Rumah Dinas Berbayar Dikejar Dewan ke Bapenda
Komisi II Minta Buatkan Pergub Baru
DENPASAR, NusaBali
Temuan 193 unit rumah dinas tidak sesuai peruntukan yang diungkap Fraksi Gerindra DPRD Bali, terus dikejar sampai ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Bali.
Alasannya, jika jika rumah dinas yang ditempati PNS Pemprov Bali memang berbayar, berarti itu pendapatan bagi daerah. Rencana kejar masalah rumah dinas ke Bapenda Provinsi Bali ini diungkapkan ang-gota Komisi I DPRD Bali (yang membidangi hukum, perundang-undangan, dan aset daerah) dari Fraksi Gerindra, I Ketut Juliartha, dalam keterangan persnya di Denpasar, Rabu (8/7). “Kami akan kejar ke Bapenda Provinsi Bali. Bukan apa, ini menyangkut transparansi pendapatan daerah," tandas Juliarta yang juga Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali.
Menurut Juliarta, ada 193 rumah dinas yang ditempati PNS tidak sesuai dengan pe-runtukannya. Dari jumlah itu, sebanyak 88 rumah dinas tanpa surat izin penghunian, sementara 69 unit lagi belum didukung dengan Keputusan Gubernur. Selain itu, 36 rumah dinas lainnya ’dikangkangi’ PNS dengan golongan atau Eselon IIIA.
“Padahal, yang harusnya menempati rumah dinas itu PNS dengan golongan IIIB ke atas atau pejabat Eselon II (setingkat kepala dinas, kepala badan, kepala biro). Kami hanya ingin sejauh mana dalam penertiban dan peruntukan penghunian rumah dinas. Ini baru segelintir yang kami ungkap datanya," kata Juliarta.
Juliarta mencontohkan ada juga rumah susun di Desa Penatih, Kecamatan Denpasar Timur yang belum jelas pencatatannya dalam akun aset tetap pada neraca keuangan Pemprov Bali tahun 2019. Statusnya belum dihibahkan ke Pemprov Bali oleh Kementerian PUPR. Padahal, kata dia, rumah susun itu sudah dihibahkan Ke-menterian PUPR tahun 2017.
"Data awal yang kami kantongi, penghibahan rumah susun di Penatih itu ada perso-alan. Masalahnya, karena Pemprov Bali tidak kantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas rumah susun tersebut. Ini menjadi temuan BPK tahun 2019," tegas
tegas politisi muda asal Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klu-ngkung ini.
Fraksi Gerindra DPRD Bali, melalui anggotanya di Komisi II (yang membidangi pendapatan daerah), kata Juliarta, akan mempertanyakan masalah ini kepada Bape-nda Provinsi Bali. "Kalau ada bayar membayar dalam penempatan rumah dinas, itu pendapatan daerah. Kita mau tahu jawaban dari Bapenda. Yang terpenting, selama ini pendapatan dari sewa itu bagaimana? Terimanya berapa? Ini kita terbuka dan trans-paran, biar rakyat juga paham," katanya.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Bali, Ida Gede Komang Kresna Budi, mengatakan rumah dinas yang disewakan selama ini masuk pendapatan daerah dan lain-lain. Dengan adanya temuan BPK atas penempatan rumah dinas yang berbayar, tetapi peruntukannya tidak sesuai perundang-undangan, maka harus dilakukan evaluasi.
"Rumah dinas yang disewakan itu memang menjadi pendapatan daerah. Cuma, ni-lainya tidak sesuai harapan. Saya tidak ingat angkanya, yang jelas rumah dinas yang disewa PNS masuk pendapatan daerah," jelas Kresna Budi saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin.
Politisi Golkar asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng ini mengungkapkan nilai sewa yang diberlakukan Pemprov Bali atas rumah dinas yang disewa PNS ditengarai terus menjadi temuan BPK RI. Masalahnya, nilai sewa rumah dinas diduga masih menggunakan harga lama.
"Kami di Komisi II DPRD Bali berharap supaya ada Pergub (Peraturan Gubernur) terbaru. Jangan pakai harga zaman dulu, sesuaikanlah harga sewanya dengan Pergub terbaru. Sebab, hal ini terus menjadi temuan BPK," tandas Plt Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Menurut Kresna Budi, banyak aset Pemprov Bali di wlayah kabupaten/kota yang disewakan. Semuanya masuk pendapatan daerah dan lain-lain. "Hanya saja, hasil sewa aset di kabupaten/kota itu masih di-sharing dengan kabupaten/kota," papar Kresna Budi.
