan.
"Terdapat kesan bodong terhadap penempatan rumah negara dengan Golongan II, yaitu 88 rumah dengan penghunian yang belum didukung surat izin penghunian. Selain itu, ada 69 rumah dengan penghunian yang belum didukung keputusan Gubernur," ujar Juliarta.
Bahkan, Juliarta membeber ada 36 unit rumah dinas yang ‘dikangkangi’ (ditempati) pejabat dengan kepangkatan (Eselon) IIIB. "Padahal, yang berwenang menempati adalah pejabat dengan golongan di atasnya, yakni Eselon II setingkat kepala dinas, kepala badan, dan kepala biro," tegas politisi Gerindra asal Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung ini.
Menurut Juliarta, terjadi ketidakpatuhan terhadap Pasal 8 PP Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara juncto Pasal 1 Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2018. "Kami minta penjelasan saudara Gubernur Bali," pinta Juliarta di hadapan peserta sidang paripurna DPRD Bali yang digelar secara virtual itu.
Seusai sidang paripurna kemarin, Juliarta mengungkapkan dalam era keterbukaan, eksekutor memang harus menunjukkan transparansi. "Kami Fraksi Gerindra DPRD Bali tetap kedepankan fakta dan data. Sebab, persoalan aset Pemprov Bali terus menjadi masalah yang tak kunjung selesai,” tandas Juliarta.
“Oke, Pemprov Bali tetap mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK atas audit LKPD Tahun Anggaran 2019. Itu kita apresiasi. Tapi, tetap harus ada tindak lanjut masalah rumah dinas ini," lanjut anggota termuda Fraksi Gerindra DPRD Bali 2019-2024 ini.
Sementara itu, Wagub Cok Ace mengatakan eksekutif akan menjawab sorotan Fraksi Gerindra DPRD Bali terkait masalah rumah dinas ini dalam sidang paripurna pekan depan, dengan agenda jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi-fraksi. "Ya, nanti kita akan jawab dalam rapat paripurna pekan depan," ujar Cok Ace seusai sidang paripurna kemarin siang.
Sebaliknya, Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, kemarin langsung meluruskan masalah rumah dinas kepada awak media. Menurut Dewa Indra, tidak ada pejabat yang menempati rumah dinas.
“Itu PNS atau pegawai yang menempati? Pejabat yang menempati rumah dinas hanya Gubernur dan Wakil Gubernur. Saya luruskan, tidak ada pejabat yang menempati, apalagi sampai muncul isu mengangkangi rumah dinas," tandas Dewa Indra.
Dewa Indra menegaskan, PNS yang menempati rumah dinas itu membayar sesuai dengan aturan yang berlaku. Hanya saja, ada kesalahan administrasi dalam pemberian izin. Disebutkan, izin penempatan rumah dinas oleh pegawai harusnya dikeluarkan oleh Badan Aset Daerah, tetapi malah kepala dinas yang mengeluarkannya. "Dan, PNS itu menempatinya tidak gratis. Mereka bayar kok. Itu sudah izin dari atasannya, cuma salah administrasi saja," ujar birokrat asal Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng yang juga mantan Karo Keuangan Setda Provinsi Bali ini. *nat
Keberadaan aset Pemprov Bali dalam bentuk rumah dinas dipersoalkan DPRD Bali. Total ada 193 unit rumah dinas (rumah negara) yang tidak sesuai dengan peruntukan dan terindikasi melanggar Peraturan Gubernur (Pergub) Bali Nomor 26 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penghunian Bangunan Rumah Negara dan Asrama. Dari 193 rumah dinas tersebut, 36 unit di antaranya ditengarai sudah ‘dikangkangi’ pejabat tanpa mekanisme aturan yang berlaku.
Masalah 193 rumah dinas yang tidak sesuai peruntukannya ini diungkap Fraksi Gerindra DPRD Bali, saat menyampaikan pandangan umum dalam sidang paripurna dengan agenda ‘Pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana 2019 dan Ranperda Rencana Umum Energi daerah 2020-2020’, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/7) siang. Sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali, Nyoman Adi Wiryatama, kemarin dihadiri Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Arta Ardhana Sukawati alias Cok Ace (mewakili Gubernur Wayan Koster) dan Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra.