Sementara itu, Kepala Bapenda Provinsi Bali, I Made Santha, mengelak memberikan jawaban saat dikonfirmasi NusaBali terkait masalah pendapatan sewa yang rumah dinas yang dipersoalkan DPRD Bali. "Aduh, entar dulu. Entar, nanti saya akan hubungi lagi. Kebetulan, ini masih ada acara virtual," elak Made Santha, Rabu kema-rin. Sayangnya, ketika kembali dikonfirmasi beberapa jam berikutnya, ponsel Made Santha sudah tidak aktif.
Keberadaan aset Pemprov Bali dalam bentuk rumah dinas itu sendiri awalnya diper-soalkan Fraksi Gerindra DPRD Bali saat menyampaikan pandangan umum dalam sidang paripurna dengan agenda ‘Pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana 2019 dan Ranperda Rencana Umum Energi Daerah, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/7) siang.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Ketut Juliarta, saat menyampaikan pandangan umum fraksinya mengatakan terjadi ketidakpatuhan terhadap Pasal 8 PP Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara juncto Pasal 1 Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2018. "Kami minta penjelasan saudara Gubernur Bali," pinta Juliarta di hadapan peserta sidang paripurna DPRD Bali yang digelar secara virtual itu.
Seusai sidang paripurna siang itu, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra langsung meluruskan masalah rumah dinas kepada awak media. Menurut Dewa Indra, tidak ada pejabat yang menempati rumah dinas. “Itu PNS atau pegawai yang menempati? Pejabat yang menempati rumah dinas hanya Gubernur dan Wakil Gubernur. Saya luruskan, tidak ada pejabat yang menempati, apalagi sampai muncul isu meng-angkangi rumah dinas," tandas Dewa Indra.
Dewa Indra menegaskan, PNS yang menempati rumah dinas itu membayar sesuai dengan aturan yang berlaku. Hanya saja, ada kesalahan administrasi dalam pemberian izin. Disebutkan, izin penempatan rumah dinas oleh pegawai harusnya dikeluarkan oleh Badan Aset Daerah, tetapi malah kepala dinas yang mengeluarkannya. "Dan, PNS itu menempatinya tidak gratis. Mereka bayar kok. Itu sudah izin dari atasannya, cuma salah administrasi saja," katanya. *nat
Menurut Juliarta, ada 193 rumah dinas yang ditempati PNS tidak sesuai dengan pe-runtukannya. Dari jumlah itu, sebanyak 88 rumah dinas tanpa surat izin penghunian, sementara 69 unit lagi belum didukung dengan Keputusan Gubernur. Selain itu, 36 rumah dinas lainnya ’dikangkangi’ PNS dengan golongan atau Eselon IIIA.
“Padahal, yang harusnya menempati rumah dinas itu PNS dengan golongan IIIB ke atas atau pejabat Eselon II (setingkat kepala dinas, kepala badan, kepala biro). Kami hanya ingin sejauh mana dalam penertiban dan peruntukan penghunian rumah dinas. Ini baru segelintir yang kami ungkap datanya," kata Juliarta.
Juliarta mencontohkan ada juga rumah susun di Desa Penatih, Kecamatan Denpasar Timur yang belum jelas pencatatannya dalam akun aset tetap pada neraca keuangan Pemprov Bali tahun 2019. Statusnya belum dihibahkan ke Pemprov Bali oleh Kementerian PUPR. Padahal, kata dia, rumah susun itu sudah dihibahkan Ke-menterian PUPR tahun 2017.
"Data awal yang kami kantongi, penghibahan rumah susun di Penatih itu ada perso-alan. Masalahnya, karena Pemprov Bali tidak kantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas rumah susun tersebut. Ini menjadi temuan BPK tahun 2019," tegas
tegas politisi muda asal Banjar Nyamping, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Klu-ngkung ini.
Fraksi Gerindra DPRD Bali, melalui anggotanya di Komisi II (yang membidangi pendapatan daerah), kata Juliarta, akan mempertanyakan masalah ini kepada Bape-nda Provinsi Bali. "Kalau ada bayar membayar dalam penempatan rumah dinas, itu pendapatan daerah. Kita mau tahu jawaban dari Bapenda. Yang terpenting, selama ini pendapatan dari sewa itu bagaimana? Terimanya berapa? Ini kita terbuka dan trans-paran, biar rakyat juga paham," katanya.
Sementara, Ketua Komisi II DPRD Bali, Ida Gede Komang Kresna Budi, mengatakan rumah dinas yang disewakan selama ini masuk pendapatan daerah dan lain-lain. Dengan adanya temuan BPK atas penempatan rumah dinas yang berbayar, tetapi peruntukannya tidak sesuai perundang-undangan, maka harus dilakukan evaluasi.
"Rumah dinas yang disewakan itu memang menjadi pendapatan daerah. Cuma, ni-lainya tidak sesuai harapan. Saya tidak ingat angkanya, yang jelas rumah dinas yang disewa PNS masuk pendapatan daerah," jelas Kresna Budi saat dikonfirmasi NusaBali terpisah, Rabu kemarin.
Politisi Golkar asal Kelurahan Liligundi, Kecamatan Buleleng ini mengungkapkan nilai sewa yang diberlakukan Pemprov Bali atas rumah dinas yang disewa PNS ditengarai terus menjadi temuan BPK RI. Masalahnya, nilai sewa rumah dinas diduga masih menggunakan harga lama.
"Kami di Komisi II DPRD Bali berharap supaya ada Pergub (Peraturan Gubernur) terbaru. Jangan pakai harga zaman dulu, sesuaikanlah harga sewanya dengan Pergub terbaru. Sebab, hal ini terus menjadi temuan BPK," tandas Plt Ketua DPD II Golkar Buleleng ini.
Menurut Kresna Budi, banyak aset Pemprov Bali di wlayah kabupaten/kota yang disewakan. Semuanya masuk pendapatan daerah dan lain-lain. "Hanya saja, hasil sewa aset di kabupaten/kota itu masih di-sharing dengan kabupaten/kota," papar Kresna Budi.
Sementara itu, Kepala Bapenda Provinsi Bali, I Made Santha, mengelak memberikan jawaban saat dikonfirmasi NusaBali terkait masalah pendapatan sewa yang rumah dinas yang dipersoalkan DPRD Bali. "Aduh, entar dulu. Entar, nanti saya akan hubungi lagi. Kebetulan, ini masih ada acara virtual," elak Made Santha, Rabu kema-rin. Sayangnya, ketika kembali dikonfirmasi beberapa jam berikutnya, ponsel Made Santha sudah tidak aktif.
Keberadaan aset Pemprov Bali dalam bentuk rumah dinas itu sendiri awalnya diper-soalkan Fraksi Gerindra DPRD Bali saat menyampaikan pandangan umum dalam sidang paripurna dengan agenda ‘Pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Ranperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Semesta Berencana 2019 dan Ranperda Rencana Umum Energi Daerah, di Gedung Dewan, Niti Mandala Denpasar, Senin (6/7) siang.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Bali, Ketut Juliarta, saat menyampaikan pandangan umum fraksinya mengatakan terjadi ketidakpatuhan terhadap Pasal 8 PP Nomor 31 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas PP Nomor 40 Tahun 1994 tentang Rumah Negara juncto Pasal 1 Pergub Bali Nomor 26 Tahun 2018. "Kami minta penjelasan saudara Gubernur Bali," pinta Juliarta di hadapan peserta sidang paripurna DPRD Bali yang digelar secara virtual itu.
Seusai sidang paripurna siang itu, Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra langsung meluruskan masalah rumah dinas kepada awak media. Menurut Dewa Indra, tidak ada pejabat yang menempati rumah dinas. “Itu PNS atau pegawai yang menempati? Pejabat yang menempati rumah dinas hanya Gubernur dan Wakil Gubernur. Saya luruskan, tidak ada pejabat yang menempati, apalagi sampai muncul isu meng-angkangi rumah dinas," tandas Dewa Indra.
Dewa Indra menegaskan, PNS yang menempati rumah dinas itu membayar sesuai dengan aturan yang berlaku. Hanya saja, ada kesalahan administrasi dalam pemberian izin. Disebutkan, izin penempatan rumah dinas oleh pegawai harusnya dikeluarkan oleh Badan Aset Daerah, tetapi malah kepala dinas yang mengeluarkannya. "Dan, PNS itu menempatinya tidak gratis. Mereka bayar kok. Itu sudah izin dari atasannya, cuma salah administrasi saja," katanya. *nat
Komentar