Adalah Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, I Ketut Juliarta, yang menyampaikan pandangan umum fraksinya yang soroti peruntukan 193 rumah dinas tersebut. Ketut Juliarta mengungkapkan, berdasarkan hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Daerah (LKPD) Pemprov Bali Tahun Anggaran 2019, diinformasikan ada ketidakpatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan aset gedung dan bangunan.
"Terdapat kesan bodong terhadap penempatan rumah negara dengan Golongan II, yaitu 88 rumah dengan penghunian yang belum didukung surat izin penghunian. Selain itu, ada 69 rumah dengan penghunian yang belum didukung keputusan Gubernur," ujar Juliarta.
Bahkan, Juliarta membeber ada 36 unit rumah dinas yang ‘dikangkangi’ (ditempati) pejabat dengan kepangkatan (Eselon) IIIB. "Padahal, yang berwenang menempati adalah pejabat dengan golongan di atasnya, yakni Eselon II setingkat kepala dinas, kepala badan, dan kepala biro," tegas politisi Gerindra asal Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klungkung ini.
Menurut Juliarta, terjadi ketidakpatuhan terhadap Pasal 8 PP Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara juncto Pasal 1 Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2018. "Kami minta penjelasan saudara Gubernur Bali," pinta Juliarta di hadapan peserta sidang paripurna DPRD Bali yang digelar secara virtual itu.
Seusai sidang paripurna kemarin, Juliarta mengungkapkan dalam era keterbukaan, eksekutor memang harus menunjukkan transparansi. "Kami Fraksi Gerindra DPRD Bali tetap kedepankan fakta dan data. Sebab, persoalan aset Pemprov Bali terus menjadi masalah yang tak kunjung selesai,” tandas Juliarta.
“Oke, Pemprov Bali tetap mendapat opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian) dari BPK atas audit LKPD Tahun Anggaran 2019. Itu kita apresiasi. Tapi, tetap harus ada tindak lanjut masalah rumah dinas ini," lanjut anggota termuda Fraksi Gerindra DPRD Bali 2019-2024 ini.
Sementara itu, Wagub Cok Ace mengatakan eksekutif akan menjawab sorotan Fraksi Gerindra DPRD Bali terkait masalah rumah dinas ini dalam sidang paripurna pekan depan, dengan agenda jawaban eksekutif atas pandangan umum fraksi-fraksi. "Ya, nanti kita akan jawab dalam rapat paripurna pekan depan," ujar Cok Ace seusai sidang paripurna kemarin siang.
Sebaliknya, Sekda Provinsi Bali, Dewa Made Indra, kemarin langsung meluruskan masalah rumah dinas kepada awak media. Menurut Dewa Indra, tidak ada pejabat yang menempati rumah dinas.
“Itu PNS atau pegawai yang menempati? Pejabat yang menempati rumah dinas hanya Gubernur dan Wakil Gubernur. Saya luruskan, tidak ada pejabat yang menempati, apalagi sampai muncul isu mengangkangi rumah dinas," tandas Dewa Indra.
Dewa Indra menegaskan, PNS yang menempati rumah dinas itu membayar sesuai dengan aturan yang berlaku. Hanya saja, ada kesalahan administrasi dalam pemberian izin. Disebutkan, izin penempatan rumah dinas oleh pegawai harusnya dikeluarkan oleh Badan Aset Daerah, tetapi malah kepala dinas yang mengeluarkannya. "Dan, PNS itu menempatinya tidak gratis. Mereka bayar kok. Itu sudah izin dari atasannya, cuma salah administrasi saja," ujar birokrat asal Desa Pemaron, Kecamatan Buleleng yang juga mantan Karo Keuangan Setda Provinsi Bali ini. *nat
Komentar